CERITA TAMAT - SUDAH TERBIT.
___
Namanya Malika.
Namanya bukan sembarangan, bukan kaleng-kaleng.
Eits tapi bukan Malika cap kecap ya.
Dia Malika anak Pak Lurah sama Bu Lurah.
Perempuan pecinta novel Grace Love.
Grace Love.
Dimana sang protagon...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
_______________
Regal merebahkan diri di lantai kamar apartment-nya. Sekelilingnya sudah pecah berantakan. Nafasnya terengah. Matanya memerah, campur antara emosi dan sedih. Tak lama ujung matanya mengeluarkan setetes air mata.
Ingatan sialan.
Berjalan ke arah wastafel, mencuci wajah, lalu melihat pantulan dirinya di kaca dalam diam.
Lalu mengusap bibirnya kasar, mencoba mengahapus jejak yang terasa menjijikan.
Kembali menatap pantulan kacanya.
Kaku. Menyedihkan.
Tertawa lirih. "Kamu masih terlihat sama Regal."
Monster
Pembunuh
Refleks Regal menutup matanya erat kala bisikan-bisikan itu kembali muncul. Mengeratkan pegangannya pada ujung wastafel. menggelengkan kepala dengan kuat.
"Berhenti. Pergi sialan! Pergi!" teriaknya putus asa. "Pergi!"
Monster
Pembunuh
Mati
Monster
Malika sudah pergi Dia sudah membencimu
Buka matamu dan lihatlah.
Tanpa sadar Regal membuka kedua matanya dan mendapati dirinya yang begitu kacau.
Mulutnya terengah. Nafasnya memburu. Darah mengucur dari lengannya. Benarkah dirinya sama sekali tak berubah? Seharusnya dia senang, Malika sudah tak peduli lagi. Seharusnya dia senang karena kini perempuan itu akan bersama orang lain yang mampu membahagiakannya. Tapi, ini begitu menyakitkan. Tidak, dia tahu apa yang akan terjadi pada dirinya saat Malika benar-benar melupakannya_ sebuah kehancuran yang utuh.
Dia semakin terengah. Bodoh! Regal semakin kesulitan mengambil nafas. Dia jatuh terduduk. Sakit. Dirinya takut.
Regal berteriak frustasi. Dadanya begitu sesak. Dia terbaring meringkuk seperti bayi. .
Sakit......
Dingin.....
"Regal, tidak masalah. Kamu hanya Regal. Regal yang ku sukai. Monster? Siapa yang peduli? Dasarnya semua manusia itu monster. Cuma mereka menutupinya dengan topeng yang sangat apik."
Ingatan Regal melayang ke beberapa tahun lalu. Ingatannya bersama Malika.
"Kalo kamu kesulitan mengendalikan diri, bertahanlah. Tapi mau ku beritahu solusi yang lebih manjur?"
Malika tersenyum lebar. "Maka, ingatlah aku. Anggap saja aku sedang bersama kamu. Menepuk-nepuk kepalamu. Memberikan senyuman terbaik. Aku yakin, pasti itu akan berhasil."
Dan ya, cara itu selalu berhasil.
Regal tertawa pelan, semua yang berhubungan dengan Malika selalu berhasil.
"Terimakasih," lirihnya.
Berjalan dengan lemah ke arah kamar. Menatap langit kamar yang berwarna gelap. Semakin lama lelaki itu menatap, semakin dia rasa bahwa dirinya-lah yang ditatap. Membawanya ke lubang hitam penuh dengan kekosongan.
Rasa hampa....
Hampa.....
Dan hampa.....
Bagaimana cara mengatasi rasa itu? Rasa hampa....... Bagaimana?
Keilandra Malika Malikiti....
Sebuah nama yang sampai sekarang masih membuat dirinya gila.
Dan kini dia begitu merindu.
Melangkah ke arah tirai jendela. Namun, begitu dia menyibak tirai itu, bukannya memperlihatkan langit malam atau lalu lalang kendaraan, tapi sebuah lukisan besar dengan sekeliling foto yang diambil secara sembunyi-sembunyi.
"Hy, Malika."
"Hari ini. Kamu meyelamatkanku lagi."
Wajahnya pucat pasi. "Sepertinya sudah berakhir. Lalu sepertinya aku harus segera berhenti dari permainanku yang menjijikan bersama Shasha."
Hening untuk sesaat.
"Tapi....." jedanya. "Apa hubungan kalian?" Suaranya kelam. "Zayn, apa perlu aku beri pelajaran untuknya?"
"Dia selalu mengikutimu. Memuakkan. Sejak kapan kalian dekat lagi?"
Regal menapnya lamat-lamat. Seakan lukisan itu adalah benda hidup.
"Ada yang aneh. Mengapa dalam sekejab kamu bisa berubah secepat ini? Ini aneh. Kamu, bukan Malika yang ku kenal."
Lengannya menyentuh lukisan besar itu. "Kamu, berteman dengannya lagi? Padahal jelas-jelas dulu, dimalam itu kamu berkata sungguh membencinya."
"Kenapa jadi begini?" tanyanya penuh tanya.
Sejak beberapa Minggu yang lalu, Regal sadar, sangat sadar jika perubahan Malika terlalu tiba-tiba. Terlalu besar. Terlalu ambigu. Seakan dalam jiwanya terdapat orang lain. Orang yang berbeda.
Namun dia diam, karena perubahannya membawa aura yang berbeda, dia lebih hidup dan Regal menyukainya. Itu berarti dia hidup dengan baik. Tapi, disisi lain hatinya sesak, itu artinya keyakinannya benar, bukan sebentuk ilusi dan fantasi. Malika bisa lebih bahagia tanpa dirinya. Malika tanpa Regal.
"Sekarang, aku harus bagaimana?" getirnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.