20. Milik - 🦊🐜

204 22 32
                                    

Author    : b
Rating    : T+/M
TW    : MCD, darah, kekerasan eksplisit, mental illness (obsessive love disorder, bipolar), toxic relationship.



****

Napasnya semakin memburu seolah berlomba dengan waktu yang jarumnya terus berputar. Seakan yang pertama habis adalah pemenang dari entah apa yang dipertaruhkan. Matanya perlahan terbuka, membawa pikiran yang sedari tadi bergelut dengan alam bawah sadar kembali menapak pada dunia nyata.

Suara dentingan dari ujung ruangan terdengar semakin nyaring dan memuakkan. Matanya mencoba menerawang ke setiap celah di kamarnya, mencari sosok yang selalu hadir dalam bunga tidur dan hari-harinya. Sosok yang selama ini membuatnya berada dalam kelabu dunia, tanpa rasa pasti apakah hitam atau putih.

"Hyun ...?" bibirnya bergetar kala suara parau itu keluar dari kerongkongan. Panik. Ada secercah ketakutan jika semua mimpi buruk dan bising di kepalanya akan jadi sebuah realita.

Ia takut, jika Donghyunnya pergi.

Kakinya bergerak semakin cepat, tak karuan hilir mudik mencari ke setiap celah di apartemennya. Tidak ditemukan bahkan bayangan hidung dari sosok yang ia cari. Dia takut, dia panik, dia kalap. Satu persatu barang berhamburan, bahkan tak sedikit barang pecah belah yang berhasil melukai kakinya.

Teriakan demi teriakan keluar seolah menjadi lagu yang terus berputar, bersama dengan ruangan yang tanpa henti dihancurkan seisinya. Dadanya bahkan terlalu sesak untuk bisa mengeluarkan air mata lalu menangis seperti bayi yang kehausan.

"H-hyun??? Donghyun?!! DONGHYUN!!!"

Bisikan itu semakin menggema, bisikan di kepala tentang bagaimana jika Donghyun pergi? Bagaimana jika Donghyun muak dengannya? Bagaimana jika Donghyun hanya iba padanya selama ini? Atau bagaimana jika Donghyun-

"... Joochan?"

Yang dipanggil mengalihkan pandangan, netra menangkap sosok laki-laki yang menutup pintu dengan tergesa. Barang bawaannya dilempar ke sembarang arah untuk menuntun kaki, agar berlari dan meraih tubuh yang lebih muda ke dalam dekap.

"Joochan, tenang ya ... ini aku di sini,"

Manik coklat Donghyun menelaah tiap inci ruang yang ia pijak. Hancur. Satu kata yang menjelaskan bagaimana telah terporak-porandanya ruangan yang telah mereka bagi selama hampir enam tahun ini.

"Dari mana?"

"Keluar sama Bomin. Maaf ga bilang, tadi Joochan tidur aku ga enak banguninnya,"

Entah mana yang lebih rusak. Telinga, atau justru jalan pikir Joochan. Kalimat itu justru terdengar seperti "Aku kencan dengan Bomin tanpa sepengetahuanmu," di benaknya.

"Ngapain?" hawa dingin menyeruak dan membelenggu keduanya tatkala Joochan secara kasar mundur dan menatap lawan bicaranya nyalang. Berbalik dan menjauh dari Donghyun, meninggalkan bercak darah dari telapak kakinya di setiap langkah.

"Kaki kamu ...."

"Donghyun. Ngapain?"

"Aku cari makan, sekalian beli alat lukis buat Joochan,"

Senyum yang awalnya mengiringi ucap akhirnya memudar. Kerut di dahi pertanda bingung, melihat yang lebih tinggi menatapnya dengan kosong. Joochan perlahan mengambil keyboard di atas meja, tanpa sadar membuat hal yang hampir sebulan ia sembunyikan, akhirnya terbongkar.

Suara pecahan botol kaca menghias ruangan sepi. Dengan berat Donghyun menyeret kaki, niat hati mengumpulkan puluhan tablet obat yang berhamburan.

𝐌𝐨𝐦𝐞𝐧𝐭.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang