Once again, ⚠️ : cerita ini mengandung konten sensitif yang tidak bisa dibaca oleh sebagian orang. Kalau pernah membaca versi AU di twitter yang sudah sedikit detail, di sini akan lebih detail. Jadi pada part yang mengandung konten sensitif itu, aku bakal kasih trigger warning di awal part. Untuk yang nggak bisa baca konten sensitif (selfharm dan kekerasan, atau mengandung sedikit hal yang mengarah pada suicide) tolong skip ya? Atau kalau udah nggak nyaman dari awal, jangan dibaca. Thanks in advance.
•••
"Jadi gimana? Kan gampang ulangannya, logaritma doang."
Haidan mencibir ketika Juna duduk di sebelahnya, setelah kembali dari toilet sendirian. Katanya tangannya kotor karena gesekan antara meja yang luar biasa kotornya ketika mengerjakan ulangan. Belum lagi usahanya untuk menggeser jawaban, demi ketiga temannya mencontek jawaban yang ia kerjakan.
Namun tetap saja. Meskipun Juna memperlihatkan seluruh kertas jawabannya, raut muka ketiganya tetap seperti tidak memiliki semangat hidup. Hanya menatap Juna dengan tatapan kesalnya, kemudian tangannya sibuk menggulung kertas coret-coretan bekas mereka yang sok sibuk supaya tidak dicurigai oleh guru mata pelajaran matematika wajib.
"Ya lo ngomong gampang. Ibarat ya, lo tuh dokter bedah, habis operasi usus buntu ditemenin sama dokter ahli jiwa. Terus lo bilang sama si dokter jiwa, apaan ya operasi gini doang, gampang. Alias lo salah sasaran, bego."
Juna tertawa kecil mendengar celotehan Haidan. Kemudian, netranya menangkap kedua temannya yang masih terdiam, seperti jet lag setelah perjalanan jauh.
"Pembagian nilainya kapan sih?" Tanya Nakula setelah sekian lama berdiam. Namun tetap saja, ekspresinya seperti shock karena mengalami kejadian yang tak mengenakkan.
Juna menggidikkan bahunya. Lalu ia memutar badannya, menghadap ke depan. Ia melirik Haidan yang meletakkan kepalanya di meja. Kemudian, Juna menyodorkan buku tulisnya. Seingatnya, tangannya kotor karena bergesekan dengan meja yang mereka tempati sekarang.
"Kenapa?"
"Kotor nanti kepala lo. Kasian kan, udah gak berfungsi, kotor lagi."
Haidan menatap Juna dengan tatapan yang benar-benar kesal sekarang. "Sini kepala lo gue masukin ke dalem tinta isi ulang, biar sesekali tuh otak ngga berfungsi."
Juna tertawa kecil.
"Beneran, Dan. Tadi tangan gue item, kotor. Kayaknya nih meja banyak dosanya."
"Itu bukan mejanya yang kotor, Jun. Tapi karena lo duduknya sama Haidan aja, jadi semua yang ada dalam kekuasaan Haidan jadi kotor. Mengikuti."
Haidan membalikkan badannya, menatap Nakula yang tersenyum miring. "Ngomong sekali lagi lo, Na."
"Lo, kebanyakan dosa."
"Mau milih di mana? Lapangan basket apa halaman upacara?"
"Tanding? Tandingnya ngerjain soal aja gimana?"
Haidan berdecak. "Ya gue bunuh diri namanya, anjir."
Diikuti tawa Juna dan Jenaka, serta Nakula yang tertawa meremehkan.
Kalau urusan adu bacot, memang Haidan tidak ada tandingannya. Hanya Juna yang mampu meladeni bagaimana cerewetnya Haidan. Namun jika ditantang dengan hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran, Haidan akan mundur dengan sendirinya.
"Sebenernya gue tuh ngga goblok ya dalam hal pelajaran."
Ketiganya menatap Haidan yang memulai obrolannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAKSA (Renjun ft Wenyeol) [SUDAH DITERBITKAN]
Fanfiction[Sudah terbit dengan ending yang berbeda dari versi Wattpad] "Junanda, dunia nggak sekecil yang kamu kira hingga kamu bisa menggenggam segalanya dan menginginkan semua hal terjadi sesuai kemauan kamu. Junanda, semesta punya banyak cerita." Iya, tema...