Bab 28

18 8 9
                                    

Ketika tak ada yang menyadari, semua lupa bersama kecamuk perang yang menggencar di hadapan mereka. Maka dari atas langit, sang naga mengaum. Dengungnya menggema sampai ke tanah. Rasa takut seperti selimut, tiba-tiba jatuh merata ke atas permukaan medan pertempuran. Hampir sebagian besar mereka pun serentak mendongak, mencari-cari sumber aumannya ke atas, wajah-wajah mereka tegang.

Gelap gulita sudah, langit ditutup tirai malam. Namun petir-petir yang menyambar di dalam awan, sekilas memperlihatkan bayangan ngerinya. Tak berapa lama pun hilang lagi, seperti ditelan dalam gelap. Setelah itu, pertarungan menjadi lebih sengit. Kedua pasukan pasti merasakan takut, sebab itu lah mereka menggempur musuh lebih gencar, supaya pertempuran segera usai, sebelum sang naga itu turun.

Ketika Brody mendengar auman itu, ia mengutuk, “Holy Shit!” Seekor kuda menabraknya kencang, hingga ia jatuh dari punggung tunggangannya. Ia sedang dikepung dua musuh, dengan segera bangkit menyambar kembali pedangnya, lalu meladeni pertarungan, hingga berhasil menghabisi mereka. Hampir saja ia ketinggalan kudanya yang tiba-tiba meringkik hendak lari, seperti kepanikan. Ia segera mengejarnya, dan berhasil menyambar tali kekang si kuda. 

Brody menenteng pedangnya, menunggangi kudanya dan berpacu dengan mengayunkan pedang ke kanan dan kiri, menebas para musuh. Sesekali, ia gunakan kekuatan api birunya, saat situasinya terdesak, ia tak ragu meledakkan serangan besar. Ia adalah prajurit yang handal. Terkadang, satu serangannya mampu langsung membakar hangus musuh, dan mati seketika di tempat. Di tengah-tengah pertempuran itu, sambil bertarung, Brody mencari-cari Warren. Matanya mencuri-curi berusaha menyisir medan perang. Bukan meragukan nyawanya dalam pertempuran ini, bahkan ia yakin Sang komandan pasti masih hidup, hanya saja Brody butuh untuk memberitahunya sesuatu. 

Di sisi lain, pinggiran kota mati, dekat hutan tandus, Si tua itu mencabut belatinya cepat, saat sang pemuda Raven melesat, menghujamkan pedang atasnya. Sebuah cincin api menghempas, kala denting senjata mereka beradu, melengking nyaring. Dengan seluruh kekuatannya pun, tangannya masih bergetar menahan serangan pemuda itu. Belatinya--yang sepanjang hasta, terlalu pendek dibanding dengan pedang perak lawan. Tetapi, sepertinya itu bukan masalah untuknya, kala ia terlihat puas musuhnya bersungut-sungut.

“Jadi, akhirnya waktunya tiba. Kala semua kekuatan berkumpul di tanganku!” Ia berteriak dengan mendorong belatinya kuat-kuat. Maka Jacob pun terpukul mundur beberapa langkah.

“Dan kemudian, aku akan mengambil Raven-mu.” Kedua matanya tiba-tiba menyala, dan aura merah keluar dari sekujur tubuhnya, seperti api, membakar naik ke atas. Ia mengerang mengerahkan kekuatan besar untuk keluar. Tatkala kulit tangannya sampai terkelupas sedikit demi sedikit, pedangnya pun disulut api. Serta merta, ia ganti berkelebat menerjang. Serangannya berhasil menghentak Jacob dengan sengit. “Ada apa, Nak?! Kau terus menghindar?!” 

Balthazar menggempurnya dengan serangan dari berbagai arah, tak memberi kesempatan sedikit pun untuk balik menyerang, hingga Jacob nampak lebih kesal. Ia berkata lagi, “Biarkan aku melihatnya! Kau memiliki dendam atasku, bukan?!”

Sebuah serangan Balthazar diiringi api, lalu meledak tepat di atas Jacob. Kobaran api pun memberikan jarak, Jacob mundur beberapa langkah. 

Dadanya bergemuruh, ucapan Balthazar membuatnya semakin marah. Ketika kematian seluruh teman-temannya semakin menghantui, terlintas senyum Irene, hingga teriakan ayahnya saat dibunuh terngiang jelas di telinganya. 

Setelah ledakan api selesai, Jacob berteriak sekeras-kerasnya. Kini ia ganti mengerahkan kekuatan api biru yang besar. Melalui kedua tangannya, api itu merayap ke pundak, lalu berkobar di sekujur tubuh. Ketika pedangnya disulut, seekor gagak muncul menciptakan diri dari api biru Jacob, bertengger di pundak sebelah kanan. Ketika Jacob melesat maju, gagak itu terbang menyertainya.

Stone Of Prime (Versi 0.2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang