Chapter 1

9.2K 885 118
                                    

Di siang hari yang sangat cerah, bel istirahat berbunyi, seluruh siswa dan siswi berbondong-bondong keluar dari kelasnya masing-masing untuk membeli makanan di kantin.

Tapi berbeda dengan gadis bersurai (h/c) ini, ia malah tengah menulis rumus-rumus matematika yang rumit dipahami di sebuah buku, (name) adalah nama gadis itu.

Di sebelah kanan dan kiri (name) terlihat ketiga gadis yang tengah berbincang-bincang ria.

Salah satu gadis itu melirik ke arah (name). "(name), sehabis ini tuliskan di bukuku juga ya." ucapnya sembari meletakan bukunya di meja (name)

"A— Apa? T— Tapi aku ingin makan dulu." tolak (name) dengan tangan yang sedikit bergetar.

"Huh? Kau mau melawan?"

"Ma— Maaf, tidak ... Aku akan mengerjakannya."

Dengan pasrah, (name) mengambil buku milik 'temannya' dan mulai menulis rumus-rumus matematikanya.

Ketiga gadis tadi adalah sekelompok orang yang suka membully (name), mereka sering meminta (name) mengerjakan tugas mereka bahkan tak segan-segan memukul (name) bila (name) menolak atau melakukan kesalahan.

Tak apa, itu semua sudah biasa baginya. Ia tinggal sebatang kara karena orang tuanya meninggal 5 tahun yang lalu, itulah yang menyebabkan (name) dibully. Orang tuanya hanya meninggalkan uang tak seberapa, jadi (name) harus bekerja di kafe untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sangat malang.

.

.

.

Bel pulang berbunyi, name merasakan sakit di tangannya akibat menulis terlalu banyak, bahkan ia harus memplester jari telunjuknya karena sempat terluka kemarin.

"Bye bye (name), jangan lupa kerjakan PR Sejarahku." ucap gadis pemimpin kelompok yang membully name, Rika.

"Aku juga~" -Kanna

"IPA punyaku jangan lupa." -Nao

(name) menghela napas pasrah, mengapa hidupnya begitu menderita? Meski menderita ia tak bisa melakukan apapun, ia tak memiliki teman, keluarga, atau siapapun yang bisa ia ajak berbicara.

"Ahh ... Aku ingin menangis." keluh (name) sambil berjongkok di ambang pintu, memeluk lututnya sendiri.

"(surname)-san?" panggil seorang pria surai pirang bergaya undercut yang tiba-tiba saja berada di hadapan (name).

(name) sontak mendongak, terlihat iris (e/c) name yang berkaca-kaca. Buru-buru ia menyeka air matanya, sangat memalukan dilihat teman sekelas yang bahkan tidak akrab dengannya.

"A— Apa ada masalah, Matsuno-san?" tanya (name) sembari berdiri.

"Bukan apa-apa. Hanya saja aku melihatmu sedang berjongkok seperti itu. Aku jadi khawatir." jawab pria bernama Chifuyu tersebut.

Dikhawatirkan oleh orang? (name) harap ia tidak salah dengar. Baru kali ini ada yang mengkhawatirkan dirinya. Meski (name) tidak tau itu tulus atau tidak, yang pasti (name) menjadi sedikit senang.

"Terima kasih, Matsuno-san."

"Untuk apa?"

"Karena telah mengkhawatirkanku."

"Ohh ... Kau mau pulang?"

"Iya ... Kalau begitu, sampai jumpa!"

(name) pun berjalan keluar sembari melambaikan tangannya pada Chifuyu. Sementara itu Chifuyu hanya memerhatikan (name) yang semakin menjauh dan menghilang dari pandangannya.

.

.

.

Di luar sekolah sungguh sepi, sepertinya seluruh siswa siswi telah pulang. Ia berjalan menuju gerbang namun 3 orang pria berbadan kekar mencegatnya.

"Dia kan orangnya?"

"Ciri-cirinya persis seperti yang disebut Rika."

"Bagus, ayo bawa."

Tubuh (name) mulai bergetar hebat, baru saja ingin berteriak meminta tolong, salah seorang pria itu membekap mulut (name) dengan sapu tangan lalu membawanya ke belakang sekolah.

Sesampainya di belakang sekolah, (name) dihempaskan begitu saja sampai punggungnya membentur tembok. (name) meringis kesakitan.

"Siapa duluan?"

"Aku saja!"

"Dia masih perawan bukan?"

Pria yang tadi membekap (name) pun mendekat ke arah name sedangkan dua lainnya mundur ke belakang, pria itu mencoba untuk membuka baju seragam (name). Tentu saja (name) berteriak meminta tolong, namun sekolah sudah sepi, ia hanya bisa berharap seseorang datang menolongnya.

Buagh!

Sebuah tendangan mulus mengenai wajah pria tersebut. Pria itu seketika terhempas ke samping dengan hidung yang berdarah akibat tendangan tersebut.

"Matsuno-san?!"

"(surname)-san, Kau tak apa?" tanya Chifuyu menoleh ke arah (name).

"A— Aku tidak apa-apa."

"Sialan, apa yang kau lakukan?!"

Pria satu lagi memukul wajah Chifuyu, tepat mengenai pipi kanannya. Namun itu bukan apa-apa baginya, Chifuyu membalas pukulan itu dengan memukul wajah pria tersebut hingga sang pria terhempas ke belakang.

Sementara pria terakhir yang baru sadar bahwa orang yang ia lawan adalah Chifuyu Matsuno langsung kabur terbirit-birit meninggalkan dua temannya yang lain.

"(surname)-san, kau bisa berdiri?" tanya Chifuyu sembari mengulurkan tangannya.

"A— Ano ... Terima kasih, Matsuno-San" jawab (name) menerima uluran tangan Chifuyu.

"Itu ... Panggil saja Chifuyu ...."

"Ta— Tapi ...."

"Sebagai gantinya aku akan memanggilmu (name)."

"Baiklah, Mats— Chifuyu."

"Ayo pulang, (name)."

"E— Eh?"

"Ku antar. Aku takut kau kenapa-napa di jalan."

(name)  menatap luka lebam di pipi kanan Chifuyu lalu secara tak sadar malah memegangnya, membuat si empunya meringis kesakitan.

"Ma— Maafkan aku!" ucap (name) sembari membungkukkan tubuhnya.

"Luka seperti ini bukan apa-apa. Ayo cepat jalan. Nanti ku traktir Peyoung Yakisoba."

"Ah, iya!"

===================================

Ok, hai hai~ Mafuyu desu~

Kalau rame ku lanjut ya, kalau tidak ya sudahlah ....

Mafuyu
- 8 Juni 2021 -

Chifuyu Matsuno x Reader [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang