21

10 0 0
                                    

Hari ini seperti biasa, bangun tidur Abidzar langsung berolahraga pagi, lari bolak-balik dijalanan depan rumahnya, lalu setelah itu Abidzar segera mandi. Habis mandi dan memakai baju seragam sekolahnya, Abidzar dengan senang hati menyemprotkan parfum diketiak, leher dan pahanya agar wangi semerbak.

Tak lupa Abidzar menyisir rambutnya agar terlihat mlipis, tapi ada satu kebiasaan Abidzar  yang sedikit aneh, setelah dengan susah payah dirinya menyisir rambut agar terlihat rapi dan mlipis, dengan kedua tangannya sendiri Abidzar langsung mengacak-acak rambutnya lagi. Entahlah.. menurut Abidzar rambutnya yang acak-acakan jauh lebih keren ketimbang mlipis seperti tadi.

Setelah merasa sudah cukup, Abidzar segera menaiki motornya dan berangkat ke sekolah. Entah mengapa tapi hari ini Abidzar merasa bersemangat sekali. Bukan bersemangat untuk sekolah tapi semangat untuk bertemu dengan Faza. Iyah.. Syakira Mafaza.. meski baru kemaren mereka bertemu, tapi Abidzar sudah ingin sekali melihat wajah Faza.

Abidzar sempat bertanya kepada dirinya sendiri, "apakah dirinya merindukan Faza atau dirinya hanya ingin bertemu dengan Faza?" Ah entahlah! Hanya Abidzar dan Tuhannya saja yang tahu.

Sepanjang jalan, Abidzar terus tersenyum membayangkan wajah Faza setiap kali menatapnya. Wajah cantik yang selalu terlihat datar tanpa ekspresi dan tatapan mata yang sinis dan jarang tersenyum itu tetap terlihat begitu manis dengan kulit wajah yang tak terlalu putih.

Sejujurnya Abidzar selalu terpana setiap melihat wajah judes Faza, entahlah, wajah judes Faza benar-benar membuatnya jatuh cinta.

Dan Abidzar selalu berfikir, bahkan meskipun jarang tersenyum tapi Faza sudah berhasil membuatnya merasa begitu terpesona, apalagi jika Faza tersenyum, mungkin Abidzar akan pingsan.

Dengan senyum yang mengembang sempurna, Abidzar memasuki kelasnya. Mata Abidzar langsung tertuju pada tempat duduk Faza yang berada tepat disamping tempat duduknya.

Abidzar mengerutkan keningnya saat mendapati bangku itu kosong dan tak ada Faza disana. Tapi Abidzar masih diam dan terus melangkah lalu mendudukkan tubuhnya dibangkunya sendiri.

Tatapan mata Abidzar beralih menatap Nadin yang terlihat diam menunduk dan seperti sedang murung.

Awalnya Abidzar hendak bertanya apakah Faza belum berangkat atau apa Faza tidak berangkat? Tapi Abidzar mengurungkan niatnya. Mungkin Faza terlambat, pikir Abidzar.

Jam pelajaran pertama pun dimulai, dan Faza masih belum datang. Dan yang lebih aneh, saat bu Sri membaca absen kelas, Bu Sri tak membaca nama Faza.


"Faza gak berangkat ya? Apa dia sakit?? Apa dia udah izin?! Kenapa namanya juga gak diabsen ya? Biasanya kan kalo ada yang gak berangkat dan sudah izin sakit, tetep aja dipanggil kok, dan diumumin didepan kelas kalo alasanbya sakit. Lah ini kenapa enggak dipanggil yah? Atau Faza belum izin ya alias mbolos gituh?" Tanya Dani sambil membalikkan tubuhnya dan berbisik ke Abidzar dan Fahri yang duduk dibangku dibelakangnya.

"Hust! Kalo mbolos kan pasti dipanggil dodol, pas dipanggil lah gak ada orangnya baru itu mbolos gimana sih!" Sahut Fahri.

"Oh iya ya.." Dani hanya mengangguk-nganggukan kepalanya sambil kembali menghadap kedepan.

Sementara Abidzar hanya diam sambil menatap bangku milik Faza yang kosong dan otaknya terus berfikir kenapa hari ini Faza tak berangkat sekolah.


Sudah beberapa kali Abidzar berniat untuk bertanya kepada Nadin tentang Faza. Tapi Abidzar selalu mengurungkan niatnya. Toh dalam pikiran Abidzar paling-paling juga besok Faza sudah berangkat, jadi ya untuk apa bertanya sekarang.

Tapi pikiran Abidzar ternyata salah. Hingga satu Minggu lamanya Faza tak berangkat ke sekolah. Dan Nadin, selama satu Minggu itu, Nadin terlihat tak bersemangat dan lesu.


