⚠️!!!
Isinya konten yang bisa ngetrigger, self-harm, kata-kata yang bisa nyakitin hati. Kalau nggak kuat, tolong ya, jangan dibaca.
---Semakin lama, kasur yang ia duduki semakin dingin. Suasananya sunyi, tidak ada suara tangisan sang mama lagi dari luar. Adiknya baru saja diberangkatkan menuju tempat peristirahatan terakhirnya.
Dan sekarang yang ia dengar hanya suara ketukan pintu kamarnya, juga suara ketiga temannya yang memanggil dirinya secara bergantian.
"Jun, please dong keluar. Lo ngapain?"
Yang barusan adalah suara Nakula.
Juna mengambil jaket di almari. Namun sebelum memakai jaketnya, terlebih dahulu ia membungkus luka-lukanya dengan kain. Ia berdiri dengan lunglai, matanya terlihat sangat merah dan bengkak. Kemudian, ia membuka pintu. Ia mendapati ketiga temannya dengan raut wajah yang begitu khawatir.
"Lo gapapa?"
Juna mengangguk kecil, lalu mempersilahkan ketiga temannya masuk.
"Lo kenapa gamau keluar sih? Tadi banyak yang nanyain lo, om Bayu ada juga daritadi bingung nyariin lo. Papi juga, om Sena, om Suho. Mami juga, mamanya Nakula sama Jenaka juga. Lo kenapa? Ketiduran?"
Juna memilih untuk diam, membuat ketiga temannya menatap dirinya.
"Lo nggak ngerasa kalau semua ini salah lo, kan?"
Jenaka melontarkan pertanyaan yang membuat Juna menatap dirinya. Lalu, Juna tersenyum kecil. "Siapa yang pantes buat disalahin kecuali gue?"
"Jadi bener, lo ngurung diri bukan karena ketiduran atau hal lain? Lo... beneran Jun?"
Juna menghela napasnya kasar, menatap satu-persatu temannya. Kepalanya menunduk, ia menghirup napasnya lagi.
"Yang kemarin emang gue nggak sengaja ngelakuin hal bodoh itu. Tapi, semisal hari ini gue ada kepikiran buat ngelakuin dan merencanakan buat menghilang dari kalian... kalian mau maafin gue nggak?"
Suaranya bergetar. Haidan menatap wajah putus asa Juna, lalu menengadah. Menatap langit-langit kamar Juna. Sesak rasanya, hancur rasanya.
"Yaudah... gue ikut."
Jawaban Haidan membuat Jenaka dan Nakula tercengang. Nakula berdiri, menatap kedua temannya secara bergantian. "Gue bakal jadi orang yang gapernah maafin lo semisal lo milih nyerah."
Jenaka mengangguk kecil. "Lo kenapa cuma mikirin mama lo sih, Jun? Emang kita bertiga beneran gaada artinya ya buat lo? Sumpah ya, gue gapernah punya ekspektasi kalau lo bakal ngomong kayak gini. Lo nyerah? Lo sayang sama mama lo kan? Jun, satu masalah nggak bikin dunia tiba-tiba hancur kok. Nggak bikin waktu tiba-tiba berhenti, nggak bikin lo kehilangan segala yang lo punya secara tiba-tiba."
Deru napas Jenaka terdengar tidak teratur, dengan Nakula yang mencoba mengontrol emosinya.
"Lo pikir, setelah lo ngebunuh diri lo sendiri, semua bakal berakhir gitu aja?"
Juna menunduk dalam, membuat Haidan memalingkan wajahnya. Ia tidak tega melihat Juna seperti ini. Kalimat Juna masih terngiang jelas di telinganya.
Yang tidak bisa ia bayangkan hanya... bagaimana jika Juna benar-benar memilih untuk berhenti?
"Apa yang ada di dalam otak lo, nggak berarti bakal kejadian juga. Rencana Tuhan jauh lebih baik dibanding semua ekspektasi yang lo buat."
Kemudian, Jenaka keluar. Diikuti Nakula yang sebelumnya sudah memberi isyarat pada Haidan untuk menemani Juna.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAKSA (Renjun ft Wenyeol) [SUDAH DITERBITKAN]
Fanfiction[Sudah terbit dengan ending yang berbeda dari versi Wattpad] "Junanda, dunia nggak sekecil yang kamu kira hingga kamu bisa menggenggam segalanya dan menginginkan semua hal terjadi sesuai kemauan kamu. Junanda, semesta punya banyak cerita." Iya, tema...