59 -Siuman-

74 15 1
                                    

Alo chingu!!

Jangan lupa vote commentnya ya🤩

***

Sebuah kerutan halus tampak samar di dahi Arsya saat ia mendapati tamu yang tak terduga sudah duduk manis di rumahnya.

"Dari mana lo?" tanya Wanji. Arsya melangkah mendekati Wanji di sofa ruang tamu.

Arsya mengambil tempat di sofa lain di dekat Wanji. "Ngapain kamu kesini?"

"Gabut," ujar Wanji mengambil alih remote TV disana.

"Om Artha sibuk ngurus masalah robot milikmu itu tapi anaknya malah keluyuran. Caramu berbakti pada orang tua emang beda," cibir Arsya menatap ke depan.

Emang udah rencana nama gue mau dicoret KK katanya." Wanji terkekeh, "habis jengukin Aci lagi?"

"Hm."

"Btw, lo kenapa tiba-tiba peduli gitu sama cewek? Anak Mipa tujuh lagi, jangan-jangan lo—"

"Keluar sukarela atau saya tendang?" sela Arsya sebelum Wanji menyelesaikan kalimatnya.

Lelaki Achazia itu mencibir, "Ditanyain soal begituan aja kalap lo." Arsya mengabaikannya, dia sibuk menonton siaran di televisi.

Helaan napas terdengar dari mulut Wanji, membuat Arsya kembali menoleh padanya. "Gue minta maaf soal bokap lo."

"Sebelum itu saya baru ingat, gimana caranya kamu tahu semua rahasia ayah saya? Bahkan kamu tahu kasus siswi bunuh diri empat tahun lalu?" Arsya langsung memberikan rentetan pertanyaan pada temannya itu.

Sejak kejadian di aula sekolah, Arsya langsung mengambil alih file berisikan aib Skyhigh itu. Betapa terkejutnya dia saat melihat bagian akhir video yang tidak sempat ditayangkan, menampilkan kasus yang ditutup rapat para petinggi SKIS dan ayahnya. Dan saat malam Kayika datang ke rumahnya, Arsya sempat berpikir pelakunya memang Aci namun ternyata itu berasal dari sahabatnya sendiri.

Wanji meringis, "Cewek itu kakak gue," ujar Wanji. "Dari awal gue sekolah di Skyhigh emang buat ngelakuin ini. Sorry gue gak bisa bilang sebelumnya."

Arsya masih diam membeku. Ia menatap Wanji dengan tatapan kosong. Membayangkan dia membiarkan ayahnya menutup kasus itu saja Arsya tidak tenang, sekarang ditambah lagi fakta bahwa perempuan itu kakak dari sahabatnya sendiri.

"Heh!" Wanji mengibaskan tangannya. Ia menghela, "lo jangan gini dong. Gue enggak nyalahin lo. Ah! Kalau tentang gimana lo deskriminasiin Mipa tujuh kayak kakak gue itu beda lagi ceritanya," lanjut cowok itu.

"Saya juga minta maaf," ucap Arsya hampir seperti gumaman.

Senyum Wanji terbit secara otomatis. Tetapi hal tersebut hanya sementara, dia menjatuhkan punggungnya pada sandaran sofa sembari mengerang frustasi. Hal itu membuat Arsya memandanginya dengan bingung.

"Sekarang kenapa lagi?" tanya Arsya.

"Emang masalah cewek paling ribet. Habis ini gue harus nyemperin Sergio, gue bingung harus ngapain lagi ke cewek gue biar dia gak benci." Jika dalam animasi, kepala Arsya seakan tertiban tanda tanya super besar. Entah Wanji yang ngelantur atau bagaimana.

"Cewek gue? Kamu punya pacar?"

Wanji menoleh, "Pede aja dulu, malunya belakangan aja. Selagi belum ada yang taken, gapapa."

"Wanji kalau kepala kamu saya pukul kayaknya bakal berguna."

***

"Kamu yakin? Om bisa pura-pura enggak tahu tentang ini kalau kamu ragu," ujar Oji—ayah Sergio mendorong kembali flashdisk yang Arsya sodorkan padanya.

Arsya merutuk, kenapa Om Oji malah kembali bertanya? Tidak tahukah bagaimana pertimbangan yang Arsya lakukan untuk meyakinkan diri kalau dia harus melakukan itu?

Lelaki dengan setelan seragam Skyhigh itu mengambil napas dalam lalu, kembali mendorong flashdisk itu ke dekat Oji. Dengan lugas ia membalas, "Bagaimanapun ayah bersalah, saya juga enggak mau terus-terusan gelisah. Biarlah semua masalahnya selesai sekarang."

Oji mencoba menelisik keraguan pada mata remaja itu, namun nihil. "Lagipula, ayah udah nutup mulut banyak orang, buktinya juga hilang, cuma sisa ini. Arsya harap setidaknya bisa membantu sedikit."

Oji tahu-tahu tersenyum, "Kalau kamu yakin, Om bakal terima."

Oji lalu meninggalkan Arsya sebentar untuk menerima telepon. Cowok itu menunduk memainkan jemarinya, ia mencoba menghalau segala kegelisahan yang dia rasakan. Apa yang ia lakukan sudah benar? Tapi ini masalah besar, belum lagi orang itu adalah kakak sahabatnya sendiri.

"Arsya kamu mau ikut ke rumah sakit?" Arsya mendongak. Wajah Oji terlihat cerah. Hal itu membuat Arsya bingung pada awalnya, hingga Oji melanjutkan kalimatnya gantian Arsya yang merasa sebuah cahaya datang padanya, "Aci udah siuman."

***

Sudah terhitung tiga jam sejak Arsya tiba di gedung berdominan warna putih itu namun, selama itu juga dia menghabiskan waktunya sendiri. Ia belum berani bertatap muka langsung dengan gadis yang selama ini menjadi alasannya kembali ke sini. Beberapa teman dan petugas kepolisian datang untuk meminta kesaksian atau sekedar menjenguknya. Arsya sempat ditawari masuk oleh Sergio, namun ia tolak.

Sekarang di dalam sana, hanya satu insane yang tersisa, si gadis yang menjadi bintang dadakan hari ini. Dia akhirnya bisa tenang dengan keheningan setelah langit malam menyambut. Ayahnya sedang pergi, mungkin pulang ke rumah. Itu persepsi Arsya saat melihat pria itu keluar ruangan dan belum kembali.

Arsya bersandar di tembok sebelah pintu ruangan inap Aci, melamun dengan pikirannya sendiri. Sesekali ia mengintip ke dalam melalui kaca pintu memastikan gadis itu di tempatnya.

Arsya menegakkan punggung sembari melirik arlojinya, sepertinya hari ini sudah cukup. Ia mengintip untuk terakhir kali sebelum pergi, tapi sosok di brankar itu tiba-tiba hilang. Ia melihat lebih teliti, dan nihil. Aci tak ada.

Arsya langsung masuk ke dalam, dan langsung tertahan saat menyadari sesuatu.

"Hai ketos."

***

Yang belum follow yuk buruan biar gak ketinggalan😉

See you!🧚‍♀️

SKYHIGH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang