Happy reading on
o0o
"Bagaimana keadaan Arion?"
Ana menolehkan kepalanya pada Wesy. Sendok yang sudah hampir mendekati mulutnya, ia letakkan kembali ke atas piring. Ana berdehem singkat untuk memulai sesi bercerita.
Riuh suara siswa begitu terdengar jelas. Kantin bagai pasar dadakan yang digelar tiap jam istirahat dimulai. Apa lagi antrean warung makanan terlihat seperti warteg yang ramai pengunjung. Ana harus mengeraskan sedikit suaranya agar Wesy bisa mendengar jelas.
"Keadaannya sudah membaik. Ya, dia terlihat sehat meski luka di tubuhnya masih ada," ujar Ana sambil mengaduk-aduk piringnya sendiri.
"Syukurlah." Wesy mengangguk pelan. "Tapi, apa Arion menceritakan sesuatu padamu? Maksudku, apa Arion menceritakan kejadian itu?"
"Iya dia bercerita. Tapi, aku tidak yakin sepenuhnya."
"Maksud mu?" Wesy yang tidak paham mengernyitkan dahi. Dia menatap Ana dengan wajah herannya.
"Ku rasa, kantin bukan tempat yang cocok untuk bercerita," kata Ana sambil melirik kanan dan kiri. Takut-takut ada yang menguping mereka.
Wesy yang paham pun hanya mengangguk mengiyakan. "Baiklah. Ayo kita pergi dari sini. Aku sudah selesai makan, kau sudah selesai Ana?"
"Ah, iya aku sudah selesai."
Wesy mengangguk dan pergi berlalu untuk membayar makanan mereka. Sedangkan Ana menunggu di meja itu sendiri. Ana masih harus merangkai kalimat agar nanti Wesy tidak salah tanggap ketika ia bercerita.
Ana yang melihat Wesy telah selesai membayar pesanan mereka mulai beranjak dari duduknya. Ia berdiri menunggu Wesy mendekat ke arahnya. Beberapa dari penghuni kantin menatap Ana dan Wesy yang sudah berjalan keluar dari kantin itu. Bukan, lebih tepatnya melihat pada ke-empat laki-laki yang berjalan dengan gaya cool.
Ana dan Wesy berencana untuk membicarakan kejadian Arion di taman, atau jika memungkinkan mereka akan menggunakan kelas sebagai tempat yang aman dan nyaman untuk bercerita.
Namun, Ana terkejut ketika seseorang menabrak pundaknya. Ana yang tengah berbicara dengan Wesy langsung melihat siapa yang baru saja melewatinya hingga seolah dengan sengaja menabrak dirinya. Mata Ana membesar seketika melihat siapa yang baru saja datang. Stefan, laki-laki itu menoleh pada Ana dengan tersenyum miring.
Stefan menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya menatap Ana. Ketiga temannya yang juga bersama dengan Stefan sontak langsung berhenti juga. Stefan berdehem singkat dan mengalihkan pandangannya ke arah lain sebentar. Dia kembali menatap Ana dengan tatapan yang sulit di jelaskan.
"Ku rasa kau harus lebih fokus ketika sedang berjalan," ujar Stefan dengan santai. Ia mengabaikan tatapan sinis Ana yang ditunjukkan untuknya.
Ana menatap Stefan dengan amat sinis. Gadis itu benar-benar muak jika harus berhadapan dengan Stefan. Apalagi melihat wajah laki-laki itu yang menyebalkan membuat Ana ingin sekali menonjoknya. Ya, jika Ana berani melakukannya.
"Uh, maaf. Aku tidak melihat mu tadi," ucap Stefan dengan raut wajah mengejek.
Ana menarik nafas dalam-dalam, berusaha untuk sabar dan tidak terpancing emosi. Gadis itu hanya diam dan Mandang Stefan yang jauh lebih menyebalkan kini. Stefan akan lebih ganas jika hanya berdua dengannya, tapi jika di depan banyak orang laki-laki itu bertingkah seolah tak ada apapun diantara mereka.
"Wesy, ayo pergi." Ana menarik tangan Wesy dan berbalik untuk menjauh dari kantin. Dirinya sudah menjadi pusat perhatian seluruh penghuni kantin.
Stefan menatap datar Ana yang mulai menjauh darinya. Bukan, lebih tepatnya menjauh dari kantin. Laki-laki itu menjilat bibir bawahnya sendiri. Melihat bagaimana Ana mengacuhkannya, Stefan merasa jika keadaan belum berubah. Meski upayanya sudah berjalan selangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why You Again
RandomKetika takdir membawa mereka kembali pada kisah yang belum usai. Segala trauma dan penyesalan hadir di antara mereka berdua yang ditarik paksa oleh garis kenyataan untuk menyelesaikan kisah lama. *Cerita ini murni karangan sendiri. *Revisi setelah t...