Chapter 10 - Meminta izin

48 18 1
                                    

Happy Reading!
°°°

Sesampainya di rumah aku langsung menuju kamar untuk berganti pakaian dan setelah itu membereskan isi tas.

Kemudian turun ke ruang makan untuk makan siang, tentunya, setelah selesai aku membantu Ibu mencuci piring dan membereskan sisa makanan.

Setelah selesai, aku menuju kamar kembali untuk menonton live streaming idolaku. Siapalagi kalau bukan As'ad Motawh.

"Ya ampun, makin ganteng aja jodoh orang."

"Rasanya ingin menculik, terus dipajang di kamar, aaaaa," cerocosku.

"Omegot, omegot dia ketawa aja ganteng, duh sayang banget gak ketemu aku." Aku heboh sendiri saat melihat As'ad yang sedang berbincang di layar ponsel miliknya.

"Gak salah pilih idola sih, emang Manda hebat kalo pilih cogan." Aku terkikik sendiri dan mengoceh sendiri.

Sudah seperti orang gila yang dikasih asupan cowok ganteng aja. Aku yang masih haus dengan cowok ganteng pun menjadi stalker dadakan, membuka banyak akun sosmed dan menatapnya berjam-jam.

Hingga aku menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul lima sore. Aku mematikan data dan layar ponselku. Lalu, mengambil surat izin camping, sebenarnya aku ragu untuk mendapatkan izin dari orang tuaku.

"Gimana ya?" gumamku.

"Tapi ... kalo gak dikasih izin gimana dong, mana aku pengen ikut." Aku menimbang-nimbang.

"Coba dulu aja," lirihku.

Aku keluar dari kamar dan turun, mencari keberadaan Ibu. Ternyata, Ibu sedang duduk santai di kursi santai belakang rumah.

Disana juga ada Ayah yang sedang menyeruput teh. Aku menghampiri mereka dan duduk di kursi yang masih kosong.

"Ayah, Ibu, Manda mau minta izin buat ikut acara sekolah." Aku menyerahkan surat izin dengan takut kalau nantinya tidak akan diizinkan.

Ayah mengambil surat izin itu dan membaca isi suratnya. "Kamu yakin mau ikut camping?" tanya Ayah yang melirik ke arahku.

"Y-yakin, Yah." Aku juga sebenarnya kurang yakin, tapi di sana ada Oki juga yang membuatku yakin tidak yakin sih.

"Beneran kamu yakin?" Ayah menatapku.

Aku meneguk salivaku, jika sudah begini aku jadi kelimpungan sendiri, tapi aku ingin ikut tapi ada ragu juga.

Karena di sana ada trio rusuh, aku takut jika mereka akan membullyku lagi. Tapi, aku bertekad sajalah demi mengikuti kegiatan sekolah dan bisa menikmati liburan juga.

"Yakin seribu persen," tuturku yang bersemangat.

"Ibu gimana?" tanya Ayah pada Ibu.

"Ibu ikut apa kata Ayah aja," jawab Ibu yang menatapku.

"E-eum gimana ya, Ayah sebenarnya kurang yakin kalau kamu ikut acara beginian, apalagi kamu abis kemarin sakit, tapi Ayah juga harus kasih kepercayaan sama kamu."

"Jadi ... Ayah putusin kalau kamu bisa ikut camping," tutur Ayah sembari menandatangani surat izin itu.

"Tapi ... kamu harus janji sama Ayah bahwa kamu bisa pegang kepercayaan Ayah, jaga diri kamu selama jauh dari Ibu, Ayah dan juga Mas Fajar, oke?" Ayah menatapku seperkian detiknya dan memberikan surat izin itu kepadaku.

"Oke." Aku nengambilnya dengan senyum bahagia.

"Sana masuk, jangan lupa mandi!" titah Ibu.

"Siap 86!"Aku melakukan gerakan hormat pada Ibuku yang mengundang tawa dari Ibu dan juga Ayah.

Aku langsung masuk ke dalam rumah dan menuju kamarku. Setelah itu aku mandi untuk membersihkan tubuhku.

Tak butuh waktu lama untukku membersihkan diri dan juga memakai pakaian. Setelah itu, aku keluar dalam keadaan handuk melilit di kepalaku.

"Yeye!"

"Yey!"

