PART XIV

125 35 1
                                    

    Yeri menghempaskan tautan lengan Ha Eun. "Entahlah, kau tanyakan saja sendiri pada dirimu itu." Yeri memutar tubuh dan bersiap meninggalkan mantan asistennya itu.

    Namun, lengan Yeri kembali di raih Ha Eun. "Yeri-nim, jebal," mohon Ha Eun sembari berlutut di belakang Yeri. Matanya harus kembali menggenangkan air, bahkan kali ini kedua tangan Ha Eun ikut memohon.

    Bising menjelma menjadi hening. Semua mata para staf dan orang yang berada di studio beralih menatap Ha Eun dan Yeri yang berada di depan pintu.

    "Jebal, jangan pecat aku," ulang Ha Eun.

    Bisikan gosip kembali menyebar di antara keheningan studio. "Kenapa Ha Eun sampai seperti itu?"

    "Kalau aku jadi dia, aku sendiri yang ingin berhenti."

    "Heh, kau benar, untuk apa juga bekerja dengan orang seperti Kang Yeri itu."

    "Ckk, ternyata kau masih belum sadar juga, ya?" Yeri menarik lengannya untuk melepaskan genggaman Ha Eun. "AKU SUDAH MEMECATMU, KAN? APA ITU BELUM CUKUP?" Pandangan Yeri beralih pada orang-orang yang turut ikut menatap mereka berdua. "WAE? KENAPA MENATAPKU SEPERTI ITU?"

    Teriakkan Yeri memecahkan batu yang membuat mereka terdiam. Kemudian orang-orang tersebut memilih melanjutkan pekerjaan karena tidak ingin bermasalah dengan Yeri.

    Ha Eun makin menundukkan kepalannya. Isakan terus keluar dengan air mengalir menuruni pipinya.

    "Hehh!" dengus Yeri. "Apa jangan-jangan kau juga yang memberikan nomorku itu, ya? Ckk, pantas saja orang itu bisa melacak nomor baruku." Tanpa rasa ingin menarik ucapannya, Yeri berlalu begitu saja meninggalkan Ha Eun.

@@@

    Tokk! Tokk!

    Seseorang mengetuk pintu yang di cat dengan warna mocca di depannya. Guntur dan kilat masih berganitian mengiringi petang ini. Hujan masih meraung derang ditambah angin bertiup dengan laju cepatnya.

    "Jeogiyo," panggilnya. Namun, masih kalah dengan suara derasnya hujan.

@@@

    Rautan wajah kesal masih tertampil pada Youngjae. Dengan earphone putih kembali ia kaitkan di telinganya. Youngjae memilih untuk menonton series thriller yang sedang populer belakangan. Beradu dengan derasnya hujan suara dalam suara tersebut masih bisa jelas terdengar dari earphone.

    "Hahaha, Youngjae-ya kenapa kau masih cemberut seperti itu, sih?" Bu Kim baru kembali dari ruangannya dengan membawa dua gelas cokelat panas di tangannya menghampiri Youngjae.

    "Aku tidak cemberut, kok," tampik Youngjae tanpa mengalihkan matanya.

    "Benarkah?"

    "Ne, Kim uisanim ...."

    "Araseo, araseo, hahaha," Bu Kim kembali mengeluarkan tawanya, lalu duduk tepat di samping Youngjae. "Kau mau cokelat panas, Youngjae-ya?"

    Tidak ada jawaban yang disampaikan mulut Youngjae. Bahkan matanya masih belum beralih dari layar ponselnya. Youngjae terlalu masuk dalam series tersebut.

    Saat scene dimana waktu yang sama dengan saat ini terjadi. Hujan deras disertai guntur bersamaan dengan kilatnya. Disaat seperti inilah seorang pembunuh berpakai hitam kelam menutupi seluruh tubuhnya mulai mengetuk rumah calon korbannya.

    Tokk! Tokk!

    Masih belum juga pemilik rumah tersebut membuka pintu.

    Untuk kedua kalinya pembunuh tersebut mencoba memanggil pemilik rumah dengan ketukan.

Part Time Cafe'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang