Reyga - 3. Pensi

5.3K 494 3
                                    

Hari ini sekolah Bina Bangsa mengadakan acara pensi yang mengharuskan setiap kelas untuk memilih perwakilan kelas untuk tampil. Selain itu, wali murid juga mendapat undangan untuk datang melihat putra-putrinya.

Saat ini, Reyga berdiri cemas ketika dia tidak melihat tanda-tanda kehadiran mamanya. Padahal kemarin dia sudah memberikan undangan itu kepada mamanya. Dan dia juga ditunjuk teman-temannya untuk mewakili kelasnya.

"Rey!"

Reyga menoleh, dibelakangnya ada Bu Lina-- wali kelasnya yang menghampirinya. "Iya, ada apa, Bu?"

Bu Lina berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Reyga. "Orang tua kamu mana, Rey?"

Reyga menggeleng.

"Papa kamu nggak dateng?" tanya Bu Lina.

Lagi dan lagi Reyga menggeleng. "Rey nggak punya papa, Bu. Kata temen-temen, Rey anak haram."

Bu Lina terpaku ditempatnya, dia merasa bersalah sekarang. Dia kemudian tersenyum hangat sembari mengusap puncak kepala Reyga. "Nggak ada yang namanya anak haram, Nak."

Rey tersenyum tipis.

"Kalau mama kamu?" tanya Bu Lina.

"Mama mungkin gak datang, Bu. Mama ... si-sibuk kerja," jawab Reyga terbata-bata.

Bu Lina mengangguk percaya. "Persiapkan diri kamu, sebentar lagi kamu tampil."

Reyga mengangguk sembari memberi hormat kepada Bu Lina. "Siap, Bu!"

Bu Lina terkekeh, kemudian dia menunggu Reyga hingga nama Reyga pun dipanggil untuk maju kedepan. Reyga naik keatas panggung dengan diantar Bu Lina sampai di undakan tangga.

"Tampilkan yang terbaik, oke?"

"Oke, Bu," jawab Reyga sembari tersenyum lebar.

Reyga kemudian naik keatas panggung. Disana dia mengambil mic dan berdiri ditengah-tengah.

"Disini Rey mau nyanyiin lagu buat papa yang belum pernah Rey jumpai. Buat semuanya, doain Rey, ya, supaya Rey bisa ketemu papa di surga." Rey mengucapkan itu seperti tanpa ada rasa sedih sedikitpun, dia malah tersenyum manis membuat semuanya tersentuh melihatnya. Rey memang belum sepenuhnya mengerti apa itu kata mati, dia mengira surga itu bisa dia tempuh menggunakan pesawat.

Setelah itu, musik pun berbunyi dan Reyga pun mulai menyanyikan lagu.

"Engkaulah nafas ku,

Yang menjaga di dalam hidupku,

Kau ajarkan aku menjadi yang terbaik.

Kau tak pernah lelah,

Sebagai penopang dalam hidupku,

Kau berikan aku semua yang terindah.

Aku hanya memanggilmu ayah,

Di saat ku kehilangan arah,

Aku hanya mengingatmu ayah,

Jika aku tlah jauh darimu.

Kau tak pernah lelah,

Sebagai penopang dalam hidupku,

Kau berikan aku semua yang terindah.

Aku hanya memanggilmu ayah,

Di saat ku kehilangan arah,

Aku hanya mengingatmu ayah,

Jika aku tlah jauh darimu.

Aku hanya memanggilmu ayah,

Di saat ku kehilangan arah,

Aku hanya mengingatmu ayah,

Jika aku tlah jauh darimu.

Aku hanya memanggilmu ayah,

Di saat ku kehilangan arah,

Aku hanya mengingatmu ayah,

Jika aku tlah jauh darimu."

Semua orang bertepuk tangan setelah Reyga mengakhiri nyanyiannya. Bahkan tak sedikit pula yang meneteskan air mata karena merasa kasihan dengan Reyga. Setiap lantunan lagu yang terucap dari mulut Reyga, membuat semuanya merinding.

"Rey tau mama nggak dateng kesini, tapi satu hal yang pengen Rey bilang, Rey sayang banget sama mama. Mama yang selama ini ngerawat Rey sendirian tanpa papa, mama malaikat bagi Rey. I love you, mama."

Setelah mengucapkan itu, Reyga kemudian turun dari panggung dan menghampiri Bu Lina yang kini sudah sembab matanya.

"Bu Lina kenapa nangis?" tanya Reyga bingung.

Bu Lina menggeleng. "Gapapa, Nak. Kamu hebat!" ucapnya sembari memberikan dua jempol kepada Reyga.

Reyga tersenyum lebar. "Makasih, Bu."

"Sama-sama, ganteng."

|—•REYGA•—|

By : Vi🅰

REYGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang