06. Why Don't We - 🦁🐰🐮

268 21 23
                                    

Author : burberryeon (Eun).
Rating: General audience.
⚠️main characters death, (mentioned, implicitly) self-harm, male-pregnancy.


---

Dia membencinya. Tidak ada satu bagianpun yang dia ingat dia sukai, semuanya kacau, semuanya bermasalah— semua. Perasaan di dadanya berdentum keras, menghantarkan jutaan gigil sampai ke ujung kakinya. Gila, dia gemetaran dalam pikirannya sendiri. 

Apa, apa yang dia harapkan? Hopes has only ever failed him. Mungkin memang salahnya, semua salahnya dan ribuan pikiran, bayangan yang dia ciptakan sendiri dalam kepalanya. Ekspektasinya, harapannya terlalu tinggi, mungkin. Kenapa dia ketakutan sendiri sekarang? Kenapa dia harus berantakan sendiri? 

"Kamu pergi, ya kan?"

Hening menyapanya. Siapa yang mau membalas? Tuturnya hilang bagai buih, tertelan angin hembusan entah kemana. Sungyoon mendesah. 

"Lee Daeyeol... Jangan— kenapa... Apa-apaan, menurutmu aku kuat berdiri disini sendiri? Jangan mengikutinya— tolong, kenapa— ha, kenapa kau tidak membawaku juga? Apa yang kau pikirkan?"

Oh, how bad he wanted to cry. Tapi sulit, dia bahkan tidak merasa dia sanggup membuat dirinya sendiri menangis, tidak bisa melepaskan perasaannya. Dia terlalu takut... ibaratkan segenggaman butir rasa yang akan jatuh begitu dia melepaskan cengkeramannya.

"Aku lelah, aku juga lelah. Terima kasih sudah mempercayakan diriku padanya, tapi— Daeyeol-ah, sekeras apa pun aku melihat usahanya, semuanya mengingatkanku padamu dan dia...

"Tolong, bilang pada Jibeom, t-tolong, katakan dengan jelas, aku mencintainya seumur hidupku. Maaf, maaf aku tidak bisa menjaganya... A-aku, aku— Jibeomie, Jibeomie — setelah dia, kau juga."

Sungyoon menundukkan kepalanya. Ia meremat bajunya kuat-kuat. Sekilas, kau bisa lihat jelas bekas luka pada lengan bajunya yang tertarik ke atas. Sungyoon bukan orang yang tahan menerima semuanya. Dia bagaikan bom waktu. Bisa meledak kapan saja...

"Katakan pada Jibeomie... Meskipun aku hanya bisa mengenalnya 5 bulan, aku sangat-sangat bersyukur dan bahagia atas keberadaanya buatku, terima kasih. Terima kasih sudah menjadi bagian hidupku."

Semesta membencinya, Sungyoon tau sejak dahulu, dia memang tidak untuk dicintai. Semua orang direnggut dari padanya. Seberapa besarpun dia berusaha mempertahankannya, pada akhirnya Sungyoon kembali jatuh dalam kubangan nasib. 

Atau mungkin, dia yang tidak bisa egois mempertahankan semuanya. Dia hanya bisa membiarkan mereka pergi, meskipun itu berarti kehilangan selamanya. 

Sungyoon berdiri dari sana, dia menepuk celananya untuk menghilangkan debu tanah yang menempel lalu tersenyum. "Aku akan merindukan kalian." Dia berlalu dari sana dengan gerakan lambat dan lelah. 

--

Jangjun melihatnya. Jangjun tidak buta, dia tidak butuh orang lain untuk mengatakan kalau Choi Sungyoon tidak akan pernah membalas cintanya. Kehilangan Daeyeol berarti kehilangan sahabatnya dan melihat orang yang dia cintai—suami sahabatnya sendiri—hancur lebur bersamaan dalam dalam perawatannya.

Daeyeol menitipkan Sungyoon padanya. Sesulit apapun baginya untuk melihat Sungyoon terluka, lebih sulit lagi bagi Sungyoon untuk jatuh berkali-kali dan harus bangkit tanpa membalut lukanya.

Pria itu bersikap kuat, seolah-olah dunianya tetap teguh, mengatakan ratusan 'aku tidak apa-apa' pada orang lain dan mungkin pada dirinya sendiri.

Jangjun tidak bisa menghentikan hatinya untuk mencintai Sungyoon, tapi dia juga tidak sampai hati meminta Sungyoon mencintainya. Begini lebih baik, jauh lebih baik. Paling tidak Jangjun bisa terus melihatnya, meskipun tidak ada balasan bagi perasaannya.

Jangjun berkali-kali, melihat bagaimana terlukanya lengan Sungyoon, tapi laki-laki itu tidak bergeming. Sungyoon menangis sendirian, Sungyoon menderita sendirian. Jangjun tidak bisa meraihnya. 

Jangjun tidak bisa memeluknya untuk mengatakan segalanya akan baik-baik saja. Jangjun tidak bisa mendatanginya dan menggenggam tangannya. Jangjun tidak bisa masuk, tidak ada celah baginya untuk tinggal dan mengetahui isi hati Sungyoon lebih dalam lagi.

"Yoon."

Senyum itu lagi. Senyum palsu yang Sungyoon sebarkan setelah kepergian Jibeom, katakan aku baik, sudut bibir yang tertarik tanpa binar mata yang bersinar. Tidak setelah seorang Lee Daeyeol tidak berada disebelahnya lagi.

"Jangjun-ah, ayo pulang." Pulang. Kata ini tidak merujuk pada rumah mereka, tempat Jangjun bisa memiliki Sungyoon secara semu. Mungkin hanya suatu tempat singgah Sungyoon sebelum beranjak menjalani kehidupannya lebih lanjut.

Masuk ke dalam mobil dan mengendarainya ke arah jalan raya, hening menyertai mereka. Jangjun diam, tidak berani menoleh untuk sekedar melihat Sungyoon. Sebesar apapun keinginannya untuk memiliki Sungyoon, kehadiran Daeyeol dalam ingatan selalu berhasil mengendalikan ketamakannya.

"Jangjun-ah," gumam Sungyoon ketika Jangjun sudah mematikan mesin mobil.

Jangjun menoleh, mempertemukan matanya dengan sebuah senyuman manis dari Sungyoon. Itu senyum yang membuatnya jatuh. "Ya?"

"Kalau aku akan... berhenti— ah, lupakan. Terima kasih sudah mengantarku ke sana." 

Harusnya Jangjun tau, Sungyoon tidak berniat untuk kembali dan melanjutkan perjalanannya.

That one day in April, Jangjun lost everyone.

--

In Memory Of

CHOI SUNGYOON

Loving Husband, Mum,

and Friend.

31 July 1995

11 April 2027

Mother of

Lee Jibeom   2025-2025

Husband of

Lee Daeyeol  1993-2026

𝐌𝐨𝐦𝐞𝐧𝐭.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang