⚠️❗❗❗
Mengandung konten yang sensitif, bisa nge-trigger orang. Konten tersebut meliputi : selfharm dan kata-kata yang beneran bisa ngetrigger. Kalau nggak kuat sama hal yang begini, beneran tolong banget, jangan dibaca ya?
—————
Ia pikir jika hari berganti, hatinya perlahan akan semakin membaik. Tetapi matahari yang bersinar cerah tidak selalu menggambarkan suasana hati seseorang ikut cerah juga.
Cuaca cerah, suhu cukup hangat. Namun hidupnya terasa semakin dingin, semakin hambar, dan semakin merasa bahwa ia memang sendiri.
Juna berdiri di depan almari, menatap tubuh kecilnya dari pantulan cermin. Tangan kirinya terlihat penuh luka yang belum mengering. Masih perih, masih cukup membuat ia mendesah kesakitan ketika ia menekuk sikunya.
Tangan kanannya mencari hoodie di tumpukan baju yang rapi. Baunya wangi meskipun tidak ia pakai berbulan-bulan. Juna memakai hoodie abu-abu perlahan, lalu merapikan rambutnya. Ia berjalan menuju meja belajarnya, mengambil tas, lalu berjalan keluar.
Hening... tidak ada sapaan seperti biasa. Netranya tidak menemukan satupun dari kedua orangtuanya. Tapi tak apa, Juna sudah biasa begini. Sudah biasa diacuhkan, sudah biasa tidak mencium punggung tangan keduanya, dan sudah biasa berangkat tanpa ucapan hati-hati.
Kalau kemarin ia menyerah... hari ini ia takkan merasa sepi lagi kan?
***
Waktu terasa begitu lama bagi Juna. Tatapan Haidan yang sedari tadi seperti mengintimidasi, membuat duduknya tidak pernah tenang. Juga Jenaka dan Nakula yang selalu mencuri moment untuk menoleh ke belakang dengan tatapan herannya, menatap Juna yang tidak biasa memakai hoodie. Hari ini, ia tidak melepas hoodienya sama sekali.
"Tumben banget lo, pake hoodie?"
Bisikan Haidan membuat Juna sedikit terperanjat. Sedari tadi ia menahan perih akibat gesekan antara lukanya dan lengan hoodienya, juga pikirannya yang penuh membuat dirinya tidak fokus sama sekali.
"Lo nggak dingin emang?" Jawabnya, mencoba mengalihkan topik yang Haidan bicarakan.
Belum sempat Haidan menjawab, bel pergantian jam berbunyi. Suara gaduh memenuhi ruang kelas, juga Jenaka dan Nakula yang tak kalah. Keduanya sudah memutar badannya, membuat Juna semakin merasa terintimidasi.
"Diem mulu lo dari tadi Jun, heran gue. Biasanya juga udah ribut sama Haidan, kenapa sih lo?"
"Masih mikirin... adek lo ya?"
Juna tersenyum kecil membalas pertanyaan Jenaka. "Emang gue bisa ngehindarin buat nggak mikirin adek gue ya Jen?"
"Ya nggak gitu."
"Jam kosong nih, mau keluar nggak?"
Nakula mencoba mengalihkan topik, dengan berdiri. Berharap ketiga temannya mengikuti ajakannya untuk keluar kelas dan nongkrong di tempat-tempat yang strategis. Melihat kelas lain olahraga, misalnya.
"Lo aja sana dah, gue mau di sini."
"Tumben lo? Biasanya juga lo yang paling heboh ngajak keluar duluan, tobat lo?"
Haidan tidak berniat menjawab. Entahlah, hatinya seperti berkata bahwa ada yang salah dengan Juna.
"Kalian aja berdua, gue nitip roti biasa. Sama es teh."
KAMU SEDANG MEMBACA
DAKSA (Renjun ft Wenyeol) [SUDAH DITERBITKAN]
Fanfiction[Sudah terbit dengan ending yang berbeda dari versi Wattpad] "Junanda, dunia nggak sekecil yang kamu kira hingga kamu bisa menggenggam segalanya dan menginginkan semua hal terjadi sesuai kemauan kamu. Junanda, semesta punya banyak cerita." Iya, tema...