Bab 26

14 9 7
                                    

Balthazar membuka gulungan mantra itu, bahannya terbuat dari kulit, tebal; terukir padanya barisan kalimat yang dikata sebagai mantra. Tintanya adalah darah kering yang telah menghitam. Lalu, ia menyulut api merah dengan sigil di kedua tangan, dan membakarnya. 

Gulungan itu seolah melawan, memberikan tekanan besar pada kekuatan api Balthazar. Maka, dengan mengerahkan kekuatan yang lebih besar, ia berusaha membakarnya dengan lebih dahsyat. Matanya melotot, urat-urat wajahnya sampai keluar, dan suara tuanya mengerang keras. Tatkala kesungguhan menjadikan apinya berkobar lebih ganas, ia mulai berhasil.

Ketika lembaran mantra itu mulai terkoyak sedikit demi sedikit, barisan mantra-mantra itu lepas dari lembaranny, Mengobarkan api biru, yang tersulut menyala di setiap hurufnya. Abjad-abjad kuno itu berbaris memanjang, mengambang di tengah-tengah kobaran api merah yang ditopang Balthazar.

Gemuruh dari dengkur sang naga mengaum lebih nyaring, kala mantra batu kunci sudah siap digunakan. Namun, itu tidak akan mudah bagi Balthazar, karena ia bukan pemilik api biru. Membutuhkan satu kata kunci lagi, untuk mengendalikannya, sama seperti para klan Raven yang mengucapkan kata itu untuk mengendalikan kekuatan mereka. Dengan kebutaan ambisi, Balthazar nekat mengucapkannya. “Mathius!” serunya lantang. Maka, serta merta ia mengatupkan rahangnya keras-keras, menggigit geraham, menahan amukan dari dalam sebagai konsekuensi, kala kekuatan api merah miliknya menyentak. Bergejolak seperti berontak, saat mendengar mantra yang salah. 

Barisan mantra yang memanjang itu akhirnya mulai luluh, mengikuti kemana pun arah lingkaran sigil pada kedua tangan Balthazar menggiring. Ia mendorongnya maju ke arah batu kunci, petir-petir kecil yang menyambar disekujur batu itu pun mengulur-ulur seperti menyambut, sementara api biru yang berkobar menyelubunginya semakin menari-nari.

Perlahan, dengan tekanan yang kuat didorong Balthazar, barisan mantra itu mulai menembus lapisan api, dan melilit batu kunci seperti ular. Tatkala batu itu berhasil dililit sekujurnya, lantas sebuah cincin api biru meledak dari pusatnya. Menhempas keras sekelilingnya. Balthazar sigap menciptakan perisai api merah, dan berhasil berlindung.

Setelah ledakan itu berakhir, apinya lenyap di udara, maka api biru yang menyelubungi batu kunci perlahan menciptakan wujud. Seiring dengan itu, sulur-sulur api penyangga dinding perisai pun mulai putus. Mencuat kasar ke berbagai arah, bahkan membuat suara desing kala lecutnya mengayun cepat di udara. Serta merta, tanah pun bergetar hebat. Makhluk di dalam sana kembali mengaum, gemanya bahkan memekikkan telinga. Lalu, disusul urat-urat lava pada dinding batu goa yang mencair dan mengalir lebih deras.Balthazar mematung menyaksikan itu, sementara Galahar terperangah.  

Ketika telah sempurna, api biru penyelubung itu berwujud seekor gagak besar. Ia mengambang di atas batu kunci, mengepak-epakkan sayapnya yang terbuat dari api. Sekujur tubuhnya adalah api biru. Tatkala cakarnya mencengkram batu kunci, serta merta ular mantra yang telah menempel melilit semakin kuat, bersinar lebih terang, tekanannya berusaha menghancurkan batu itu. 

Garis-garis bersinar mengukir retakan pada batu itu, ia mulai retak. Tumpukan batu penyangganya pun bergetar, sementara dinding perisai semakin menyala dan berkobar lebih dahsyat. Diiringi auman yang semakin sering diraungkan.

Galahar ngeri menyaksikan itu, dia berteriak ketakutan, “Tuan! Kita harus segera pergi dari sini!”

Namun Balthazar terlalu gila, ia percaya diri akan keluar dengan selamat. Diam dan menulikan diri dari rengekan anak buahnya yang mengkhawatirkan. 

Kala gagak api biru itu tiba-tiba menggaok lantang, maka seketika batu itu retak bersinar sekujurnya. Dinding perisai pun bergetar lebih hebat dari tanah. Mulailah, garis-garis bersinar putih mengukir retakan, perlahan-lahan hingga merata. Ketika, mencapai puncaknya, batu itu pun hancur menjadi kerikil, berjatuhan ke tanah berselubung api biru, dan tumpukan batu penyangganya pun roboh bersamaan; maka dinding perisai itu pun pecah terbelah-belah. Setiap bongkahannya dilahap api biru, dilenyapkan seiring jatuh ke tanah.

Stone Of Prime (Versi 0.2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang