Chapter 3 - Lebih baik

95 24 12
                                    

"Nasihat dari seseorang membuat aku jauh lebih baik."

-Sabrina Amanda

°°°

Sejak kejadian kemarin, aku jauh lebih baik dari sebelumnya, sekarang aku sedikit-sedikit mencoba untuk menulikan telingaku dari hinaan orang-orang sekitar.

Kejadian kemarin juga, membuat geger satu sekolah bahkan sekarang jauh lebih banyak orang yang nyi-nyir tentangku.

Tapi, Oki sudah menasihatiku bahwa aku tidak boleh mendengarkan hinaan dalam bentuk apapun. Oki begitu membantuku dalam hal apapun.

Namun, masih ada satu hal yang membuatku ganjal yaitu apakah aku ini benar-benar beban keluarga? Apakah aku harus menanyakan itu pada orang tuaku.

Aku tidak bisa terus-menerus di hinggapi rasa penasaran itu, aku harus menanyakan itu pada Ibu. Kebetulan hari ini ibu tidak terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

"Ibu," panggilku sembari mencari dimana dia saat ini.

"Ibu di dapur, Manda," sahut Ibu.

Aku menghampirinya yang berada di dapur. Dia sedang menyiapkan hidangan makan siang untuk kami sekeluarga. Aku adalah anak bungsu dari 2 bersaudara.

Aku memiliki kakak laki-laki bernama Muhammad Fajar yang selalu kupanggil Mas Fajar. Dia memiliki postur badan yang tegap dan juga tinggi, dia memiliki paras dan otak yang sangat encer berbanding terbalik bukan denganku?!

Tapi, ya sudahlah aku nyaman dengan diriku saat ini.

"Kenapa kamu panggil Ibu?" tanya Ibu padaku yang sedang berdiri di depan meja makan.

"E-eum Manda mau tanya sesuatu sama Ibu, t-tapi Ibu jangan marah, ya!" kataku membuat Ibu menatap wajahku dengan tatapan lembutnya.

"Tanya aja, Ibu gak akan marah sama kamu, sayang." Senyum Ibu terlukis di wajahnya.

"Aku beban keluarga, ya, Bu?" tanyaku sambil menunduk takut.

Ibu mendekati dan mengusap rambutku. "Kata siapa kalo kamu itu beban buat keluarga?"

"Ibu, Ayah dan Mas Fajar, gak pernah anggep kamu itu beban keluarga, kamu adalah malaikat kecil Ibu yang paling kta bertiga sayangi, jadi kamu gak boleh ngerasa bahwa kamu itu beban buat kami bertiga," jelas Ibu yang menoel hidungku dengan telunjuknya itu.

Aku terdiam dan seketika aku langsung memeluk tubuh ramping Ibuku. "Makasih udah sayang Manda, Bu, maafin Manda yang tanya kayak gitu sama Ibu."

"Gak apa-apa sayang, Ibu tadi cuman terkejut aja kenapa kamu bisa ngerasa kayak gitu padahal Ibu gak ngerasa seperti itu," tutur Ibuku.

"Hiks, maaf, Bu." Aku menunduk dan terisak.

Aku memang sangat sensitif bahkan saat orang lain menganggap itu hal biasa tapi bagiku adalah sesuatu yang luar biasa.

Aku juga gampang menitihkan air mata. "Loh anak Ibu yang cantik ini kenapa nangis, gak papa, Sayang." Ibu mengusap rambutku dengan lembut.

"Maaf."

"Iya, Sayang." Bunda melepaskan pelukannya dariku.

"Kamu kenapa?" tanya Ibu padaku yang masih menunduk.

"Sini cerita sama Ibu," lanjutnya.

Aku menatap Ibu yang berada di hadapanku. "A-ada yang bilang aku itu beban keluarga buat kalian ... hiks," gugupku.

"Ya ampun, udah kamu gak usah dengerin, ya," ujar Ibu yang kubalas anggukan kecil.

"Sekarang kita makan aja, yuk. Ibu udah siapin makanan yang kamu suka, oseng cumi, hmm pasti kamu dah laper juga kan," kata Ibu sambil terkikik.

Being Me ✅ (Cetak Ulang dan Sudah direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang