Stone Of Prime (Versi 0.2)

Bab 12

Raymond Caradoc.

Kisahnya dimulai sejak sepuluh tahun silam. Raymond Caradoc merupakan pemimpin pasukan Black Serpent, dan ditunjuk sebagai tangan kanan Balthazar. Di sebuah misi membunuh Phillips pemimpin Raven, Black Serpent gagal saat menghadapi tim-tim elit yang menjaganya. Bahkan mengalami kalah telak, dari separuh pasukannya yang mati. Hal itu membuat kekecewaan besar bagi Balthazar, dan klan Serpent merasa sangat malu. Pasukan Black Serpent yang kembali pulang dieksekusi sendiri oleh mereka, kecuali Raymond yang diberi kesempatan. Ia lalu diasingkan, dan dibuang dari klannya. Tato ular yang diukir dengan logam panas di tangannya bahkan dijadikannya pelampiasan kebencian. Di sayat-sayatnya untuk menghapus, sebab harga dirinya telah jatuh di depan seluruh mata klannya. Itu menciptakan luka yang begitu besar di hatinya.

Tahun demi tahun ia berkelana tanpa tujuan di Grimmire. Sampai suatu hari, ia memutuskan untuk mencari gulungan mantra Stone of Prime, setelah menangkap informasi dari mata-mata Serpent yang dibunuhnya, bahwa Balthazar sedang menjalankan rencana besar dengan itu. 

Raymond sangat mencintai klannya. Sejak ia memutuskan mencari gulungan mantra itu, beberapa hari kemudian ia didatangi Balthazar. Tak ada kebencian yang terpendam pada dirinya terhadap tuannya, bahkan ia masih begitu menghormatinya, tapi sebaliknya dengan Balthazar. Dia datang untuk memanfaatkan Raymond. 

Balthazar menawarkan sebuah perjanjian, jika Raymond mau mencarikan gulungan mantra itu, dan mendapatkannya, dia akan diterima kembali ke klannya. Untuk Raymond yang diperbudak cinta mati pada klannya, dengan segera ia setuju. Dan sejak hari itu, tepatnya satu tahun yang lalu, ia masuk ke Cliffbourne, dan menjadi sesosok teror Black Doctor.

Di salah satu ruang sel tahanan, Raymond terikat pada kursi dan kepalanya jatuh menggantung. Rupanya sudah begitu miris, kering bak sudah mati sejak .lama. Di sana-sini ruangan banyak bekas hangus lahapan api. Ruangan ini jadi saksi bisu yang menyaksikan interogasi keras pada Raymond selama dua bulan terakhir. 

Tubuhnya menjadi ceking, bola matanya yang besar seperti mau keluar. Kala ia membuka kelopak matanya, sorotnya akan begitu tajam mematikan. Seperti seekor predator yang kelaparan mengincar mangsanya, begitulah terhadap siapa saja yang ditatapnya. Sejak ia jatuh tertangkap, dan ditahan, selama itu ia tidak diberi secuil pun makanan. Sejauh ini, ia masih bertahan dengan napas kekeringan itu, berkat darah klan Serpent yang mengalir di nadinya. 

Matanya terpejam, sepertinya ia tidur. Hanya satu bohlam kecil yang berpendar remang-remang menggantung di tengah-tengah ruangan. Satu buah pintu besi tertutup dan terkunci rapat. Tak ada satu pun kaca yang menempel di sisi dinding ruang tahanan itu. Hanya sebuah meja yang dipojokkan, dan sebuah kursi kosong di seberangnya, serta satu buah ventilasi udara yang terpahat tinggi di atas pintu.

Ketika sebuah suara gemerisik menggema di telinganya, Raymond membuka mata. Seekor ular besar sedang merayap ke arahnya, serta merta ia membelalak, ketika dia tahu itu adalah Tuannya, Balthazar.

Seorang penyihir botak duduk di kursi, asap masih menguar dari beberapa sisi tubuhnya, saat ia berubah wujud. “Nasib yang menyedihkan, Caradoc.” Suara tua itu menggetarkan Raymond. “Kau gagal lagi.” lanjutnya.

Ketakutan Raymond membuatnya merinding sekujur tubuh. Nada bicara Balthazar padanya dipenuhi kekecewaan. Ia mengangkat kepalanya tegak-tegak menghadap sang Tuan. Pipi kempotnya sedikit bergetar, bibir keriputnya berusaha bergerak. “Master ….” suaranya sangat lirih, dia benar-benar lemah dan menderita. “Beri aku kesempatan satu kali lagi.” Ia memohon dengan sangat.

“Itu sudah cukup, Caradoc.” Tatapannya begitu tajam, menumpuk kekhawatiran Raymond yang semakin membesar. Karena itu akan berarti ia sudah tak dibutuhkan lagi. “Karena aku sudah tahu di mana gulungannya."