Gemerisik dedaunan terdengar begitu menenangkan, dipadu dengan aliran air yang begitu tenang membuat dua insan yang berdiri disekitar jembatan merasa begitu nyaman.
Senandung nyanyian lagu rakyat keluar dari bibir tipis sang nona, kaki jenjangnya berjalan santai diatas tembok pembatas. Moran berdiri disampingnya, berjalan dengan satu tangan dimasukan ke dalam celana, sementara itu tangan lainnya menggantung disisi tubuh untuk berjaga-jaga siapa tahu [Name] akan terjatuh dari atas pembatas tembok.
Iris obsidian Moran melirik sang gadis, dalam diam menganggumi rupa [Name] dari sisi samping. Helaian surai indahnya berterbangan mengikuti arah angin, membuat Moran kembali teringat momen dimana ia bertemu dengan sang nona pertama kalinya.
Konyol rasanya menyimpulkan sesuatu dengan begitu cepat, hanya karena jantungnya selalu berdegub dua kali lipat lebih cepat dari biasanya disaat gadis itu berada dalam jarak pandangnya, Moran sudah berani menyimpulkan bahwa itu adalah karena dia telah jatuh cinta.
Moran sungguh bingung dengan dirinya sendiri, bagaimana mungkin ia bisa mengatakan kalimat jatuh cinta dengan begitu mudahnya? Seakan-akan itu hanyalah kalimat ringan yang sering diutarakan para remaja puber.
Moran sudah hampir menginjak kepala empat, harusnya dia tidak lagi mementingkan konsep cinta. Dirinya telah dipuaskan oleh banyak wanita, mereka mau melemparkan tubuh indah mereka untuk Moran hanya untuk bersenang-senang. Ada pula yang kagum dengan ketampanan yang dimiliki oleh sang mantan colonel. Yang jelas, tidak ada cinta dari masing-masing mereka, yang ada hanyalah nafsu.
Dan Moran sendiripun begitu.
Dia skeptis akan cinta, tidak peduli dengan sebuah perasaan tanpa logika yang banyak membuat orang-orang menjadi gila karenanya.
"Sebastian, Sebastian~"
Lagi-lagi jantung Moran berdegub kencang. Padahal itu hanya hal sepele berupa namanya yang keluar dari bibir tipis sang nona. Moran merasa luar biasa senang hanya karena hal sekecil itu, haruskan sekarang ia pergi ke dokter untuk memeriksa diri?
"Sebastian Moran~"
Rasanya menyenangkan, sekaligus menjengkelkan disaat bersamaan. Moran tidak ingin dadanya berdegub sekencang ini layaknya berlari ratusan meter, ia juga tidak ingin namanya disenandungkan selayaknya sebagian dari lirik lagu.
Moran tidak suka dengan segala perlakuan sang nona yang membuat jantungnya harus bekerja dua kali lipat dari biasanya.
Moran sungguh tidak suka dibuat jatuh cinta.
"Hei, Sebastian!"
Kaki kecil sang nona bergerak lebih cepat, berusaha menyusul langkah kaki Sebastian yanga da didepan sana. Ia langsung turun dari tembok pembatas dan berlari mengejar Sebastian, semata-mata tidak ingin tertinggal olehnya. [Name] masih belum menghafal jalanan ini dengan baik, dia tidak ingin ditinggal oleh sang pria dan berakhir terlunta-lunta dijalanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE | S. Moran
FanfictionKau yang terlarut dalam imajinasi berkepanjangan. Bersendau gurau sembari menyembunyikan luka di dada. Hidup entah untuk apa dan mencintai siapa. Kemarilah, aku akan menceritakan sebuah cerita yang dihalangi kasta, namun diberkati oleh maha kuasa...