“Wih, rumah lo pagi buta gini udah wangi banget. Ditambah wangi bumbu-bumbu masakan lagi, jadi lapar gue.” Reely hanya menggelengkan kepala kala mendengar penuturan Tania.
Memang benar apa yang dibilang Tania, semenjak perubahan yang ditunjukkan ibunya, rumahnya terasa kembali hidup. Perabotan rumah kini terbebas dari debu, rumahnya selalu wangi setiap hari.
Gorden-gorden di rumahnya pun senantiasa bersih dan cerah, sebab sebelum Bi Asih datang kembali, ia pun lupa kapan terakhir kali gorden-gorden itu dicuci. Paling-paling, Reely hanya akan ingat untuk menyapu dan mengepel, serta mengganti seprai kamarnya seminggu sekali.
Jika dulu saat ayahnya terbaring di rumah sakit meja makan senantiasa kosong, kini meja makan di rumahnya justru tidak pernah terlihat kosong. Berbagai makanan kesukaannya selalu ada menanti untuk ia makan setiap hari.
“Nah, akhirnya kalian turun juga. Ayo, duduk kita sarapan,” sapa Mika dengan senyuman lebarnya sembari mempersiapkan peralatan makan.
Reely dan Tania duduk bersebelahan, sedangkan Mika duduk berhadapan dengan Reely. Terlihat sajian makanan—yang pastinya mempunyai rasa lezat—telah terpampang di depan mereka.
“Sini, Tania. Tante ambilkan nasinya,” ujar Mika sembari mencondongkan tubuhnya.
“Eh, enggak usah, Tante. Aku bisa sendiri, kok, hehe ngerepotin takutnya.” Mendengar jawaban Tania yang demikian, Mika pun tidak memaksa lagi.
Netranya menatap sang putri yang tengah menatap udang saus tiram yang masih mengepulkan asap tipis. Ia tersenyum lalu memberanikan diri untuk berkata, “Reely, mau Ibu ambilkan makanannya?”
Tangan Tania yang sedang menyendokkan sayur sop pun berhenti sejenak, ia tidak menoleh, melainkan terdiam sebentar untuk melihat respons dari Reely.
Setelahnya, Tania tersenyum lalu kembali menyendokkan lauk kala Reely merespons, “Puding aja.”
Rasanya senang bercampur haru melihat perubahan kedua manusia yang sama-sama tengah menyembuhkan diri dari luka. Semoga ini akan berakhir dengan baik, sesuai dengan yang Reely inginkan sejak dulu.
Lima belas menit kemudian, Tania dan Mika pun telah selesai sarapan. Kebetulan Reely hanya minum air dan makan sedikit puding dengan satu helai roti karena niatnya ia ingin makan setelah lari nanti.
Mika yang baru menyadari penampilan putrinya yang berbeda pagi ini bertanya, “Kalian mau pergi, ya?”
“Reely yang mau nge-date, Tan,” jawab Tania seenaknya yang dihadiahi tepukan pelan di pahanya.
Mika terkekeh pelan sembari mengangguk paham. “Oalah pantas cuma makan puding sama roti, pasti mau jalan sama Rezi, ya.”
“Siapa lagi kalau bukan dia, Tan. Cuma Kak Rezi yang bisa luluhin hati beku Reely,” gelak Tania. Reely menatapnya tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melukis Resah Setelah Pisah
Teen FictionSelama 17 tahun hidupnya, Reely hanya memilki ayahnya-satu-satunya insan yang ia punya. Saat kehilangan-kehilangan pahit mulai menghampiri, ia sadar bahwa dirinya harus memperoleh kebahagiaan sendiri. Namun, luka-luka yang belum ia maafkan justru me...