Reyga - 15. Mama Sakit

4.7K 423 5
                                    

Hari ini adalah hari pertama Reyga menjalani hukuman skors-nya. Walaupun tidak berangkat ke sekolah, dia tetap bangun pagi. Setelah mencuci wajahnya, Reyga berjalan menuju dapur untuk minum. Namun, dia mengerutkan keningnya bingung ketika melihat pintu kamar mamanya yang masih tertutup rapat itu.

"Apa mama nggak kerja, ya?" gumam Reyga bertanya-tanya.

Uhuk! Uhuk! Uhuk!

Reyga membulatkan matanya ketika mendengar suara batuk mamanya. "Apa jangan-jangan mama sakit?" ujarnya khawatir.

Reyga kemudian mendekati kamar sang mama, dan mengetuk pintunya.

Tok! Tok! Tok!

"Ma, mama nggak kerja, Ma?" tanya Reyga sedikit berteriak agar suaranya bisa didengar sang mama.

Tak ada jawaban dari Rea, hal itu tentu saja membuat Reyga semakin khawatir. Dia berpikir sejenak, dia masuk apa tidak? Sebenarnya dia tidak boleh masuk ke kamar mamanya, namun dia sangat khawatir dengan keadaan mamanya saat ini.

Setelah membulatkan tekadnya, dengan gerakan pelan Reyga memegang gagang pintu tersebut kemudian mulai membuka pintu itu. "Maafin Gaga, Ma, Gaga udah lancang masuk kamar mama," gumamnya.

Reyga dapat melihat mamanya yang meringkuk dibawah selimut, setelah menutup kembali pintunya, dia mendekat kearah Rea. "Mama," ucapnya.

"Hmm." Rea hanya bergumam tak jelas.

"Mama sakit?" tanya Reyga.

Rea diam tak menjawab, kepalanya sangat pusing sekarang.

Reyga kemudian meletakkan telapak tangannya ke dahi mamanya, namun dengan cepat Rea menghempaskan tangan itu. "Jangan sentuh saya, Reyga!" desisnya.

Reyga meringis. "Mama badannya panas, kita ke rumah sakit, ya, Ma?"

"Gak usah," ketus Rea.

Reyga menghela nafas. "Yaudah, Reyga buatin mama bubur dulu, habis itu mama minum obat, ya."

Tanpa mendengar jawaban mamanya, Reyga segera beranjak menuju dapur untuk membuatkan mamanya bubur. Rea berdecak melihat itu.

"Dasar anak bodoh!" gumamnya lemas.

Reyga terus berkutat dengan alat di dapur. 20 menit kemudian, bubur buatannya pun sudah matang. Dia menuangkannya kedalam mangkok, kemudian dia membawanya ke kamar Rea. Tak lupa juga dia mengambil obat dan air putih untuk mamanya.

"Mama, ayo makan dulu!" ujar Reyga.

Reyga duduk dipinggir tempat tidur Rea. Melihat keterdiaman Rea, Reyga pun sedikit mengguncang tubuh mamanya. "Ma, bangun! Ini buburnya udah jadi, mama harus makan terus minum obat."

Rea berdecak kesal, dia kemudian mengambil posisi duduk dengan menyandar dibagian kepala ranjang. Dia lalu merebut mangkok di tangan Reyga. "Saya bisa makan sendiri, sekarang kamu bisa pergi!" usir Rea.

Reyga mengangguk. "Jangan lupa diminum obatnya, Ma."

Rea berdehem, baru saja akan menyendok buburnya, sendok itu jatuh dari tangannya. Dia lemas, sehingga tangannya bergetar ketika memegang sendok itu.

Reyga mengambil sendok itu, dia membersihkannya dahulu menggunakan tisu. "Biar Gaga aja yang suapin, Ma."

Reyga mengambil mangkok tersebut dari mamanya. Dia kemudian menyuapi Rea dengan telaten. Entah kenapa rasanya Rea ingin menangis. Air matanya menggenang di pelupuk matanya melihat perhatian Reyga kepadanya.

Anak ini benar-benar bodoh, sudah ku sakiti berkali-kali, tapi dia masih peduli sama aku, batin Rea.

Rea membuang muka ketika rasa sesak semakin membuncah di dada-nya. Sial, dia tidak boleh seperti ini, anak itu yang menghancurkan mimpinya, anak itu juga yang telah mengancurkan hidupnya. Dia sangat membenci itu.

Rea kemudian menepis suapan dari Reyga, hingga sendok itu terjatuh dilantai. Reyga sedikit terkejut, dia kemudian menatap mamanya. "Mama udah kenyang?"

Rea mengangguk.

Reyga kemudian memungut sendok itu, dan menaruhnya di nakas beserta mangkoknya. Dia lalu mengambil obat dan air putih, kemudian dia menyerahkannya kepada Rea.

"Ini, Ma, obatnya."

Rea menerimanya. Dia kemudian meminum obat itu, dengan sedikit bantuan dari Reyga. Setelah itu Reyga membantu mamanya untuk berbaring lagi. "Mama istirahat, ya, biar cepet sembuh."

Rea diam. Reyga tersenyum tipis, dia menyelimuti Rea sebatas dada. "Kalau butuh apa-apa, panggil Gaga aja ya, Ma."

Kemudian Reyga beranjak keluar sembari membawa mangkok dan gelas bekas mamanya tadi. Setelah kepergian Reyga, air mata Rea luruh begitu saja. Dia memandang nanar punggung yang kian menjauh itu.

"Aku benci dia."

Tapi, Rea melupakan fakta jika yang dibencinya itu adalah anak kandungnya, darah dagingnya sendiri.

|•REYGA•|

By : Vi🅰

REYGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang