Reyga - 4. Om Arga

5.4K 485 2
                                    

Reyga sekarang duduk di teras kelasnya. Dia memandang iri semua murid yang kini sedang bercanda tawa dengan papa maupun mamanya.

"Kapan, ya, Gaga bisa kayak gitu?" gumamnya.

Pensi telah selesai, dan semua murid diperbolehkan untuk pulang. Namun, Reyga memilih untuk pulang belakangan. Dia kemudian melihat seorang anak laki-laki yang sedang di gendong papanya.

"Kalau aja papa ada, pasti Gaga digendong kayak gitu," gumamnya sembari mencebikkan bibirnya.

"Hai!"

Reyga menoleh ketika dia merasa terpanggil. "Om manggil saya?"

Seorang pria berumur 30 tahunan itu mengangguk, dia kemudian duduk disamping Reyga.

"Nama kamu Rey, ya?" tanya pria tersebut.

Reyga mengangguk. "Nama saya Reyga, Om. Biasanya dipanggil Rey atau Gaga."

Pria itu mengulurkan telapak tangan kanannya kepada Reyga. "Nama Om, Arga."

Reyga mengangguk, dia membalas juluran tangan pria bernama Arga itu. "Salam kenal, Om Arga."

Arga mengangguk. "Salam kenal juga, Reyga."

"Reyga kenapa belum pulang?" tanya Arga.

Reyga melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya. "Ini masih jam satu, Om. Ini jam mama makan siang, nanti aku pulang setengah jam lagi, biar kalau sampai rumah langsung makan."

Arga mengernyitkan keningnya. "Kenapa kamu nggak makan bareng mama kamu aja?"

Reyga menggeleng. "Kata mama, Rey ga boleh makan bareng mama."

"Kenapa?"

"Karena mama jadi ga nafsu makan kalau semeja sama Rey, Om. Rey cuma boleh makan sisa dari mama aja."

Arga termangu mendengarnya. Tega sekali mama dari anak itu, pikirnya.

"Gimana kalau om traktir kamu?" tawar Arga.

"Nggak usah, Om. Nanti ngerepotin," jawab Reyga.

Arga menggelengkan kepalanya. "Enggak, kok. Nggak ngerepotin sama sekali."

Reyga menatap Arga dengan mata berbinar. "Beneran, Om?"

Arga mengangguk sembari tersenyum tipis. "Beneran, dong!"

"Anak Om mana?" tanya Reyga.

Arga terkekeh. "Om belum punya anak, Om kesini karena Om yang punya sekolah ini."

Reyga tersenyum lebar, dia kemudian bertepuk tangan. "Wahhh, hebat banget, Om."

Arga tertawa, dia mengusap puncak kepala Reyga. "Reyga belajar yang rajin, ya, supaya bisa sukses dan bahagiain orang tua."

Reyga mengangguk lucu. "Siap, Om. Reyga pengen jadi pilot, nanti Reyga mau ngajak mama ke surga buat ketemu papa naik pesawat."

Arga menahan nafasnya beberapa detik, mendengar celotehan anak kecil seperti Reyga membuatnya tersentuh.

"Sippp, pinter!" puji Arga.

"Om Rey mau tanya boleh?" tanya Reyga.

"Ya, boleh, dong."

"Emang kalau nggak punya papa, tuh, anak haram, ya, Om?"

Arga terdiam sejenak, dia kemudian meneguk ludahnya susah payah. Bingung mau menjelaskan bagaimana kepada Reyga.

Dia kemudian mengusap puncak kepala Reyga sembari tersenyum manis. "Hey, gak ada yang namanya anak haram, Sayang."

Reyga mencebikkan bibirnya. "Tapi kata temen-temen Rey anak haram."

"Udah, gak usah didengerin omongan mereka, oke?"

Reyga mengangguk. "Oke, Om."

Arga tersenyum tipis. "Yaudah, ayok kita pergi beli makanan, Om traktir kamu."

"Yeayyy, ayo, Om," sorak Reyga kesenangan.

Kemudian Arga pun menggandeng Reyga menaiki mobil dan menuju restoran terdekat untuk makan.

"Om, kalau misalnya Reyga bungkus ini buat mama boleh nggak, Om?" tanya Reyga sembari menunjuk makanannya yang belum ia sentuh sama sekali.

"Makan aja! Nanti Om bungkusin lagi buat mama kamu," jawab Arga.

Reyga tersenyum lebar. "Makasih, Om."

"Iya, sama-sama."

|—•REYGA•—|

By : Vi🅰

REYGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang