"Ini majalah yang Anda tunggu sejak kemarin, Tuan Muda."
Chenle menerima majalah yang diserahkan kepadanya dan memberikan senyum tipis kepada wanita di sampingnya. "Terima kasih, Ahjumma. Ah, apa belanjaan kemarin ada yang kurang? Apa ada barang yang kulewatkan?"
Hong Ahjumma, wanita yang berdiri di sebelah Chenle, melambaikan satu tangannya. "Seperti biasa semuanya lengkap, Tuan Muda. Terima kasih."
Chenle menggeleng. "Apa yang perlu diterimakasihkan?"
Chenle meletakkan majalah di samping cangkir tehnya dan beralih mengambil cangkirnya untuk menyesap tehnya. Hangat mengisi rongga kerongkongan Chenle, bahkan Chenle bisa merasakan kehangatannya hingga ke perutnya. Seharusnya sensasi "penuh" mengisi tubuhnya, tapi Chenle masih merasa hampa. Entah kapan sensasi "penuh" itu Chenle rasakan terakhir kali.
Chenle meraih sumpitnya, tapi nafsu makannya sama sekali tidak tergugah meski melihat makanan lezat yang sudah Hong Ahjumma hidangkan. Chenle meletakkan sumpitnya dan mengusap dahinya.
"Ahjumma, aku tidak bisa memakan ini, maaf."
Chenle berdiri dan mengambil majalahnya sebelum berjalan pergi. Di ambang ruang makan dia berpapasan dengan Jeno. Namun, Chenle tidak menyapa, bahkan tidak repot-repot menggerakkan matanya untuk sekadar melirik.
"Pagi, Sayang." Jeno menyapa dan berhenti melangkah, sementara Chenle hanya terus melanjutkan langkahnya. Chenle melangkah hingga keluar dari rumah. Dia menghirup udara pagi dalam-dalam dan menghembuskannya.
"Pagi, Tuan Muda."
Chenle menoleh dan tersenyum tipis kepada supirnya yang sedang mengelap mobil. "Pagi, Kang Ahjussi. Ahjussi sudah sarapan?"
Kang Ahjussi mengangguk penuh semangat. "Tentu saja sudah. Tuan Muda sendiri?"
Chenle menggeleng dan gelengan itu membuat Shin Ahjussi menghentikan kegiatannya. "Tidak peduli seberapa berat masalah yang dihadapi, Tuan Muda harus tetap makan. Bagaimana menghadapi masalah jika perut tidak diisi?"
Chenle mengangguk-angguk kecil. "Terima kasih untuk nasihatnya."
Karena mobilnya belum siap, Chenle duduk di kursi dan membuka majalahnya. Mata dan tangan Chenle terpaku pada satu halaman. Dahinya berkerut, di dalam majalah ini ada wajah Jisung. Direktur utama itu terlihat sangat berbeda dari yang Chenle lihat di dunia nyata. Namun, satu yang tetap sama, wajahnya masih tampak muda.
"Little Einstein?" Chenle bergumam membaca kata-kata yang tertera di sana. Akhirnya dia pun mengerti arti di balik kata tersebut. Park Jisung atau Andy Park berhasil masuk kelas akselerasi dan masuk ke Stanford University ketika usianya lebih muda tiga tahun dari kebanyakan anak kuliah pada umumnya. Kemudian memiliki banyak prestasi di bidang akademik dan pada akhirnya berhasil mencapai posisinya sekarang.
Chenle pikir Jisung belum mencapai posisi tertingginya. Maksud Chenle, lihat rentetan prestasi pria ini, jika Jisung mau, pria itu bisa mendirikan perusahaannya sendiri dan tidak hanya menjadi direktur utama saja.
"Tuan Muda, apa kita berangkat sekarang?"
Perhatian Chenle teralihkan dan dia mengangguk kepada Kang Ahjussi. "Ya."
Jalanan belum terlalu padat, langit begitu bersih, dan udaranya sangat sejuk. Chenle pikir ini akan menjadi hari yang indah, tapi sepertinya dia terlalu cepat berasumsi. Jisung datang ke kantornya, tapi setidaknya kali ini tidak sendirian, melainkan bersama ibunya. Jika pria itu datang sendirian, Chenle pastikan dia akan langsung bertanya, apakah pria ini memiliki terlalu banyak waktu untuk dihabiskan untuk mengganggunya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ran [JiChen | ChenJi] ✓
Fanfiction✨A Story by Z✨ "Kau berubah." "Berubah... apa kau bahkan tahu apa yang berubah?" "Kau jadi lebih dingin padaku. Sebenarnya ada apa?" "Lee Jeno, tidak tahu malu." -- "Apa ada masalah, Jisung-ssi?" "Boleh aku meminta saran?" "Jika kau harus melakukan...