Reely menggeliat pelan dalam tidurnya saat bel rumahnya berbunyi. Ingin kembali tertidur, tetapi bunyi bel yang tidak ada berhentinya itu membuatnya kesal dan terpaksa bangun. Ia menguncir rambutnya terlebih dahulu, siapa yang bertamu ke rumahnya pukul enam pagi?
Reely keluar kamar dan bergegas membukakan pintu. Ia sedikit takut karena memang tidak pernah ada yang bertamu sepagi ini. Pun jarang sekali ada orang yang datang ke rumahnya dengan memencet bel. Untuk menghindari ketakutannya, ia pun mengintip melalui jendela. Reely bernapas lega, ternyata yang datang adalah Tania, sahabatnya.
"Ya Allah, rasanya mau putus tangan gue," keluh Tania saat Reely membukakan pintu.
"Salam orang tuh, tumben lo mencet bel rumah gue, kirain gue siapa," ujar Reely sambil mempersilakan Tania masuk.
"Sumpah ya, gue tadi udah ngetuk pintu dan manggil lo berkali-kali, sampai ada tetangga yang ngeliatin gue aneh gitu. Makanya gue pencet bel aja biar ada fungsinya," celetuk Tania.
Semalam Reely memang tidur cukup larut. Ia bangun hanya untuk salat Subuh lalu tidur kembali. Biasanya sehabis salat, Reely jarang tertidur lagi.
"Lo ke sini ngapain?" tanya Reely.
"Mau main aja, gue bosan di rumah," jawab Tania. Sebenarnya, kedatangan Tania adalah untuk menyemangati sahabatnya itu. Ia tahu persis bagaimana perasaan Reely, dan yang dibutuhkannya sekarang adalah dukungan dari orang-orang terdekatnya.
Reely mengangguk kecil. Ia mengalihkan pandangannya pada plastik merah yang Tania bawa. "Lo bawa apa?"
"Gue bawa lontong sayur kesukaan lo! Yang di pertigaan deket sekolah itu. Asli ya, gue beli ini harus ngantri lama, tapi demi sahabat tercinta gue mah apa sih yang enggak."
"Tahu aja gue lapar, ya udah yuk makan bareng! Gue siapin mangkuk sama sendoknya dulu."
Setelah makanan siap, mereka pun makan. Tania tidak bisa fokus pada makanannya, ia baru sadar bahwa muka Reely sangat sembab. Pasti sahabatnya ini menghabiskan malamnya untuk menangis.
"Ngapain lo ngeliatin gue? Lo masih normal, kan?" tanya Reely sedikit risi karena Tania sejak tadi memperhatikannya.
Tania melotot, "Sembarangan! Suka-suka gue dong."
"Gue risi aja."
Lima belas menit kemudian, mereka pun selesai makan. Tania membantu Reely untuk membersihkan mangkuk yang dipakai mereka. Padahal, Reely sudah melarangnya, toh cuma sedikit, tetapi Tania tetap pada pendiriannya.
Setelah selesai, mereka duduk kembali di sofa. Reely terlihat melamun, Tania sangat mengerti akan hal itu. Ia memutar otaknya untuk mencari topik yang menyenangkan.
"Reely, gimana kalau kita ntar ke taman? Makan es krim gitu, udah lama nih kita enggak quality time," ajak Tania yang membuyarkan lamunan Reely.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melukis Resah Setelah Pisah
Teen FictionSelama 17 tahun hidupnya, Reely hanya memilki ayahnya-satu-satunya insan yang ia punya. Saat kehilangan-kehilangan pahit mulai menghampiri, ia sadar bahwa dirinya harus memperoleh kebahagiaan sendiri. Namun, luka-luka yang belum ia maafkan justru me...