• I Miss Her •

96 12 2
                                    

PLEASE VOTE AND COMMENT

Kalau hidup terkadang rancu
Kalau pahit sudah pasti empedu
Tapi kalau kamu, bisa jadi adalah candu.

Lucas

Kalau bukan karena pekerjaan, gue mana mau meninggalkan Lala begini. Apalagi dia itu sedang hamil. Ditambah lagi dengan keadaan rumah tangga kami yang sedikit bermasalah. Tak heran, sepanjang perjalanan menuju Bali, gue jadi tidak fokus. Hal itu sampai membuat manajer gue terus menenangkan gue.

"Di rumah ada orang lain kan Cas?" Kak Petra, manajer gue bertanya.

"Ada sih. Tapi Lala itu tipe bukan tipe orang yang suka dikekang. Dia itu maunya bebas. Gue takut dia kenapa-napa, Kak." Jelas gue dengan frustasi.

"Lo sama dia gak lagi berantem kan?" Gue langsung menoleh ke arahnya. Mau menjawab tidak pun percuma, lebih baik gue jujur. Oleh sebab itu, gue mengangguk pelan.

"Gak enak banget kalau berantem gini. Gue jadi makin gak tenang." Ucap gue.

"Sorry, bukannya gue lancang, tapi emangnya masalah kalian itu besar?" Kak Petra bertanya dengan hati-hati.

Gue berpikir sejenak. Kalau dibilang besar, ya gak sampai besar banget. Tapi kalau dibilang kecil, ya enggak juga.

"Ingat Cas, bini lo lagi hamil, pasti sensitifan mulu. Lo sebagai suami harusnya paham dengan itu." Nasihat Kak Petra.

Menganggukkan kepala adalah respon yang gue berikan atas nasihat Kak Petra.

"Kalau udah sampai Bali, jangan lupa telponin dia. Kasih kata-kata manis buat dia, biar bikin dia berbunga-bunga sama lo." Usul Kak Petra. "Jadi laki romantis dikit, Cas." Tambah Kak Petra lagi.

Berbicara soal romantis, gue jadi sadar kalau selama ini gue dan Lala sama sekali gak ada romantis-romantisnya. Bahkan panggilan kami berdua pun masih gue-elo. Beda jauh sama anak jaman sekarang, yang baru pendekatan aja udah pakai aku-kamu.

Apa mungkin karena kita nikah tiba-tiba?

Kembali lagi gue tersadar, kalau memang pernikahan kita terjadi semata-mata karena Lala hamil. Tapi, gue ingat dengan jelas, saat di mana gue pernah ngomong buat dia kalau kita bakalan melewati ini semua bersama-sama. Kita harus belajar saling mencintai. Sayangnya, kata-kata itu hanya sebagai pemanis belaka. Sebab pada kenyataannya, gue dan dia tidak saling mencintai. Ah lebih tepatnya, mungkin belum.

•••

Sepoian angin Bali menyambut gue begitu gue keluar dari pesawat. Hal pertama yang gue lakukan adalah merogoh ponsel dan menelepon Lala.

Panggilan pertama terabaikan begitu saja.

Kembali lagi gue meneleponnya. Hasilnya sama saja, dia tidak mengangkat panggilan gue.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SelipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang