03

4.6K 374 22
                                        

POV Carly


Hari sudah semakin malam, tidak ada bus atau kendaraan umum yang dapat membawaku pulang ke rumah. Aku terus saja berlari dengan sangat kencang hingga kedua kakiku hampir mati rasa, perasaanku tidak enak karena aku tau pasti Monic dan Rosse akan memarahiku habis-habisan. Saat sampai di depan rumah aku melihat lampu depan dan ruang tamu menyala menandakan kedua wanita itu belum tidur, aku mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan.

Aku memutar gangang pintu lalu berjalan pelan menuju kearahku tetapi belum sampai di kamar suara Monic terdengar di anak tangga "Dasar anak tidak tau terima kasih, jika aku tau kau akan menyusahkanku seperti ini seharusnya aku sudah menguburmu bersama ayahmu itu!" teriakan dan cacian yang selalu menghiasi hari-hariku benar-benar membuatku lelah.

Aku masuk ke dalam kamar sambil berlari lalu dengan cepat aku menutup pintuku rapat-rapat "Rasanya sangat sakit..." gumamku sambil memukul-mukul tepat di bagian dadaku saat mendengarkan setiap ucapan pedas yang di lontarkan oleh ibu tiriku itu, padahal aku baru kali ini keluar malam mengapa wanita itu sangat kasar.

Aku menahan air mataku dan berusaha menguatkan diriku sendiri, tidak ada gunanya aku menangis karena dia tidak akan perduli denganku. Aku sudah tidak tahan lagi dengan semua ini, aku benar-benar lelah. Aku berjalan kearah lemariku dan mengambil sesuatu lalu aku keluar dari dalam kamar sambil membawa tas ranselku yang sudah aku isi dengan beberapa pakaian serta barang-barang berharga peninggalan ibu kandungku yang masih tersisa "Aku pergi..." seruku dan terus saja berjalan melewati ibu tiriku yang sedang duduk di atas sofa sambil menatap kearah layar tv.

"Apa kau akan menjual diri untuk membayar semua untang yang di tinggalkan oleh ayahmu itu?" aku berhenti berjalan setelah ibu tiriku itu mengatakan hal yang sangat membuatku kesal.

"Ayahku tidak punya utang sampai dia meninggal dan utang yang kau katakan tadi adalah utangmu. Mengapa kau tidak menjual anak kesayanganmu itu saja kepada om-om di luar sana!" teriakku dengan amarah yang menggebu-gebu sampai wajahku memerah sangkin kesalnya.

Suara gelas kaca di banting membuatku menatap penuh amarah kearah ibu tiriku itu "Dasar murahan. Kau sudah bosan hidup hah. Jangan sampai aku membunuhmu." ancamnya sambil menatapku dengan tatapan kebencian.

Tidak mau berdebat dengan ibu tiriku itu aku pun memutuskan untuk keluar dari rumah kedua orangtua kandungku, masa bodoh dengan kedua wanita ular itu yang jelas sekarang surat tanah rumah itu aman bersamaku. Baru saja aku keluar dari rumah rintikan hujan sudah lebih awal menyambutku "Aku benci hujan." gumamku sambil menatap rintikan hujan yang baru saja turun.

Aku berjalan tanpa memperdulikan rintikan hujan, banyak orang-orang yang berlari sambil berusaha menghindari rintikan hujan dan hanya aku satu-satunya orang yang berjalan dengan tenang. Aku berusaha menghilangkan emosi di dalam diriku, jadi aku membutuhkan sedikit hawa dingin di malam hari untuk menenangkan pikiranku. Dengan uang hasil kerja kerasku tadi aku tidak tau harus pergi kemana, aku sama sekali tidak punya tujuan.

Bisa saja aku pergi kerumah salah satu sahabat baikku, Lisa. Namun, selama ini aku terlalu merepotkan dirinya dengan masalahku sendiri dan aku sudah cukup membuat sahabatku itu ikut merasakan penderitaanku. Apa lagi masalah kedua orangtua Lisa yang masih sampai saat ini belum terselesaikan, jika aku pergi ke rumah Lisa sekarang mungkin aku hanya akan menambah beban sahabatku itu.

Hujan semakin deras membuat tubuhku basah kuyuh dan aku melihat sebuah toko berukuran kecil untuk berlindung, aku berjongkok sambil memeluk tubuhku sendiri untuk mendapatkan kehangatan "Ibu... seharusnya waktu itu kau membawaku pergi bersamamu. Aku benar-benar menderita, aku merindukanmu bu..." air mata yang sudah lama aku tahan akhirnya keluar membasahi kedua pipiku bersamaan dengan air hujan yang membasahi rambutku serta tubuhku.

Untouched WerewolvesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang