Moran tidak pernah menyukai bagaimana jantungnya berdetak kencang dengan begitu mudahnya. Ia tidak suka dengan cara gadis itu tersenyum atau tertawa. Moran tidak suka jatuh cinta karena baginya itu hanyalah sebuah perasaan tanpa logika.
Moran jelas menyukai wanita, sangat menyukai tiap lekuk tubuh mereka. Namun sekalipun dalam hidupnya, Moran tidak pernah jatuh cinta dengan mereka. Tidak pernah merasa jantung berdebar kencang lantaran afeksi menggoda ataupun sentuhan di penghujung senja.
Dan segala hal itu hancur semenjak kedatangan sang nona.
Andaikata saat itu dirinya tidak menangkapnya, mungkin dirinya tidak akan berakhir menyedihkan seperti ini. Moran terlalu lengah, ia menganggap enteng kehadiran nona bangsawan itu. Dia berfikir tidak mungkin mencintai seseorang dengan jangka pertemuan yang singkat, kurang dari tiga hari bahkan.
Cinta pada pandangan pertama hanya omong kosong, Moran dulu seringkali menekankan hal itu kala mendapati seorang wanita mengungkapkan perasaan padanya. Mustahil baginya untuk mencintai seseorang dalam waktu yang singkat, apalagi jika dia adalah nona bangsawan yang asing dan tidak beretika.
Ia akui, sang nona memiliki wajah yang cantik. Dia sungguh cantik hingga membuat Moran terperangkap dalam pesonanya. Bibir tipis yang seringkali tidak bisa memfilter perkataan itu seringkali membuat Moran membeku sebab terlalu menganggumi senyum cantiknya.
Kendati tubuhnya bagus dan ramping, Moran tidak pernah merasakan nafsu tiap kali melihatnya. Ia tidak pernah berfikir untuk menelanjangi tubuh itu kemudian mengecup seluruh inchi kulit halusnya. Tidak pernah juga berfikir untuk membuatnya mengerang dan menyebut nama Sebastian Moran.
Baginya gadis itu terlalu murni. Dia terlalu berharga untuk dijadikan tempat pelampiasan nafsu yang semua. Sang nona bangsawan itu terlalu indah untuk dicemari dengan perbuatan bejat nan kotor. Moran tidak pernah berfikit untuk menyentuh tubuh itu sebelum waktunya, ia lebih baik memilih pelacur untuk memuaskan diri.
"Moran-san apa nona cantik tadi benar-benar bukan kekasihmu?"
Asap rokok mengudara, kemudian berakhir hilang dilangit-langit ruangan. Bunyi derit ranjang disertai gesekan kain dan kulit terdengar. Sang wanita cantik berhelaian surai legam terlihat merebahkan diri diatas ranjang, tubuh mulusnya tidak tertutupi oleh sehelai pakaianpun. Begitu pula dengan Moran yang kini tengah memakai baju atasan.
Moran masih diam, tidak menjawab pertanyaan yang keluar dari bibir sang wanita. Pertanyaan retoris itu membuat Moran makin bungkam. Membuat dirinya makin teringat dengan sang nona bangsawan. Bagaimana dia sekarang? Apakah dia sampai di penginapan tanpa ketahuan? Akankah dia sudah tidur dengan lelap sekarang? Atau mungkin dia tengah menikmati sepiring besar daging panggang?
Moran merasa tidak tenang, namun ia juga tidak ingin datang untuk memeriksa. Berulang kali Moran menolak kata hatinya untuk datang kesana, tidak ingin datang lantaran takut bertemu dengan sang nona. Moran tidak ingin dibuat jatuh cinta lagi, apalagi jika itu olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE | S. Moran
FanfictionKau yang terlarut dalam imajinasi berkepanjangan. Bersendau gurau sembari menyembunyikan luka di dada. Hidup entah untuk apa dan mencintai siapa. Kemarilah, aku akan menceritakan sebuah cerita yang dihalangi kasta, namun diberkati oleh maha kuasa...