Chapter 6 - Kembali dibully

67 19 6
                                    

Happy Reading!
°°°

Setelah kejadian pagi tadi yang tidak mengenakkan itu, masih tercetak jelas gambaran dimana aku dibully, dihina dan aku tidak bisa berkata pada siapa-siapa.

Hanya aku sendiri yang menelan pedih, luka dan trauma. Kali ini bukan hanya mentalku yang diserang tapi fisikku juga.

Aku lemah, sangat lemah benar-benar manusia yang tak berguna, perkataan Lavik itu benar, aku memang tak berguna.

Buktinya, aku tidak berani membalasnya. Bahkan, masih takut dengan ancamannya itu.

"Aku yang gak berguna ini untuk apa diciptakan, jika memang begini akhirnya, aku tahu ini bukan akhir tapi bagiku ini adalah akhir dimana aku merasa bahwa sudah tidak ada lagi yang berharga dariku sendiri," batinku.

Selama mata pelajaran berlangsung aku hanya diam dan menyimak, hari ini juga aku tidak ke kantin ataupun ke luar kelas.

Aku di kelas sepanjang hari selama sekolah, sekarang aku sedang berdiri menanti angkutan umum.

Namun, tiba-tiba saja aku ditarik rambutnya oleh seseorang dibelakangku. Aku menoleh dan menatapnya, tetapi pandanganku di buat kabur saat kacamataku dibuang dan di semprot cairan pedas ke mataku.

"Aa ... perih!" jeritku yang masih menahan pedas di area mataku.

Belum sempat aku di berikan sejenak saja untuk merendam mataku dengan air, aku sudah dipukul oleh benda keras mengenai bagian belakang kepalaku.

Pusing melandaku dan semuanya menjadi kabur, setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi. Sekolah memang suasananya sudah sepi, aku juga tidak mendapatkan angkutan umum karena aku selalu kedahuluan oleh teman-teman lainnya.

Membuatku sulit mendapatkan tempat yang menyebabkan aku terjebak, entah aku sekarang berada dimana, tapi saat ini aku berada di ruangan pengap, gelap dan berdebu.

Jangan lupakan juga bahwa kondisiku saat ini diikat, di bekap dan mataku masih panas karena efek cairan tadi.

Mataku tak bisa melihat dengan jelas, semua terlihat blur. Aku ingin menggosok mataku tapi tali ini cukup kuat untukku lepaskan.

"Mangsa kita udah bangun, Pak Bos." Aku mengenal suara itu, tapi dari arah mana.

Aku menyipitkan mata untuk mempertajam pandanganku. Disana ada sekitar tiga orang laki-laki yang mengenakan pakaian sama sepertiku.

"Bagus dong," sahut temannya.

Aku sangat yakin itu adalah suara trio rusuh tapi untuk apa mereka melakukan ini, bukankah tadi Lavik sudah puas membullyku.

Salah satu dari mereka berjongkok di hadapanku. "Gimana kejutannya?" tanya sosok di hadapanku.

"Aduh aku lupa kalo kamu lagi di mode bisu," katanya yang membuat kedua temannya tertawa.

Aku hanya bisa diam dan menunduk. "Bos, dia nunduk tuh pasti mewek," kata salah satu dari mereka.

"Kasian ya, udah buta, tuli dan tukang mewek," sahut satu temannya lagi.

"Kalian baru tahu? Ck, tadi pagi dia abis aku bully tapi emang dasar gak tahu diri jadi manusia, jadi kita bully bareng-bareng aja, lumayan buat hiburan kalian kan."Sudah kuduga di depanku ini adalah Lavik. Mereka semua tertawa dan aku hanya bisa diam, itu yang selalu aku lakukan.

Diam, diam dan selalu diam. Hingga aku yang menjadi bahan lelucon dan hinaan di detik ini.

"Buka bekapannya, Ji," titah Lavik.

"Oke, Bos," jawabnya.

Roji berjalan ke arahku dan membuka bekapannya, sedikit lega karena ada sesuatu yang di lepaskan dari tubuhku.

"Nah kalo gini masih bisu kan bisa kita siksa," kata Lavik.

"Ide bagus," sahut Arfa.

"Mau diapain nih bocah?" tanya Roji.

"Terserah kalian, aku mau nonton aja," jawab Lavik yang tersenyum licik, nyaris tak terlihat jika aku tidak menyipitkan mataku.

Lavik menjauh dari hadapanku dan duduk di kursi. Sedangkan, Arfa dia hanya bisa diam menyaksikan sambil berdiri dan sesekali dia menghinaku juga.

Roji saat ini sedang menyiramku dengan air dingin yang kuduga ini adalah air es yang dicairkan.

Aku mengigil kedinginan, tapi malah membuat mereka semakin senang. Luka yang tadi siang kembali perih membuat sensasi semakin menyakitkan.

"Mandi dulu." Mereka tertawa terbahak-bahak.

"Bos ijin potong rambutnya yah?" tanya Roji yang diangguki oleh Lavik.

Saat Roji hendak menggunting rambutku, aku sudah membayangkan hal buruk nantinya.

"Berhenti!" teriak Oki saat membuka pintu, membuat Roji menghentikan gerakannya.

"Kalian itu udah keterlaluan banget sama Manda, aku gak ngerti mau kalian apa sampe segitunya!" amuk Oki.

Lavik membanting kursi yang dia pakai ke arah lain. " Gak usah ganggu acara aku sama temen-temen, pergi kamu!" bentak Oki.

"Santai dong, jangan bentak-bentak Oki," sahut Arfa tak terima saat sosok gadis yang dia cintai dibentak oleh temannya.

"Kamu mau belain mereka berdua, hah?!" pekik Lavik.

"Udah-udah jangan ribut!" teriak Roji.

"Bukannya belain, tapi jangan bentak cewek yang aku suka!" tutur Arfa membuat Lavik membuang ludah ke sembarang arah.

"Najis alay!" desis Lavik.

"Kalo gak terima sini berantem aja." Setelah Arfa mengatakan itu Lavik melayangkan tinju ke arahnya yang dibalas oleh Arfa.

Mereka berdua saling adu, Roji yang melerainya pun terkena serangan. Oki menghampiriku dan melepaskan kaitan tali dan membawaku pergi menjauh dari sana.

Mereka bertiga tidak ada yang menyadari kepergian kami. Aku dibawa pulang oleh Oki ke rumahnya, aku di suruh menginap semalam di rumah Oki oleh Mamahnya.

"Manda, kamu jangan tinggal sendirian tante takut kejadian kayak gini terjadi saat kamu sendiri di rumah," tutur Mamah Oki yang khawatir padaku.

"Iya tante, makasih banyak," kataku.

"Iya sama-sama, cantik." Mamah Oki mengusap lembut pipiku sebelum akhirnya beranjak pergi.

Kini Oki mendekatiku. "Kamu kalo ada sesuatu bilang sama aku, Manda," tutur Oki padaku.

"Aku gak bisa bilang, karena aku diancem sama Lavik ... hiks."

"Ya ampun, intinya kamu kalo diancam sama siapapun please bilang, jangan dipendam, untung aja aku curiga dan ikutin kamu walaupun sedikit telat," jelas Oki.

"Tolong jangan kayak gini lagi, aku beneran merasa gak bisa lindungin sahabat aku sendiri," lanjutnya.

"Iya maaf, aku cuman takut, beneran takut." Oki mengangguk dan memeluk tubuhku.

"Makasih juga udah nolongin aku, makasih banyak, Ki," kataku.

"Jangan bilang makasih, tugas sahabat itu saling melindungi saat sahabatnya lagi berada dalam masalah," tutur Oki yang membuat menumpahkan air mata tak kuasa menahannya lagi.

"Makasih, Ki."

"Makasih, Ki."

"Makasih, Ki."

" Udah-udah nanti aku ikutan nangis," katanya yang membuatku terhenti.

"Mending kita tidur, besok kita harus berangkat sekolah lagi," lanjutnya yang kubalas anggukan kecil.

Aku merebahkan tubuh di sebelah Oki, kami berdua memejamkan mata dan mulai larut dalam mimpi masing-masing.

Satu kata buat kamu sahabatku. " Makasih atas perlindungan, kasih sayang dan juga segala yang kamu kasih, you're my bestie." Setelah itu aku benar-benar terlelap dalam tidurku.

°°°

Hiksrottt, gimana nih?
Gimana?
Ya, gitu sih:(
Btw janlup vote, komen dan juga share!

Makasih udah mampir 😚✊

Being Me ✅ (Cetak Ulang dan Sudah direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang