Jika sebelum hari ini ia selalu berteman dengan sepi, sekarang hatinya perlahan mulai membuka diri. Ia tidak lagi merasa sendiri karena seseorang telah datang membawa remedi.
Semesta telah memberinya pelatihan-pelatihan menghadapi kenyataan. Tentang bagaimana berkawan dengan kehampaan, menjauhi keramaian, dan merelakan kebahagiaan. Semesta, jika ini diibaratkan ujian saat sekolah, kapankah ia akan lulus? Atau justru ujian yang sebenarnya belum dimulai?
Beberapa hari ini, Rendi melakukan serangkaian tes sebelum dilakukan kemoterapi. Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui kondisi pasien, apakah cukup kuat atau tidak untuk menjalani kemoterapi. Tentunya Reely selalu ikut andil dalam menemani ayahnya, ia sering kali izin untuk tidak mengikuti pembelajaran di sekolah hanya untuk menemani ayahnya.
Tidak hanya dirinya, Ira dan keluarganya pun kerap datang berkunjung untuk melihat bagaimana perkembangan Rendi. Pun dengan Tania, sahabat Reely satu-satunya yang setiap pulang sekolah tidak ada kegiatan lagi, ia selalu menyempatkan diri untuk menjenguk Rendi. Sungguh, Reely baru menyadari bahwa dirinya benar-benar tidak sendirian.
Walau tidak banyak dan masih bisa dihitung jari siapa-siapa saja yang ada di dekatnya, tetapi itu sudah lebih dari cukup. Daripada mempunyai banyak teman, tetapi saat kita butuh mereka malah tidak ada, benar apa betul?
Tentu saja Rezi juga turut berpartisipasi. Bahkan, Rezi juga mengajari pelajaran-pelajaran yang Reely tidak mengerti selama sekolah karena Reely memang sedikit lemah di pelajaran matematika. Seperti saat ini, di depan ruang rawat Rendi mereka tengah fokus belajar bersama, lebih tepatnya Rezi yang mengajari Reely.
“Sampai sini kamu paham enggak? Barangkali saya kecepatan jelasinnya. Kamu bisa bilang kalau masih enggak paham, biar saya jelasin lagi,” kata Rezi setelah menjelaskan materi.
Reely terdiam, Rezi adalah laki-laki penyabar dan penuh kelembutan sejauh ia mengenalnya. Padahal, Rezi sudah menjelaskan berulang kali materi ini, tetapi saat Reely tidak mengerti di satu titik saja, dengan sabarnya Rezi akan menjelaskan dari awal.
“Ngerti, Kak,” jawab Reely mantap.
“Alhamdulillah.” Rezi membolak-balik halaman buku paket matematika Reely, saat terhenti di suatu halaman ia berkata, “Coba kamu kerjain soal ini, dijabarkan juga ya caranya.”
Reely terdiam sambil meneguk salivanya kala melihat soal-soal yang terpampang. Ia memang sudah mengerti dengan materi yang Rezi ajarkan, tetapi sering kali saat diberi soal yang dimodifikasi sedikit saja dari contoh sebelumnya, pasti dirinya tidak bisa mengerjakan. Namun, ia tidak boleh menyerah, ia harus bisa. Jika ada niat dan usaha yang tekun pasti hasilnya tidak akan mengecewakan, toh belajar kan memang kewajibannya.
Reely mulai fokus mencatat soal itu, mencoret-coret untuk memasukkan rumus dan menghitungnya. Kerap kali Reely mengerutkan dahinya tanda ia sedang berpikir. Semua gerak-geriknya tidak luput dari pandangan Rezi, bibirnya menarik seulas senyuman. Tuhan, menggemaskan sekali perempuan di sampingnya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melukis Resah Setelah Pisah
Teen FictionSelama 17 tahun hidupnya, Reely hanya memilki ayahnya-satu-satunya insan yang ia punya. Saat kehilangan-kehilangan pahit mulai menghampiri, ia sadar bahwa dirinya harus memperoleh kebahagiaan sendiri. Namun, luka-luka yang belum ia maafkan justru me...