🌻 semoga masih dan tetap kerasa ya feelnya walaupun slow update. anyway, happy reading!!! 🌻
⚠️❗❗❗
Mengandung penyebutan kata selfharm, kata-kata kasar, dan kekerasan.
Di tengah pikirannya yang tidak menentu, Nakula membuka ponselnya. Jarinya dengan lihai menekan obrolan grup dengan ketiga temannya. Ia mengernyit ketika tanda centang pada bubble chatnya tidak kunjung berubah warna menjadi biru. Kemudian ibu jarinya menekan bubble chatnya, melihat detail siapa saja yang belum membaca. Dan benar, Juna pelakunya.Nakula menatap layar ponselnya agak lama, menekan deskripsi grup, menatap kontak Juna, kemudian menekannya. Bisa ia lihat terakhir Juna membuka aplikasi chat itu, sekitar tiga jam yang lalu.
Mendadak perasaannya sedikit terusik. Juna baik-baik saja, kan?
Nakula menggigit kukunya, mengingat luka-luka di tangan Juna. Juga tamparan yang dilakukan oleh Chandra, seketika Nakula panik.
Haruskah ia memberitahu Haidan terlebih dulu? Haruskah ia jujur dan bersiap menerima segala umpatan dan makian dari Haidan karena menyembunyikan hal sebesar itu?
Tidak, ia sudah terlanjur berjanji kepada Juna untuk tidak mengatakan apapun. Lantas, ia menekan tanda telfon pada aplikasi hijau tersebut. Lama Nakula menunggu suara di seberang sana menjawab, namun nihil. Perasaannya semakin tak karuan. Ataukah ia memberitahu papanya dan meminta tolong sang papa untuk menelfon Chandra?
Tidak juga, bukan pilihan yang tepat.
Nakula mendesis, kemudian jarinya menari di atas layar ponselnya, mengirim banyak bubble chat kepada Juna. Sama saja, tidak kunjung dibaca. Nakula menyatukan kedua telapak tangannya, berharap supaya Juna tidak apa-apa.
Khawatirnya sama dengan Haidan, cowok itu duduk di meja belajarnya sembari menatap obrolan grupnya. Sama seperti yang Nakula pikirkan, ia terheran dengan Juna yang tidak kunjung membaca chat mereka. Pikirannya juga melayang, mengingat tingkah aneh Juna di rumah Jenaka yang terlihat sangat gelisah. Juga pipi Juna yang ia lihat sekilas, warnanya sedikit berbeda.
Haidan melangkah keluar, menghampiri Egi yang duduk di sofa seorang diri. Egi merentangkan tangannya, menyambut anak sulungnya. Ia tersenyum lebar, kemudian mengusap kepada Haidan dengan sayang.
"Tumben keluar, kenapa?"
Haidan menatap jauh ke depan, "mi, Haidan pikir kok Juna aneh ya mi?"
"Aneh kenapa?"
"Ya, aneh aja. Masa dia nggak ngebaca chat kita di grup? Terus juga nggak biasanya deh Juna tidur cepet gitu, terus semisal batreinya habis kan pasti nggak kekirim tuh chatnya."
Egi mengernyit, "ya mungkin Juna kelupaan naruh hpnya terus ketiduran. Kenapa sih?"
"Aneh, mi. Aneh."
Egi menggeleng kecil, ia melanjutkan kegiatannya melihat televisi yang menyala. Haidan bangkit, berjalan menuju kamarnya lagi dan membuat Egi menggeleng heran.
Haidan menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang, memutar-mutar ponselnya. Ia juga mengingat salah satu teman sekelasnya yang mengiriminya pesan, berkata apakah Juna dan Nakula tidak masuk juga.
Aneh, bukan? Sejak kapan Juna mau meninggalkan kelas padahal hari ini ada kuis kimia?
Lagi-lagi ia melihat grup chatnya, lalu menekan kontak Juna. Bisa ia lihat kali terakhir Juna melihat aplikasi itu. Kemudian, ia mengetikkan kalimat dan mengirim beberapa bubble chat. Tidak ada tanda-tanda Juna membalas, Haidan memilih meletakkan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAKSA (Renjun ft Wenyeol) [SUDAH DITERBITKAN]
Fanfiction[Sudah terbit dengan ending yang berbeda dari versi Wattpad] "Junanda, dunia nggak sekecil yang kamu kira hingga kamu bisa menggenggam segalanya dan menginginkan semua hal terjadi sesuai kemauan kamu. Junanda, semesta punya banyak cerita." Iya, tema...