"Kau di pecat!" suara dari seorang pria berusia 48 tahun yang berada di harapanku membuatku terdiam.
"Apa...." tanyaku dengan suara yang sangat lemah.
"Apa kau sudah tuli? Aku memecatmu!" pria yang memakai seragam abu-abu dan di padukan celana panjang berwarna hitam itu menatapku dengan wajah kesalnya.
"Tapi kenapa? Apa yang sudah aku lakukan sampai aku bisa di pecat?" tanyaku panik.
Pria yang menjabat sebagai manager di cafe tempatku berkerja itu memukul meja di hadapannya dengan sangat keras sampai-sampai membuatku kaget "Apa kau mau berpura-pura bodoh di depanku? Hah!"
Aku berusaha mengingat setiap hal yang sudah aku lakukan dari mulai aku berangkat kerja sampai sore ini tetapi aku sama sekali tidak merasa melakukan kesalahan yang fatal "Maaf pak, tapi kalau boleh saya tau kesalahan saya apa ya..."
"Astaga, apa manusia zaman sekarang memang suka berpura-pura bodoh." sindir pria itu dan tidak lama kemudian seorang perempuan masuk kedalam ruangan manager, dia adalah salah satu karyawan yang bekerja di cafe ini sama sepertiku.
"Maaf jika saya lancang pak tapi saya melihat dengan kedua mata saya sendiri kalau saat itu Carly masuk kedalam ruang ganti dan mengambil uang dari dalam tas milik Junior." mendengar ucapan dari rekan kerjaku yang bernama Elanor itu bukan membuatku takut malahan aku tersenyum tipis.
"Sekarang kau puas? Kau sudah ketangkap basah dan sekarang berani mengelak." Manager itu menatapku dengan tatapan merendahkannya.
"Apa bapak punya saksi mata yang lain? Bisa saja Elanor salah liat?" tanyaku dengan tenang.
"Aku tidak buta, aku jelas-jelas melihatmu yang mengambil uang itu." seru Elanor membela dirinya.
"Cukup." manager pun melihat kearah kita berdua dan pria itu kembali menatapku.
"Kau seharusnya bersyukur aku tidak melaporkanmu kekantor polisi dan lebih memilih memecat mu, karena aku tau kau terlalu miskin untuk berurusan dengan hukum." ucapan dari manager itu membuatku menatapnya.
"Iya, kau benar. Aku memang miskin," aku berdiri dari dudukku dan melepaskan tag nama yang ada di seragamku lalu menaruhnya di atas meja.
Aku menatap Elanor yang terlihat puas tapi aku memberikannya senyuman lebar "Setidaknya aku masih punya harga diri."
Aku kembali melihat kearah manager "Aku akan pergi dari sini dan terima kasih semua kebaikan anda..."
Aku berbalik dan berjalan melewati Elanor "Wahh, kau lihat wajah sombongnya itu. Seharusnya aku menyeretnya ke kantor polisi." ucapan dari manager masih bisa aku dengar dengan jelas.
Saat aku keluar dari ruangan bisa aku lihat para karyawan yang lain menatapku dengan tatapan merendahkan dan bahkan ada beberapa dari mereka yang berbisik sambil menyindirku dengan suara yang cukup keras, aku memasang senyuman dan berjalan kearah Junior yang duduk di salah satu meja sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Salah seorang perempuan yang berdiri di samping Junior melipat kedua tangannya di depan dadanya sambil menatapku sinis.
"Jangan mentang-mentang kau sudah bekerja lama di sini jadi bisa bersikap seenaknya dengan anak magang, apa kau tau uang yang kau ambil adalah uang yang di kumpulkan oleh Junior untuk biaya pengobatan kakak perempuannya."
"Kau memang iblis..." tambahnya.
Aku menundukkan kepalaku sebentar dan kembali berjalan mendekati Junior yang hanya diam sambil menatapku dengan wajah datar "Apa kau melihatku mengambil uangmu?" tanyaku.
Junior hanya diam tetapi suara perempuan yang ada di sampingnya kembali terdengar "Apa kau berusaha mendesak Junior agak terbebas dari masalah ini? Ada banyak saksi mata yang melihatmu mengambil uang yang ada di dalam tas Junior."

KAMU SEDANG MEMBACA
Untouched Werewolves
Werewolf"Kau tidak perlu menjelaskan semua hal baik tentang dirimu kepada orang yang membenci dan tidak menyukaimu, karena semua itu akan sia-sia." Suara guntur terdengar dengan sangat jelas dan rintik hujan masih terlihat membasahi semua yang ada di bawahn...