"Ma, papa tuh kalau makan harus ada kerupuk."
Windy menggeleng kecil menanggapi suaminya yang sedang protes. Memang hari ini ia tidak membeli kerupuk, karena ia baru menyadari bahwa kalori dari kerupuk sangat tinggi. Mengingat badan suaminya yang perutnya semakin membuncit, membuat dirinya tidak ingin stock kerupuk lagi di rumah.
"Papa tuh gaada terimakasih-terimakasihnya. Emangnya masak nggak susah apa?"
"Diem ya kamu bocil."
Juna mendengus kesal, menelan nasi yang telah ia kunyah, lalu menatap papanya dengan tatapan yang sinis.
"Aku tuh bukan bocil ya pa. Ngeselin ah, gamau!"
"Dih ngapain gamau? Emang papa nawarin apaan?"
"Ngeselin."
"Bocil tau apa sih?"
"JUNA BUKAN BOCIL!"
"Ih Juna, makan dulu. Gausah peduliin papa."
"Kok kamu jahat?"
Windy tertawa kecil, menuang segelas air putih, lalu menegaknya.
"Hmm ngomong-ngomong, mama mau ngasih tau sesuatu."
Juna menyuapkan sesuap nasi ke dalam mulutnya, mengunyahnya, lalu menatap mamanya yang duduk di depannya. "Ada apa, ma?" Tanyanya, diikuti anggukan kecil Chandra.
"Kak-"
Juna mengernyit, "kok manggil Juna kak sih? Tadi juga Juna-Juna aja."
"Hmm, Juna, kalau seumpama nih ya, kamu bakal punya adek gimana?"
Juna terdiam sebentar, meletakkan sendok di genggamannya, lalu menatap mamanya penuh curiga.
"Kenapa, ma?"
"Hmm, Juna, mama positif."
Chandra memekik, menatap istrinya, menanyakan apakah istrinya mengatakan hal yang serius. Yang didapat Chandra, istrinya mengangguk kecil sembari tersenyum bahagia.
"Mama... hamil?"
Windy mengangguk lagi merespon pertanyaan Juna. Juna kemudian menunduk, menatap makanan yang masih tersisa setengah, mengaduk nasinya menggunakan sendoknya.
"Apa... Juna pernah bilang kalau Juna mau punya adik?"
Senyuman Windy luntur, digantikan oleh wajahnya yang mengernyit menatap Juna. Juna kemudian mengangkat kepalanya, menatap mamanya, lalu tersenyum kecil.
"Sekalipun, apa pernah Juna minta adik dari mama papa? Dari Juna kecil, apa pernah Juna nyinggung soal adik ke kalian? Nggak pernah, ma."
"Juna nggak suka?"
Juna tersenyum kecil. "Juna nggak pernah minta, bukan berarti Juna nggak suka. Juna cuma nggak mau kehilangan mama, bagaimanapun itu ma. Juna, cuma khawatir."
"Nggak ada yang perlu dikhawatirin, Juna."
Sekali lagi, Juna tersenyum kecil. Ia benar-benar meletakkan sendoknya, menggeser piring yang masih menyisakan setengah dari porsi nasinya. Ia menatap mamanya dalam, tepat pada netra wanita di hadapannya.
"Mama, tau nggak kenapa Juna nggak pernah minta adik kayak kebanyakan anak-anak di luaran sana?"
Windy menggeleng kecil.
"Karena Juna sayang sama mama."
Juna menunduk kecil, "beneran ma. Juna sayang sama mama. Sekalipun Juna nggak pernah bisa bayangin gimana rasanya hidup Juna tanpa mama. Berlebihan ya, ma? Mama inget kan gimana mama lahirin Juna dulu? Ma, Juna nggak mau lihatin mama kayak gitu lagi. Juna... beneran nggak bisa, ma."
KAMU SEDANG MEMBACA
DAKSA (Renjun ft Wenyeol) [SUDAH DITERBITKAN]
Fanfiction[Sudah terbit dengan ending yang berbeda dari versi Wattpad] "Junanda, dunia nggak sekecil yang kamu kira hingga kamu bisa menggenggam segalanya dan menginginkan semua hal terjadi sesuai kemauan kamu. Junanda, semesta punya banyak cerita." Iya, tema...