"Yeay!" Aku joget-joget tidak jelas di
kamar.

"Kamu ngapain?" tanya Mas Fajar tiba-tiba  yang menatapku dengan tatapan horor.

"Hehe, Mas Fajar."

"Kamu kenapa?" tanyanya sembari masuk ke dalam kamarku.

"Aku seneng banget, Mas," ujarku yang merekahkan senyum sejak tadi.

"Seneng kenapa?"

"Aku boleh ikut camping."

"Kok boleh sih, nanti Mas bilang sama Ayah kalo kamu gak boleh ikut!" Mas Fajar tidak tampak tak senang aku mengikuti acara seperti itu sejak dulu, dia terlalu mengkhawatirkanku.

"Mas jangan lah, aku kan pengen ikut kayak gitu sekali aja," pintaku padanya.

"Tapi, Manda ...."

Aku memotong ucapan Mas Fajar. "Manda bisa jaga diri kok." Aku mohon padanya.

"Mas kok ragu yah?!" Mas Fajar menatapku dan memegang pundakku.

"Mas harap kamu beneran bisa jaga diri, Mas gak mau kamu dibully lagi yah!" peringatnya yang kuangguki.

"Manda berusaha buat jaga diri," tuturku.

"Heum ... Mas gak tahu kenapa kayak gak sreg aja kalo kamu itu ikut camping apalagi jauh dari pengawasan Ayah, Ibu sama Mas, hati Mas kayak gak tenang gitu."

Aku menatap Mas Fajar. "Percaya sama Manda, Mas, kalo Manda bisa jaga diri di saat jauh sama Ibu, Ayah dan juga Mas, lagian nanti disana bakal ada Oki juga, Manda yakin kalau nanti Manda baik-baik aja, Mas jangan terlalu khawatir," jelasku yang mencoba meyakinkannya.

"Janji sama Mas, kalo kamu bakal pulang tanpa ada luka atau apapun yang nyakitin kamu," ujar Mas Fajar.

"Manda janji pulang dengan keadaan baik-baik aja." Aku pun mengulas senyum.

"Ya udah, Mas balik ke kamar dulu ya, jangan lupa nanti makan malam turun," katanya sebelum keluar dari kamarku.

Mas Fajar adalah sosok kakak yang sangat melindungiku dari berbagai macam hal, bisa kubilang dia adalah sosok kakak 24 jam untukku dan juga keluarga.

"Iya, Mas." Setelah itu Mas Fajar keluar dari kamarku.

Aku memasukkan surat izin ke dalam tas dan menyiapkan peralatan sekolah untuk keesokan harinya. Aku pun keluar dari kamar dan turun menuju ruang makan.

Disana sudah kumpul untuk menyantap makan malam. Aku duduk di tempat biasanya dan mulai memakan masakan Ibu.

Setelah perutku terisi, aku membantu membereskannya dan kembali ke atas lagi, kali ini aku tidak mau menghabiskan waktu dengan membuka browsing, streaming, stalker idola-idolaku, atau membaca novel.

Kini aku tidur jauh lebih awal, karena esok akan mengumpulkan surat izin, aku juga tak sabar untuk memberitahu Oki kabar bahagia ini.

Baru kali aku bisa mengikuti acara sekolah yang harus menginap, biasanya aku tidak mendapatkan izin.

"Camping tidak akan semenyeramkan itu kan, nanti disana aku mau nikmatin alam yang banyak terus mau lihat sunrise sama sunset, terus potret buat diabadikan, pokoknya harus have fun." Aku menarik selimut untuk menutupi setengah badanku.

Aku masih membayangkan ingin melakukan apa saja disana nantinya, benar-benar moment yang akan selalu kuingat.

Memang momen yang tak terlupaka itu di jaman SMA dan aku tidak mau menyia-nyiakannya. Kini, aku bangkit dan mencoba menggapai saklar untuk mematikan lampu. Setelah aku mematikan lampu.

Aku kembali membenarkan posisi tidur dan berusaha memejamkan mata hingga menggapai mimpi.

"Good night buat diriku," gumamku yang tak perlu waktu lama sudah terlelap.

°°°
Yuhuu gimana?
Gimana nih?
Semoga memuaskan jiwah² kalian
Janlup votmet and enjoy!!

Being Me ✅ (Cetak Ulang dan Sudah direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang