Happy Reading -!
°°°
Sejak kejadian di sore hari, aku tidak mau keluar dari kamarku. Aku masih berada di kamar dengan kamar yang tertutup rapat.
Aku menangis tersedu-sedu hingga aku sesenggukan. Aku bangkit dan turun dari kasurku menuju balkon.
"Mas Fajar jahat, Mas udah gak sayang Manda!" Aku masih sesenggukan.
"Oki juga jahat, udah gak ada yang sayang Manda lagi, semuanya berubah, Manda gak suka!"
"Manda cuman mau berubah kenapa jadi mereka yang berubah menjauh dari Manda, sekarang tiang semangat Manda, siapa? siapa? siapa ...." Aku terduduk lemas tak berdaya.
Aku menangis sejadi-jadinya. "Tuhan, kenapa harus aku yang begini, kenapa? kenapa bukan yang lain aja."
"Lagi dan lagi aku, selalu aku yang berada di posisi tidak menyenangkan ini, aku butuh dukungan dari orang-orang yang selama ini membuatku semangat, aku butuh dukungan dari mereka!" Aku kembali meraung dalam tangisan.
Langit diatas semakin menggelap, menampakkan warna jingga yang cerah tapi hatiku tak secerah langit.
Aku tak peduli dengan dengan langit yang menggelap karena hatiku sedang dirundung sedih yang mendalam, lebih dalam daripada dilukai oleh Lavik.
Pintu kamarku di ketuk oleh Ibu, dia terus memanggil namaku. "Sabrina Amanda, ayo keluar, Nak, kita makan malam bareng dulu yuk."
Aku menghapus jejak air mata. "Iya nanti, Bu."
"Jangan lama-lama, ya, Sayang." Setelah itu tak terdengar lagi suara Ibu.
Aku bangkit dan menuju kamar mandi, membersihkan badan sekaligus mencuci mukaku agar tidak terlihat sepertu orang menangis.
"Kok masih ada sih," kataku sambil menatap wajah yang berada di cermin.
Aku membasuhnya lagi. Tapi, hasilnya tetap sama. "Percuma!"
Aku keluar kamar mandi dan mengganti pakaian. Setelah itu memoleskan wajah dengan bedak dan lipbalm, agar terlihat sedikit fresh begitulah kata yang ada blogger.
Walaupun hasilnya tak optimal, masih membuat mataku tampak bengkak. Aku keluar dari kamar dan turun menuju ruang makan.
Disana sudah berkumpul Ayah, Ibu dan juga Mas Fajar. Aku duduk di tempatku seperti biasa.
"Kamu tumben beda, Manda," tutur Ayah.
"Loh, kok, Ibu baru nyadar yah, kamu beneran beda, Sayang." Ibu menyutujui apa perkataan Ayah.
"Dia pake skincare," sahut Mas Fajar. Aku hanya menatapnya sinis.
"Oh pantesan, baru atau udah lama nih?" tanya Ayah.
"Baru daritadi siang," kataku.
"Bagus, kamu makin keliatan cantik," tutur Ibu.
"Nanti Ibu beliin produk yang bagus-bagus buat anak perempuan, Ibu." Aku tersenyum tipis, hingga tak nampak seperti senyuman.
"Ya udah yuk makan," kata Ayah yang diangguki kita semua.
Kami pun menyantap makan malam, aku buru-buru menyantap dan setelah selesai aku kembali menuju kamar.
Merebahkan tubuhku dikasur, aku menatap langit-langit kamar. "Untung aja gak ada yang sadar kalau aku abis nangis, malu-maluim banget."
Tok ... Tok
Suara pintu di ketuk, aku bangkit dan membukanya sedikit. Menampilkan sosok Mas Fajar yang berada di depan pintu.
"Mas boleh masuk?" tanyanya.
"Hm." Aku membuka lebar pintu yang menandakan bahwa dia boleh masuk ke dalam.
"Mas mau bicara sama kamu," tuturnya. Aku mengangguk.
"Maafin Mas, ya, soalnya udah bikin kamu nangis. Mas, cuman gak pengen adiknya Mas melakukan hal yang jelek, kita dari keluarga baik-baik, gak pernah kasar sama orang, kamu juga harus begitu," tuturnya. Aku yang masih bengkak matanya ingin menangis lagi namun tertaham karena area sekitar mataku perih.
"T-tapi Mas tadi belain dia," kataku yang mendapat elusan di kepala.
"Maafin Mas, kalau memang itu nyakitin hati kamu, tapi kamu jangan ulangin lagi, ya, intinya kalau ada masalah diselesaikan dengan kepala dingin," nasihatnya yang membuatku mengangguk nurut.
"Iya, Mas."
"Btw, kamu kenapa marahan sama dia, tumben banget," kata Mas Fajar yang mengalihkan topik pembicaraan.
"E-eum dia gak tahu kenapa ngebantah keputusan Manda buat gak berubah, katanya itu cuman bebanin diri Manda sendiri, kan, aneh banget." Aku menopang kepala dengan kedua tangan.
"Hm, kalau kata Mas sih ini hanya masalah komunikasi atau mungkin dia pengen mengutarakan isi hatinya sama kamu, biar kamu gak ngalamin sesuatu hal, coba deh dipikir-pikir lagi sama kamu, Dek." Mas Fajar memberikan saran dan nasihatnya.
"Tapi, Mas, aku pengen berubah biar kayak anak lainnya."
"Kamu tanya sama diri kamu sendiri, ngerasa beban gak sih dengan diri kamu yang seperti ini atau mungkin dia gak yakin karena menurutnya kamu dengan apa adanya jauh lebih baik daripada berubah," tutur Mas Fajar yang membuatku tertampar.
Apa mungkin dengan aku berubah, aku juga akan merubah orang-orang di sekitarku? Atau mungkin caraku salah?
"Mas mau balik ke kamar lagi, yah, kamu coba pikirin kata-kata, Mas tadi, semoga aja hubungan kalian membaik," kata Mas Fajar sembari mengacak pelan rambutku.
Setelah itu, Mas Fajar menghilang dari penglihatanku. Aku menutup pintu kembali dan merebahkan tubuhku sambil memeluk boneka panda.
"Apa aku salah?"
"Atau aku yang berubah jadi sensitif aja, ya." Aku mendumel sendiri sambil menatap langit-langit kamar.
Menerawang akan sikapku padanya, ketikanku padanya. Mungkin saja, dia sakit hati akan ulahku itu, aku tidak bermaksud untuk menyakiti hatinya, hanya saja aku terbawa oleh emosi.
Aku hanya ingin diberi dukungan akan keputusanku, diberi solusi dan jalan keluarnya, bukan penolakan dan bantahan.
Aku tahu, itu terkesan egois, t-tapi aku juga ingin menjadi seseorang yang dihargai bukan dibully.
"Cukup aku rasakan sekali saja dan itu menyakitkanku, hingga aku mengalami beberapa memori buruk, hingga tidurku bermimpi buruk yang meninggalkan rasa trauma, tak cukup satu atau dua hari untuk memulihkannya, tapi berhari-hari, aku butuh dorongan, butuh semangat, hingga saat aku semangat dan bangkit, kau malah menjatuhkan harapan-harapanku bahkan keinginanku." Aku membalikkan posisi badan ke kanan yang tak melepaskan boneka pandaku.
"Aku hanya ... kecewa dengan apa yang dikatakannya, ketikaku bersemangat dialah kini yang menghancurkannya, padahal bukan itu jawaban yang kumau," gumamku.
"Besok akan aku selesaikan dengannya, demi kelangsungan persahabatan kami," kataku yang memejamkan mata perlahan.
Bayangan itu terus terputar bagaikan film yang ditayangkam di layar kaca. Tak peduli seberapa banyak memori buruk, semua itu akan terus-berputar di dalam bayangaanku.
Aku pun larut dalam tidur pulas, meski kondisiku dalam keadaan mata bengkak.
(Satu hal dalam hidup yang terjadi padaku, bahwa siapapun bisa saja menyakitimu tanpa peduli dia dari orang terdekat atau orang yang tak kau kenal, semua akan bergantian menyakiti, meski kau menghindar sejauh apapun, tapi — Tuhan — akan terus mempertemukanmu pada masalah lainnya, hanya untuk menguji bagaimana hambanya bisa bersabar atas cobaan dan ujian yang — Tuhan— berikan!)
°°°
Enjoyy—
Janlup votment 😭❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Being Me ✅ (Cetak Ulang dan Sudah direvisi)
Novela Juvenil[DILARANG PLAGIAT‼️] - #Menghindari Sebelum Terjadi. Sabrina Amanda, gadis itu selalu mendapatkan perundungan dari trio rusuh yang terdiri dari Lavik, Roji dan juga Arfa. Perundungan yang dilakukan semakin parah, hingga membuat Sabrina Amanda men...