Fisika cenderung menjadi mata pelajaran yang membuat banyak siswa menginginkan untuk segera mengakhirinya. Dan kalau guru keluar lebih cepat dari jam yang sudah ditentukan, menjadi surga tersendiri bagi mereka. Sama seperti anak-anak kelas 12 MIPA 3 yang sudah berhamburan keluar meski jam istirahat kedua baru akan dimulai sekitar tiga puluh menit lagi.
Begitu pula dengan Jenaka dan Nakula yang sudah memutar tempat duduknya menghadap kedua sahabatnya, dengan Haidan yang sudah berdiri bersiap untuk mengeksplor jajaran kantin yang ada. Tatapan mereka tertuju pada satu sosok laki-laki bertubuh mungil yang masih sibuk dengan buku latihan soal fisika di depannya. Jenaka menatap Haidan, seolah menyuruh Haidan untuk menyeret teman sebangkunya.
"Ngerjain soal fisika emang bikin lo kenyang ya, Jun?"
Juna hanya menatap ketiga temannya sekilas, lalu netranya menangkap pemandangan ruang kelas yang hanya terisi mereka berempat saja. Juna menggeleng kecil, lalu lanjut membaca soal dan mencoba memahami setiap kata.
"Lo kayaknya masih punya mulut sih, Jun."
Meski ia malas, terbukti dengan bola matanya yang ia putar menandakan bahwa ia sangat malas menanggapi celotehan Jenaka, ia memilih menatap ketiga sahabatnya lagi. Tangannya meraba laci mejanya dan mengeluarkan sebotol air mineral yang masih tersegel rapi. Ia membuka segel dan tutupnya, lalu menegak air mineral tersebut hingga habis sekitat seperempat botol.
"Gue udah beli ini tadi pagi, dan juga gue ngga nyuruh kalian buat nungguin gue by the way. Sana sih gausah nunggu gue."
Haidan memutar bola matanya malas, lalu kembali duduk di samping Juna yang diikuti oleh tatapan sinis Juna. "Lo ngapain balik duduk lagi?"
"Jen, berasa liat drama gak sih? Eneg gue."
Jenaka mengangguk kecil, lalu berdiri. "Yaudah kalau kalian gamau, gue aja yang ke kantin sama Nakula. Lo nitip apa, Dan? Jun?"
"Sari roti, harus coklat. Kalau gaada yang coklat, cari sampe ketemu. Sama beliin es teh."
"Mana ada makan roti pake es teh?"
Haidan menatap Nakula sinis, "ya ada. Gue nih contohnya."
Keduanya menggeleng kecil, lalu tatapannya beralih pada Juna yang tidak lagi berkutat pada soal. "Lah, ngapain lihatin gue?"
"Ya lo, mau nitip apa?"
"Nitip perasaan gue yang udah hilang ditelan masa."
Dan detik berikutnya, ada tampolan kecil yang mendarat di pipinya.
"Jiah, menye-menye."
"Ya buruan, Jun. Keburu istirahat ntar sari rotinya kehabisan."
"Emang gue mau nitip? Ya sana kalian berangkat aja, udah dibilang gue ga mau beli apa-apa."
"Dalam rangka apa sih lo jadi ngirit gini?" Tanya Jenaka dengan raut wajah yang heran.
"Ya gapapa. Udah sana, gue lagi ngga nafsu buat makan apa-apa."
Keduanya kemudian pergi begitu saja setelah menerima selembar uang sepuluh ribuan dari Haidan. Lagi-lagi, Juna mengambil bolpoinnya dan mencoret beberapa huruf dan angka sesaat setelah membaca ulang soal yang ada.
Haidan menatap sahabatnya yang sedang berkutat dengan fisika. Kakinya bergerak kecil, menciptakan suara-suara yang membuat Juna berdecak. Lalu, ia menghentikan gerakan kakinya setelah dirasa cukup mengganggu konsentrasi Juna.
"Lo tuh gamau cerita apa-apa sama gue? Kan gue udah minta maaf, nggak bakal nyalahin lo lagi."
"Ya yang mau diceritain apa sih? Lagian, gue juga udah lupa mau ngomong apa aja, udah terlanjur ditolak sana-sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
DAKSA (Renjun ft Wenyeol) [SUDAH DITERBITKAN]
Fiksi Penggemar[Sudah terbit dengan ending yang berbeda dari versi Wattpad] "Junanda, dunia nggak sekecil yang kamu kira hingga kamu bisa menggenggam segalanya dan menginginkan semua hal terjadi sesuai kemauan kamu. Junanda, semesta punya banyak cerita." Iya, tema...