⚠️ mengandung konten sensitif, selfharm dan kalimat yang bisa bikin orang ketrigger. Tolong, stop kalau nggak tahan sama hal-hal seperti ini, oke?
-----
Juna bisa melewati satu malam penuhnya dengan sendiri, dan hanya ditemani oleh beberapa chat dari Egi dan ketiga temannya. Meskipun begitu, rasanya masih dingin.
Pagi menyambut, matahari sedikit terhalang awan. Juna sudah bangun sedari tadi. Ia sudah rapi, sedang terduduk di ranjangnya. Katanya, hari ini mamanya bisa pulang yang artinya, mamanya sudah mulai pulih.
Rasa bahagianya tidak bisa ia sembunyikan. Mamanya sembuh, mamanya tidak apa-apa, dan ketakutannya dahulu terpatahkan begitu saja. Mamanya tetap di sini, tetap menemani Juna, tetap bisa ia lihat sepanjang hari.
Suara deru mobil membuat Juna refleks berdiri, berjalan perlahan menuju jendela kamarnya. Netranya menatap mobil hitam yang terparkir di depan rumah. Kemudian, senyumnya tercetak ketika ia melihat sang papa keluar.
Namun, alisnya mengernyit ketika sang mama keluar, tanpa membawa apa-apa.
Maksudnya, di mana adiknya?
Ia tidak memiliki cukup keberanian untuk keluar, menyambut keduanya dengan tangan yang terbuka lebar pertanda rindunya harus dibayar. Mengingat sang papa sekalipun tidak pernah menjenguknya ketika di rumah sakit, cukup menjadi bukti bahwa papanya sedang dalam fase kecewa pada dirinya.
Yang artinya, seluruh janji yang Chandra ucapkan, sudah menguap di udara. Bersama tatapan penuh benci yang sang papa berikan padanya di hari pertamanya menginap di rumah sakit.
Dan sekarang, siapa yang Juna punya?
Kakinya melangkah perlahan menuju ranjangnya. Ia terduduk begitu saja. Tangannya meraih ponselnya, membuka aplikasi chatting yang ia buka beberapa saat yang lalu. Pintunya perlahan terbuka, memunculkan sosok laki-laki dewasa yang masuk tanpa ekspresi. Juna sedikit terperanjat, kemudian mematikan ponselnya.
"Chatting sama temen-temenmu lebih penting daripada sekedar nyambut mama yang baru pulang?"
Ia menunduk mendengar suara dingin Chandra, menyadari bahwa apa yang dilakukan memanglah tidak benar. Namun, benar-benar nyalinya hilang di hadapan Chandra. Juna diam, meskipun banyak kalimat yang tersusun rapo di otaknya untuk menjawab pertanyaan sang papa.
Bukan, pa. Juna takut kalau mama nggak mau lihat Juna.
"Kamu tuh nggak pernah nyadarin kesalahan yang kamu buat, ya? Nggak mau nanya kenapa nggak ada suara tangisan bayi padahal harusnya ada? Nggak nanya kenapa suasana rumah sepi padahal harusnya ada suara mama yang lagi ngomong sama adek? Nggak nanya tentang keadaan mama, padahal alasan yang selalu kamu katakan adalah takut kehilangan mama?"
Lagi, Juna tidak kuasa untuk menjawab satu persatu pertanyaan yang Chandra lontarkan. Ingin juga rasanya bertanya, bagaimana kabar sang mama? Bagaimana kabar sang adik? Dan bagaimana kabar papanya sendiri?
Nggak berani, pa.
Chandra maju satu langkah, hingga posisinya kini berada tepat di depan anak laki-lakinya. Menatap dengan wajah penuh amarah, namun ia berusaha menetralkannya.
"Ternyata bohong ya? Semua alasan kamu itu, bohong ya? Jangan kekanakan, kamu sudah besar. Sudah mampu berpikir, sudah mampu memutuskan apa yang seharusnya kamu lakukan. Adikmu belum pulang, kenapa alasannya? Ya siapa lagi kalau bukan kamu alasannya? Adikmu lahir prematur, keadaannya nggak baik. Kalau kamu nggak bodoh, adikmu nggak bakal kayak gini."
Dan Juna menatap wajah Chandra, kemudian menunduk lagi. Sorot mata Chandra cukup mengintimidasi Juna, hingga rasanya badannya sedikit gemetar ketika menatap matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAKSA (Renjun ft Wenyeol) [SUDAH DITERBITKAN]
Fanfic[Sudah terbit dengan ending yang berbeda dari versi Wattpad] "Junanda, dunia nggak sekecil yang kamu kira hingga kamu bisa menggenggam segalanya dan menginginkan semua hal terjadi sesuai kemauan kamu. Junanda, semesta punya banyak cerita." Iya, tema...