Chapter 4 - Lebih baik

83 20 15
                                    

HAPPY READING!

°°°

Aku pulang sampai rumah sekitar jam empat sore, waktu yang pas untukku membersihkan tubuh dan setelah itu membaca buku yang tadi aku beli bersama  Oki.

Aku melepaskan kacamata, selempang dan sepatu sebelum masuk ke kamar mandi, setelah itu aku membersihkan tubuhku dan berganti pakaian.

"Segar banget." Sembari mengeringkan rambutku.

Aku mendudukan diri di pinggir kasur, lalu membuka plastik belanjaan buku novel yang tadi aku beli.

"Satu novel genre horor, satu novel genre fantasi dan dua novel genre fiksi remaja, total ada 4 buku novel, hmm mana yang mau aku baca dulu?" Aku mengusap dagu, bingung memilih yang mana.

Aku mengambil buku novel genre fiksi remaja, sepertinya cocok untuk dibaca pada sore hari sembari menunggu langit yang semakin menggelap.

Aku membawa buku ke balkon kamarku dan mulai membacanya. Kisahnya menceritakan tentang mencintai diri sendiri.

Perjuangannya membuatku ikut larut dalam suasana ceritanya, si gadis ini benar-benar luar biasa, bermental baja dan dia tak peduli pendapat orang lain.

Aku juga mengalami hal itu, tapi tidak bermental baja dan aku terlalu terpengaruh dengan pendapat orang lain, bahkan aku terlalu insecure  dengan diriku.

Bagaimana tidak insecure, satu kelas saja mengejekku bahkan trio rusuh itu menggangguku terus.

"Aku juga mau seperti perempuan yang dicerita itu, dia sungguh bermental baja dan tak menggubris hinaan dari siapapun karena menurutnya menjadi diri sendiri akan jauh lebih baik," gumamku.

"Apa aku juga harus berubah?
Atau memang itu yang mereka nantikan?" lirihku sambil berfikir.

Jika memang itu yang mereka nantikan, aku akan merubahnya dalam jangka waktu yang begitu dekat.

"Tapi, aku mampu tidak, ya?!" Aku menatap langit yang sudah berwarna jingga dengan sedikit semburat merah yang membuat langit semakin cantik untuk di pandang.

"Besok minta pendapat dari Oki aja deh." Aku bangkit dan masuk ke dalam kamar.

Menaruh buku-buku novelku di rak buku. Setelah itu, aku menutup pintu menuju balkon. Karena hari sudah gelap.

°°°

Aku berangkat sekolah seperti biasanya, kini aku berjalan menyusuri koridor sekolah, sudah banyak siswa maupun siswi.

Aku memasuki kelas dan duduk di samping Oki.

"Manda, kamu udah tahu belum?" tanya Oki tiba-tiba.

"Emang ada apa?"

"Hari ini ada ulangan dadakan di jam pertama, mata pelajaran matematika," jelas Oki yang membuatku syok, karena aku sudah tidak ada bakat otak encer ditambah pula dadakan dan pelajarannya matematika.

"Yang bener!" seruku.

"Emang muka aku becanda?!" pekik Oki.

"Hehe, enggak sih, cuman aku kan heran aja gitu bukannya pelajaran matematika tuh nanti abis istirahat pertama, ya." Aku dibuat bingung.

"Sebenernya sih begitu, tapi dipindah jadwal sementara soalnya Bu Siti ngebet banget mau ngadain ulangan harian," ujar Oki dengan lesu.

"Haduh, mana aku gak bisa matematika udah gitu gak belajar," keluhku.

"Sama, aku juga belum belajar kok," sahut Oki.

"Tapi, kamu kan pinter, baca buku bentar aja nempel lah aku mau belajar dari pagi sampe malem juga gak akan nempel," raungku.

"Ciye yang sadar diri," ucap Arfa yang tiba-tiba datang ke meja kami.

"Kamu apa-apaan sih!" tegur Oki ada Arfa.

"Apa sih beb, aku cuman bilang gitu doang kalo sadar ya bagus," sindir Arfa padaku.

"Gak usah panggil aku beb! Dan jangan mulai ngeledek Manda, ya!" ancam Oki pada Arfa yang membuatnya cengengesan.

"Denger gak?" lanjut Oki.

"Iya denger, aku punya dua telinga buat dengerin ucapan kamu doang," goda Reval.

"Arfa," panggil Roji yang menghampiri meja kami.

"Opo?" tanya Arfa.

"Ngapain kamu di meja si buluk?!" Roji menaikan sebelah alisnya.

"Mau ngapel sama ayang Oki dulu," sahut Arfa.

"Sadar, Fa, nembak aja belum udah ngaku-ngaku!" sindir Roji yang merangkul pundak Arfa.

"Sabar gak boleh ngomong kasar." Arfa mengusap dadanya.

"Udah yuk balik, ngapain sih disini mending kita ngumpul di luar, gak usah deket-deket buluk nanti kamu ketularan buluk, mampus!" cicit Roji.

"Idih amit-amit buat kamu aja sono." Arfa bergidik geli.

"Dih ogah," tutur Roji.

"Aku kesana dulu ya, sayang." Arfa melambaikan tangan pada Oki, sedangkan Oki bergidik ngeri.

"Cape aku diikutin dia terus," keluh Oki sedangkan aku terkikik.

Aku mengeluarkan buku dan belajar kebut beberapa menit, lumayan daripada tidak buka sama sekali. Tak lama, Bu Susi masuk dan langsung membagikan soal ulangan.

Suasana kelas begitu hening dan tenang, aku juga fokus pada soal yang diberikan. Semua yang tadi aku baca rumusnya tidak ada yang keluar sungguh luar biasa.

"Duh susah banget!" gerutuku.

"Ini gimana?"

"Astagfirullah." Aku mengetuk-ngetuk meja dengan bolpoint.

"Bismillah pake jurus jitu," gumamku.

Rumus jitu ala Sabrina Amanda adalah asal-asal tebak alias cap-cip-cup. Karena waktu sudah sebentar lagi habis, mau bagaimana lagi kalau tidak seperti itu.

"Waktunya dikit lagi, bisa ayo bisa, Manda!" gumamku.

Bu Susi bangkit dari kursinya dan mulai berkeliling ke meja-meja.

"Waktunya tinggal 5 menit lagi!" peringat Bu Susi.

"Jangan mencotek," lanjutnya.

Aku membaca soal dan mengerjakannya kembali, mengejar waktu yang tersisa sedikit lagi.

"Ayo segera kumpulkan!" Bu Susi kembali ke mejanya dan duduk.

Semua siswa dan siswi bangkit untuk mengumpulkan kertas ujiannya. Aku juga bangkit dan mengumpulkannya. Setelah itu lanjut pelajaran lainnya.

°°°

Janlup vote, spam komen dan share💃✊
Next Chapter, berikutnya💜

Being Me ✅ (Cetak Ulang dan Sudah direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang