20: Semuanya Dariku

736 155 7
                                    

Chenle yang sebelumnya fokus dengan tabletnya mengalihkan perhatiannya kepada Renjun yang masuk ke dalam ruangannya. Sebuah tote bag polos berada di tangan lelaki itu.

"Ayam cepat saji lagi?"

Renjun yang mendekat menggeleng, kemudian meletakkan tote bag itu di atas meja Chenle. "Sudah kubilang yang kemarin-kemarin itu bukan cepat saji, tapi ayam goreng rumahan."

Chenle mengintip isi tote bag tersebut dan memandang Renjun dengan tatapan meminta penjelasan. "Masakan terbaik yang bisa Hyung masak adalah nasi. Aku bertanya-tanya sejak kemarin bagaimana Hyung membuat makanan-makanan itu."

Tangan Renjun bergerak melucuti kotak bekal yang dia bawa. "Y-yang kemarin aku berusaha tahu! Kali ini dari seorang teman."

"Untuk dua orang? Jika ini seharusnya untuk adikmu aku tidak akan makan."

"Ini... ini yang tersisa dari sarapannya. Saudara-saudaranya menginap, keluarga yang besar, tapi dia memasak terlalu banyak. Sekarang lebih baik kau tutup mulutmu dan makan sebelum aku menghabiskan milikmu juga."

Chenle hanya memandangi Renjun yang menjauh untuk memindahkan semuanya ke meja lain. Renjun adalah pembohong yang buruk, setidaknya setiap kali berbohong padanya. Tidak peduli seberapa ketat jadwal mereka, Renjun akan selalu meminta Chenle untuk makan makanan luar, mereka bahkan tidak pernah makan makanan kantin. Kecuali untuk satu kali di saat Renjun marah padanya dan ketika Chenle memilih untuk makan di ruangannya karena pekerjaan. Namun, sudah hampir tiga minggu ini Renjun membawa masuk makanan ke ruangan. Ingin mencoba sesuatu yang baru katanya. Namun, Chenle tahu Renjun adalah seseorang yang akan mempertahankan kebiasaannya sebisa mungkin, bahkan jika orang-orang memaksanya melakukan hal lain, kecuali orang itu adalah Chenle.

Namun, bisa saja Renjun mengerti kondisinya. Setelah pagi di mana suasana hati Chenle benar-benar memburuk seusai melihat Jisung di kafe itu, Chenle masuk ke kantor dengan wajah "malaikat maut", itu yang Renjun katakan, dan Renjun pun memintanya untuk bercerita dan Chenle pun menceritakan semuanya. Mungkin setelah kejadian itu Renjun berpikir kejadian yang sama bisa saja berulang, jadi untuk berjaga-jaga Renjun lebih memilih untuk memesan makanan luar dan makan di ruangannya.

Hanya perkiraannya, tapi Chenle rasa ada kemungkinan lain yang sedikit tidak mungkin, tapi bisa saja terjadi. Mungkin... ini semua makanan dari Jisung. Namun, kotak bekal hari ini mematahkan sedikit banyaknya kemungkinan ini. Jisung tidak terlihat seperti pria yang handal dalam urusan dapur, Chenle bahkan tidak yakin pria itu bisa tahan dengan cipratan minyak yang sering terjadi ketika kau menggoreng sosis. Namun, seperti yang selalu Chenle ingatkan kepada dirinya sendiri, jangan menilai dari apa yang terlihat di permukaan.

Chenle bangun dan melangkah perlahan, satu tangannya memainkan antingnya dan matanya mengamati pergerakkan Renjun. Apakah kemungkinan kedua benar-benar terjadi? Apa ada kemungkinan Jisung menitipkan ini kepada Renjun?

Namun, kemudian sesuatu menyadarkan Chenle. Dia sudah memutuskan untuk tidak terlalu peduli tentang apa pun terkait Jisung.

Pria itu sudah menemukan orang lain yang bisa diganggu, bahkan tidak lagi menghubungi Chenle. Sesekali pesan singkat dari pria itu masuk, tapi berbeda dengan sebelumnya yang benar-benar masuk hampir setiap lima belas menit sekali, pesan-pesan itu datang sekali dalam satu hari, bahkan terkadang tidak ada sama sekali.

Chenle seharusnya merasa lega dengan kenyataan itu, dia bisa fokus menangani ayahnya dan masalah Jeno. Namun, Chenle merasa kesal hingga jika saja dia tidak sadar, mungkin sudah sejak lama telinganya terluka akibat dia yang menarik antingnya untuk melampiaskan rasa kesalnya.

"Ada apa dengan tatapan itu, hm? Cepat duduk dan makan."

Chenle menurut, dia duduk di seberang Renjun dan mengambil kotak bekal dari atas meja. Matanya melirik Renjun sebelum dia menyuap isi bekal.

Ran [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang