Mata Karina kembali menatap americano yang masih berada di genggaman tangannya. Seakan menangis, minuman ini terus meneteskan air di tepian gelas yang menampungnya.
Karina menelan ludah yang terus mengumpul di mulutnya seraya terus menatap minuman yang lama-lama mencairkan es di dalamnya. Akhirnya, Karina harus mengangkat bendera putih menghadapi perlawanan kuat americano dingin tersebut.
Sedotan memasuki mulut Karina, menjadi penyalur americano dingin itu menuju tenggorokan Karina yang tadi serasa menjadi kering.
Hwahh~
"Akhirnya ...," lega Karina karena merasakan kesegaran yang luar biasa setelah minuman tersebut membasahi setiap sisi tenggorokannya. Setiap aliran americano terus menuju mulut Karina melewati sedotan transparan. Mata Karina tak berhenti mengitari sekitaran kafe, mengamati setiap interior yang terhias di sini.
Hingga akhirnya. "Eh?" bingung Karina. "Sudah habis, ya?" Mata Karina teralih memeriksa suara dari minuman yang sudah berubah karena hanya menyisakan beberapa es saja.
"Syukurlah ini bukan obat tidur," tutur Karina seraya meletakkan gelas tersebut ke atas meja.
Namun, sekarang perut Karina melilit. Membuatnya mengerucutkan tubuh dengan tangan memegangi perut yang semakin sakit. "Jadi!? Ini memang obat?" sesal Karina, lalu mengambil kembali gelas tersebut sembari meneliti sisa-sisanya.
@@@
Karina kembali menuju meja tempatnya menyantap pastry tadi dengan tangan yang menempel di perut. Rasa sakit terus melilit perutnya. Bahkan ini yang ketiga kalinya ia harus ke kamar kecil untuk buang air besar.
"Aduh ...," ringis Karina sembari memijat pelan perutnya. "Sepertinya aku harus memeriksakannya, deh." Karina mengambil barang-barang yang ia letakkan di meja dan memutar tubuh untuk segera menuju tangga.
Namun, dirinya terhenti karena menyadari satu hal. 'Tunggu dulu, tapi dimana aku bisa memeriksakan diri?" gumam Karina.
Lagi-lagi perutnya melilit kuat. "Sudahlah, itu bisa kupikirkan nanti." Langkah Karina berlanjut menuruni setiap pijakan anak tangga. Membuat rambut lurus terurai tergera ikut tergerai angin karena langkah tergesa-gesa yang dibuatnya.
Deretan anak tangga sudah dilalui Karina, kini dirinya bisa menuju pintu keluar yang sudah tak jauh dari tempatnya berada.
Masih saja perutnya merengek kesakitan. Karina mencoba lagi memijat-mijat perutnya untuk mengurangi rasa sakit. "Perut ... Kau sabar sedikit, ya," pinta Karina yang terus menurunkan badan.
Orang-orang yang berada di tempat ini menatap Karina keheranan. Memperhatikan Karina yang seperti membungkukkan badan memberi hormat.
"Jeogiyo," panggil Karina pada seorang perempuan dengan rambut terikat yang baru saja melewatinya.
"Ne?" sahutnya menghentikan langkahnya. Lalu, menatap Karina yang masih membungkuk. Tangan perempuan ini membawa nampan yang berisi pesanan yang persis dengan Karina santap tadi. "Eh? Kau baik-baik saja?"
"Ne, Gwaenchanayo. Maaf, apotek sekitaran sini dimana, ya?"
"Apa benar kau baik-baik saja"
"Ne." Karina menambahkan anggukan untuk memperjelas pernyataannya. Meskipun perutnya masih mengadu kesakitan.
"Kau bisa belok kanan setelah keluar dari sini. Apotek ada di persimpangan jalan di sana," terang pegawai tersebut.
"Baiklah, gamsahamnida," balas Karina. Lalu, segera Karina membawa diri menuju pintu keluar kafe ini.
Sedangkan, pegawai tadi kembali mengantarkan pesanan yang berada di tangannya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Part Time Cafe'
ФанфикшнDaripada penasaran, ayo langsung baca .... Sebagai seorang yang menyukai Negeri Ginseng, Karina pastinya juga ingin merasakan menapaki tempat tersebut. Beruntung bagi Karina, dirinya berhasil mengunjungi South Korea. Namun, kejadian selanjutnya...