"Ren?" Panggil Abidzar sambil menatap Rendi yang sedang menyantap bakso dan duduk didepannya.

"Hemm??"  Rendi hanya melirik sekilas ke Abidzar.

"Satu Minggu ini kayaknya pacar elo lesu banget deh keliatannya." Kata Abidzar mencoba membuka topik pembicaraan.


"Hah?! Hem.. ya gimana gak lesu, dia ditinggal pergi sahabatnya sendiri ya wajar lah" kata Rendi masih fokus menyantap bakso miliknya.

"Hah?! Ditinggal pergi sahabatnya sendiri? Maksud Lo?? Faza?" Tanya Abidzar terkejut.

"Iya iya lah! Emang siapa lagi sahabatnya Nadin kalo bukan Faza." Jawab Rendi lagi.


Abidzar terdiam sejenak.
"Emang.. Faza pergi kemana?" Tanya Abidzar sambil mengerutkan keningnya dan menatap Rendi penuh tanya.

"Lah emang elo kagak tau?" Rendi bukannya menjawab malah justru balik bertanya.

Abidzar menggeleng cepat.

"Lah seriusan elo belum tau Zar?! (Abidzar kembali menggeleng cepat) ya ampun.. kirain gue, elo udah tau.." kata Rendi tak percaya.

"Aish! IYA GUE GAK TAU! YA UDAH MAKANNYA BURUAN KASIH TAU! LAMA BANGET DEH!" Kata Abidzar kesal.


"Iya iya ya ampun.. ini juga mau ngasih tau.. huft... Kata Nadin, si Faza tuh udah pindah Zar.. udah gak sekolah disini" kata Rendi sambil menatap Abidzar penuh arti.

DEG!

DEG!

DEG!

DEG!

Mata Abidzar langsung membulat sempurna dan ekspresi wajahnya seketika langsung berubah.

"Maksud Lo?!" Tanya Abidzar dengan suara yang lirih dan juga terdengar sedikit bergetar.



"Jadi tuh.."


Abidzar berlari kearah kelasnya dan saat masuk kedalam kelas, Abidzar langsung berlari kearah Nadin.



Dengan nafas yang memburu dan wajah yang terlihat bingung sekaligus terkejut, Abidzar menatap Nadin.


"Apa.. huft ... Huft .. Apa... Iza.. apakah Iza...huft.. huft... Apakah dia... Apa dia...????" sambil mengatur nafasnya yang m mburu, Abidzar menatap Nadin dan tak sanggup melanjutkan kata-katanya lagi.



"..." Nadin hanya diam menatap Abidzar dengan ekspresi wajah yang terlihat sedih dan pasrah, hingga tanpa sadar air mata Nadin menetes dengan sendirinya membasahi pipi.



Melihat ekspresi wajah Nadin yang seperti itu, seketika membuat tubuh Abidzar ambruk, Abidzar terduduk dilantai kelasnya sendiri sambil menatap sendu bangku milik Faza yang masih kosong.


Abidzar kembali mengingat apa yang Rendi katakan padanya.




Flashback


"Jadi tuh.. kakek Faza yang ada di Malang meninggal, dan Faza sama keluarganya pergi kesana. Pas mereka mau balik ke sini (Yogyakarta), ayah Faza gak tega ninggalin nenek Faza karena nenek Faza gak ada yang nemenin disana. Dan nenek Faza gak mau ikut ke sini. Jadi... " Jelas Rendi.

"Jadi.. ayah Faza mutusin untuk ninggalin Faza disana biar nemenin neneknya. Faza bahkan gak sempet ketemu dan pamitan sama Nadin, karena ya saat itu yang balik ke Yogyakarta ya cuma ayah, ibu sama abangnya Faza. Dan katanya Nadin juga, satu hari setelah balik ke sini, ayahnya Faza langsung ngurus semua surat pindah Faza. Itulah kenapa nama Faza udah gak ada diabsen kelasmu Zar.." lanjut Rendi sambil menatap Abidzar penuh arti.

"..." Abidzar hanya menghela nafas kasar tanpa mengatakan apapun.

"Dan parahnya lagi kata Nadin, kemungkinan Faza buat balik lagi ke Yogyakarta juga kecil Zar.. elo tau gak kenapa? Karena saat libur lebaran atau libur panjang, biasanya keluarga Faza lah yang selalu mudik ke Malang, jadi gak mungkin Faza mudik kesini. Kalopun mungkin, itu juga tau kapan." Kata Rendi lagi.


Flashback off

Awas Nanti Jatuh Cinta [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang