15. Left Behind - 🐯🐻

200 25 16
                                    

AUTHOR :ketambar
RATING : Teen and Up Audiences
⚠️mention of death







Bomin menyeimbangkan kantong belanjaan di tangan kiri, sementara tangan kanan menenteng kardus bakery dan berusaha memutar kenop pintu apartemen.

“Aduh!” Sebutir jeruk jatuh dari kantong kertas berwarna cokelat, menggelinding di atas lantai keramik yang dingin hingga berhenti saat menabrak kaki lemari.

“Hyung, aku pulang!” Dia berseru menyapa, meletakkan bawaannya di atas meja.

Dia memandangi gelas di hadapannya yang setengah terisi air mineral dingin. Sebelumnya ada beberapa balok es di dalam, tapi kini sudah meleleh habis. Pinggirannya penuh dengan kondensasi yang mengalir turun, membentuk genangan cembung di sekeliling gelas.

Bomin menghela napas dan mengangkat gelas ke bibirnya, meminum isinya hingga tandas.

“Tadi aku ketemu Jangjun-hyung sama Taek-hyung, mereka jadi pindah ke apartemen di bawah kita.” Dia mulai mengeluarkan isi kantong belanja satu per satu. Jeruk dan apel dipindahkan ke dalam mangkuk buah. Karton susu dan minuman kaleng bersoda dimasukkan ke dalam kulkas, begitu pula sayur-mayur dan telur. “Nanti sore aku ke sana mau bantuin mereka.”

Dari area kamar mandi terdengar suara alunan musik yang menandakan cucian selesai diputar. Bomin mendengus tertawa. Meninggalkan kantong belanjanya untuk memindahkan cucian ke dalam hamper untuk dijemur. Kalau menunggu nanti, dia selalu lupa. Jibeom selalu marah karena baju-baju mereka jadi lembap dan berbau apak.

Bomin membuka pintu balkon dengan menggesernya. Harus sedikit ngotot karena rel bawahnya sudah lama tidak dibersihkan. Banyak debu kotoran menumpuk di sana.

“Tadi aku juga ketemu Bibi Lee di supermarket. Terus aku malah dikasih biskuit jahe banyak banget. Gimana ngabisinnya ya, Hyung? Kalo kelamaan gampang tengik, kan?” Dia mulai menggantungkan pakaian satu per satu. Tak lupa menahannya dengan penjepit kayu agar tidak jatuh tertiup angin.

Deretan tanaman dalam pot di belakangnya terlihat segar setelah disiram. Bunga mawar merah yang ditanam Jibeom mulai mekar kuncupnya. Bomin meninggalkan sejenak tumpukan cucian untuk berjongkok di depan bunga di dalam pot. Warnanya tak lagi putih bersih beraksen biru; kini terlihat kecokelatan terkena tanah.

Dia mengulurkan tangannya dengan telunjuk teracung, menyentuh ujung duri mawar.

“Aduh!” Saat dia menarik tangannya kembali, ada setitik darah di ujung jari telunjuknya.

Samar-samar terdengar suara dari dalam apartemen. Bomin mengecap pelan, mengisap darah di jari telunjuknya.

“Iya, bentar! Lagi jemur baju!”

Dia bangkit dan cepat-cepat meneruskan kegiatan menjemur yang tertunda. Lagipula berdiri di balkon sebentar saja dia sudah kepanasan. Ini hari yang terik.

Bomin meninggalkan hamper di luar di dekat tiang jemuran, lalu masuk ke dalam dan susah payah menarik pintunya agar menutup. Dia benar-benar harus membersihkan relnya dalam waktu dekat. Kalau bisa hari ini. Dia tidak mau membayangkan Jibeom mengomel lagi.

Dia hanya menghela napas melihat kantong belanja yang masih terserak di atas meja. Biskuit jahe dari Bibi Lee juga belum dipindahkan ke dalam toples.

Ah, Bomin baru ingat dia tidak tahu di mana toples-toples koleksi Jibeom. Biasanya mereka hanya mengeluarkannya saat ada tamu, tapi dia tidak tahu harus memakai wadah apa lagi. Dia akan mencarinya nanti.

Bomin celingukan mengendarkan pandangannya, lalu menggaruk kepalanya yang sedikit gatal karena terkena sengatan matahari.

“Ke mana dia?” Dan mengangkat bahu tidak peduli.

Berarti bukan sesuatu yang darurat dan membutuhkan perhatiannya saat itu juga.

Lagi-lagi dia menghela napas, lalu membungkuk untuk memunguti benda-benda yang berserakan di lantai. Kaos kaki yang hanya terlihat sebelah, bon belanja yang sudah diremas, potongan ujung bungkus keripik yang sedikit basah karena ditarik dengan gigi.

Eww. Pantas saja Jibeom sering marah-marah, ternyata dia memang seberantakan ini.

“Kemarin aku ketemuan sama Joochan-hyung di perpus. Ngerjain tugas kuliah sama Jaehyun-hyung juga.”

Tempat sampah yang tersembunyi di bawah konter dapur sudah hampir penuh. Tapi setidaknya kali ini tidak ada barisan semut seperti minggu lalu, yang sibuk berlalu lalang memindahkan selai dari wadah yang lupa tidak ia bersihkan terlebih dahulu.

Dia memang teledor.

“Terus nanti akhir pekan aku libur kerja. Iya, ternyata aku masih betah kerja part time di kedai kopinya Daeyeol-hyung.” Bomin menyemprot permukaan meja dengan cairan desinfektan, lalu mengelapnya sampai kering. Berpindah ke lemari buffet untuk membersihkan debu-debu yang menumpuk setelah dua minggu ditelantarkan. 

“Berarti aku yang menang taruhan, kan? Tapi nggak apa-apa, akhir pekan aku ke tempat Hyung. Aku bawain cheesecake kesukaan Hyung. Nanti kita makan bareng, ya?”

Tangannya berhenti mengelap permukaan kayu yang kini sudah mengilap. Terulur untuk menyentuh bingkai foto di hadapannya.

Foto Jibeom dan dirinya berangkulan sambil tersenyum lebar melihat ke arah kamera.

“Hyung, aku kangen…”

Tiba-tiba dadanya terasa sesak. Air matanya menetes turun, segera diseka dengan gusar.

Dia sudah janji tidak akan menangis lagi. Dia sudah terlalu sering menangis. Kenapa air matanya belum habis juga?

Terdengar suara mengeong dan sundulan pelan pada kakinya. Bomin menoleh ke bawah dan tersenyum kecil mendapati kucing mereka yang berwarna putih bersih mengusap-usapkan kepala pada kakinya sambil mendengkur pelan.

“Minki lapar, ya? Tadi dicariin nggak ada.”

Dia menghela napas bergetar. Melangkah menuju lemari dapur untuk mengambil makanan kucing. Meninggalkan foto di atas buffet, dan sebuah surat kabar dua minggu lalu yang terbuka di sampingnya.

Young college student killed in multi-car crash on freeway in Seoul

A 21 year old male college student named Kim Jibeom, was killed in a multi-car crash on Interstate 2 in Seoul, Sunday morning--

𝐌𝐨𝐦𝐞𝐧𝐭.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang