Eugene [Surname], anak sulung keluarga [Surname] sekaligus kakak laki-laki satu-satunya [Fullname].
Posisi Eugene jelas termasuk posisi yang membuat banyak dari para bangsawan lain menawarkan putri mereka untuk menjadi pendampingnya.
Dia yang merupakan putra sulung keluarga [Surname] memiliki lebih banyak peluang untuk menjadi pewaris keluarga Marquess selanjutnya. Adapun [Name] memiliki peluang yang sama, namun lihatlah kelakuan adik perempuannya itu.
Sudah jelas Eugene lebih berpotensi besar.
Eugene adalah seorang ksatria, lebih spesifiknya lagi jendral perang. Dia tidak terlalu memikirkan kisah cinta antar bangsawan ataupun perjodohan yang kerap kali ditawarkan oleh orang tuanya. Eugene tidak minat untuk menikah, dia tidak terlalu suka para gadis bangsawan berisik yang tidak mau ditinggal lantaran terlalu manja.
Mereka bukanlah [Name] yang selalu melambai dengan riang kala Eugene pergi berperang, mengulas senyum sinis sembari mengumpati sang kakak. Kendati berkata bahwa Eugene tidak perlu pulang dan mati saja di peperangan, Eugene jelas tau sang adik sering berdoa ditengah malam untuk keselamatan dirinya.
Terkait kelakuan adik semata wayangnya, Eugene adalah satu-satunya orang yang paling mengerti dan dapat memakluminya. Orang-orang didalam mansion memberikan julukan padanya 'pawang nomor satu nona [Name]' karena memang hanya perkataan Eugene lah yang didengar oleh gadis itu. [Name] tidak akan membantah apapun perkataan sang kakak, bahkan ketika dia dihukum berdiri di depan kamar sembari menuliskan kata permintaan maaf 100 kali lantaran mematahkan pedang kesayangan Eugene.
Kakak kesayangan [Name], satu-satunya orang yang faham seluk beluk terkait kelakuan nona paling cantik di Inggris itu.
"Apa-apaan surat sialan ini?! Bakar semuanya!"
Eugene sangat faham bahwa [Name] muak dengan banyaknya surat lamaran pertunangan yang membanjiri kotak surat keluarga Marquess tepat setelah [Name] debutante.
Adiknya yang brandal itu sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang begitu cantik. Eugene mengakui bahwa saat ini belum ada satupun wanita yang mampu mengalahkan kecantikan adiknya itu.
Atau mungkin karena Eugene sendiri terlalu menyayanginya?
Pernah satu kali Eugene mendengar bahwa [Name] tidak ingin menikah atas dasar perjodohan. Ia ingin memiliki hak menikah dengan orang yang dicintainya. [Name] bukanlah alat untuk dapat meningkatkan kekayaan keluarga [Surname]. Bukan pula barang yang bisa dijual setelah dipamerkan kepada orang-orang diluar sana.
Selama 26 tahun Eugene menghadapi kekeras kepalaan sang adik. Menyaksikan saat-saat dimana adik satu-satunya itu kabur dari rumah dan kembali dalam keadaan menyedihkan, badan dekil dan dibawa oleh prajurit setelah nyaris diculik oleh salah satu bangsawan desa. Eugene tidak pernah khawatir [Name] akan terluka sebab adiknya itu cara untuk bertahan.
"Nona [Name] akan dijodohkan dengan putra Duke."
Jika begini, bagaimana cara adiknya itu bertahan?
Maka dari itu, ketika Eugene mendengar kabar itu, ia tidak bisa lagi menahan diri untuk kembali ke kediaman menjijikan itu. Kebisingan sana sini memenuhi area rumah disertai banyaknya hadiah dari Keluarga Duke sebagai bukti penerimaan pertunangan. Eugene merasa amarahnya naik hingga ke ubun-ubun ketika mendapati sang adik dikurung dalam kamar sampai hari pertunangan.
Harus berapa kali lagi Eugene memperingati orang tuannya untuk tidak ikut campur terkait kisah cinta anak bungsu mereka?
Derit khas terdengar ketika Eugene membuka pintu. Pakaian yang berantakan serta kondisi kamar yang hampir menyamai kapal pecah adalah hal pertama yang Eugene lihat. Iris matanya mengedar, mencari sang pemilik kamar yang entah berada dimana.
"Wow, siapa disini? Jendral perang yang pulang untuk menghadiri pertunangan? Bukankah kau seharusnya mati di medan perang, kak?"
Sindiran yang begitu tajam. Sosok gadis nampak terduduk diatas lemari pakaian, mengayunkan kaki layaknya itu adalah hal yang normal. Eugene menarik nafas panjang, masih berusaha memaklumi kelakuan sang adik yang entah bagaimana bisa naik keatas sana. Dua vas bunga mahal berada disamping kanan kiri tubuh ramping sang nona.
Coba tebak sudah berapa banyak orang yang kepalanya bocor karena masuk ke dalam sini?
"Apa yang kau lakukan disana?"
"Mempersiapkan diri untuk melempar vas bunga ini pada siapapun yang masuk."
Jemari lentik [Name] memegang sebuah jubah berwarna hitam yang mana memiliki model pria. Eugene tidak banyak berkomentar, ia memilih duduk di atas kasur sembari memberi isyarat pada sang adik untuk segera turun.
Hening menjalari suasana. [Name] hanya diam, tidak berminat mengatakan apapun untuk memecah keheningan. Eugene sendiri masih tetap bungkam kendati sang adik sudah duduk disampingnya.
"Bajingan...."
Bibir tipis sang nona terbuka sedikit, menarik nafas panjang sebelum kemudian melontarkan sebaris kalimat.
"Aku tidak ingin dijodohkan."
Tangan besar Eugene mengusap kepala sang adik perlahan. Seakan tuli, Eugene berpura-pura tidak mendengar isak tangis yang keluar dari bibir [Name].
Karena ia tau bahwa [Name] tidak pernah suka terlihat cengeng didepan siapapun. Walaupun berandalan, [Name] masihlah perempuan normal yang bisa menangis kapan saja.
"Padahal aku... aku sudah bertemu dengannya."
Rasanya sedikit menyakitkan mendengar perkataan adik semata wayangnya itu. Eugene tidak berfikir bahwa kedua orang tuanya akan nekat menjodohkan [Name] dengan bangsawan tertinggi di kerajaan Inggris. Jika begini, Eugene sendiri tidak bisa melakukan apapun selain mencari orang yang dimaksud oleh sang adik.
Laki-laki seperti apa yang bisa membuat adiknya itu jatuh cinta.
Eugene sangat penasaran dengan hal itu.
[A/N]
Funfact : Eugene adalah otak dari sifat barbar mbak nem
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE | S. Moran
Fiksi PenggemarKau yang terlarut dalam imajinasi berkepanjangan. Bersendau gurau sembari menyembunyikan luka di dada. Hidup entah untuk apa dan mencintai siapa. Kemarilah, aku akan menceritakan sebuah cerita yang dihalangi kasta, namun diberkati oleh maha kuasa...