19. Ruang - 🐯🍞

268 21 5
                                    

Author    : b
Rating    : General Audience


***

Segala bentuk imaji yang ada dalam mimpi semakin mencekat hati, memaksa akal sehat untuk percaya bahwa semua kian menjadi nyata. Keduanya masih diam, saling merengkuh tubuh dalam gelap yang ikut membelenggu. Letih dan bingung menjadi satu ketika sadar semuanya tidak akan bekerja seperti apa yang terus dipinta dalam doa.

Di atas kasur, dalam ruang gelap dengan hujan deras di luar jendela, bertukar peluk dan berbagi hangat. Merasakan kehadiran masing-masing adalah satu-satunya hal yang dapat dilakukan. Menikmati waktu yang terus pergi bersama dengan detaknya yang seakan tak ada niat untuk berhenti.

"Aku pernah kasih tau kamu?"

"Tentang?" netra masih terpejam, napasnya memonopoli aroma tubuh yang lebih tinggi. Terlanjur nyaman dalam balutan kasih yang lebih tua, serta keadaan yang berusaha dilupa.

"Aku mau kamu ... lebih dari apapun,"

Senyum terpatri indah di wajah yang lebih tua, seakan mengiyakan pernyataan lawan bicaranya. Bak mengerti bahkan jika tanpa adanya informasi.

"Beom,"

"Hm ...."

Pelukan terlepas, bertukar tatap seolah ada makna yang sama sekali tak bisa untuk dilupa. Makna yang selama ini dipendam dalam bisingnya diam ruang hampa di kepala.

"Dari semua hal, aku cuma mau untuk bertahan,"

Masih di sana, di ruang gelap yang lambat laun menjadi semakin suram. Seluruh kepala menentang apa yang mereka sebut cinta, bahkan bunga yang setiap minggunya menghias vas di pojok kamar akan mengatakan hal yang sama.

Tapi tidak ada yang bisa mempengaruhi mereka. Tidak akan membiarkan satu sama lain pergi, atau berbicara dan berjalan menjauh secara perlahan. Melihat bayang mengerikan yang terputar itupun sudah terasa seperti dibunuh pelan-pelan.

Yang dilakukan selama ini hanya bersembunyi, menunggu, dan berharap. Berharap pada dunia dan kelembutan hatinya untuk menerima. Walau pada akhirnya, hanya terjebak dalam ruang sepi di kesendirian, juga berlari dalam bual hati ... mereka tetap akan memberi cinta seutuhnya.

"Aku tau,"

Sorot matanya melembut, yang lebih muda hanya menikmati detik jam dan mengagumi pahatan Tuhan yang terlalu indah untuk dirinya miliki. Tangan kanan perlahan naik dan menangkup pipi pemuda dalam peluk, untuk kemudian mengelusnya dengan ibu jari.

Senyum berkembang, ada sesak dan hampa yang kian waktu kian tumbuh pada tiap-tiap sudut dalam diri yang tak berbentuk, yang setiap hari dipupuk untuk akhirnya tetap hidup.

"Bukan sekedar alasan 'waktu yang terlanjur dijalani terlalu lama', Jae. Ada rasa yang masih sama, ada memori pertama yang terlalu sayang untuk dilupa,"

Keduanya terdiam, ada bunga-bunga indah dalam hatinya. Juga kupu-kupu kecil yang beterbangan dalam perutnya, menegaskan rasa bahagia yang mutual.

Hari berganti hari, hingga waktu menjadi selamanya. Pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan agar pantas, menjadi satu-satunya yang terus terngiang. Pula terus terjawab dengan genggam erat yang selalu hadir.

"Ada rindu yang terus menghujan di kamar, Beom. Ada sakit di tulang rusuk yang entah apa obatnya. Kenapa di sini kita masih bisa tersenyum?"

"Ibarat pengelana, sejauh apapun aku pergi, cuma suara kamu yang bisa aku dengar, Jae. Badanku, jiwaku, bahkan pikiranku ... semua punya kamu. Jangan tanya kenapa, dan gimana kamu ambil kendali soal itu semua, karna aku juga ga tau ...."

"But one thing i know for sure, i'm in love ... with the way you take me home, Jaehyun,"

Mengganjal dada ketika sama-sama mau menunjukkan, bagaimana rasa rindu yang mengalir dalam darah, merasuk kedalam tulang. Bagaimana tangis dalam hening selalu mendamba dan menunggu untuk sesuatu yang mungkin tidak akan pernah didapat.

"Gimanapun, aku bisa merasa paling bahagia sekarang. Aku satu-satunya yang bisa ngerasain perjuangan begini ... karna bahkan indah bunga di relung sepi nentang, tapi pada akhirnya aku punya kamu, Jae,"

Mungkin benar, ketika deru melodi angin berbisik di telinga, bahwa mereka memilih untuk berbincang dan berjalan bersama, di jalan yang rumit untuk diketahui tafsirnya. Memilih cinta yang tidak dapat diterima, mengambil resiko yang kelak akan menjadi nyata.

"Jaehyun ... aku manusia paling beruntung yang bisa liat semua. Waktu orang lain milih untuk jadi buta,"

Dunia dan seisinya, beroposisi tentang apa yang mereka yakini sebagai cinta. tidak setuju atas keputusan mereka untuk masih dan terus bersama. Mereka menutup telinga dan membiarkan si terkasih memberi tau apa yang harus di lakukan agar kian pantas.

Entah bagaimana ujungnya, yang jelas biarkan insan Tuhan ini saling mencinta, di bawah detak waktu yang menghitung hari, hingga semua tidak hanya angan belaka. Karena cinta terbesar adalah cinta yang tak dapat dipandang mata.

"Jibeom,"

"Ya?"

Biarkan keduanya hanyut dalam nuansa gelap yang mencekik dalam ruangan, karna sejatinya tetap ada bisik ragu yang mengikat kedua hati untuk dipaksa bersama. Tentang bagaimana akhir kisah mereka, biarkan menjadi tanda tanya, hingga mungkin selamanya.

"Are we meant to be bound?"

𝐌𝐨𝐦𝐞𝐧𝐭.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang