13

1.8K 275 5
                                    

Beberapa bulan kemudian

Siang ini, setelah rapat pemegang saham usai, Jisung terlihat muram. Walau dengan sekuat tenaga pria itu menyembunyikan kesedihannya, tetap saja perasaan sedih itu tergambar jelas di wajah yang tak secerah biasanya itu.

Jisung memang sedang dalam kondisi tak baik-baik saja. Chenlenya, masih berada di rumah sakit dan belum sadar dari komanya setelah berbulan-bulan. Tapi Jisung, sebagai seorang atasan ia tidak diharuskan larut dalam kesedihan. Banyak yang harus ia urus. Ia harus bisa mengontrol perasaannya.

Ia hampir tak pernah tidur nyenyak di rumahnya. Paginya dia berangkat kerja, setelah pulang kerja Jisung hanya mampir ke rumah untuk membersihkan diri dan setelahnya ia menemui Chenle di rumah sakit. Menunggu pria manisnya sampai menjelang pagi.

Bahkan Jisung tak tahu, berapa kali ia makan akhir-akhir ini. Semuanya kacau. Pikirannya hanya tertuju pada Chenle. Ia rasa tubuhnya memang berada dimana ia berdiri, akan tetapi jiwanya hanya ada di sisi Chenle.

Jisung merasa Chenle telah membuat hidupnya berantakan. Laki-laki itu sukses membuatnya gila melebihi saat Renjun meninggalkannya.

Sejahat itu Chenle padanya.

Jisung menundukkan kepalanya, memijat pelan dahinya yang terasa berdenyut. Matanya ia pejamkan seakan itu bisa mengurangi rasa pusing yang tengah menderanya.











Chenle berdiri di hadapan Guanlin. Pria manis itu menatap Guanlin dengan raut bersalah.

“Maafkan aku.” Tutur Chenle diiringi air mata yang luruh dari mata indahnya.

Guanlin tersenyum. Ia bergerak memeluk Chenle. Pria manis yang amat sangat dicintai. Takdir tak merestui mereka untuk selamanya bersama. Ia harus merelakan Chenle untuk kebahagiaan kesayangannya tersebut.

Lin. Aku ingin bersamamu, disana terlalu sakit untukku.” Ujar Chenle yang berada di dekapan Guanlin.

Guanlin mengelus surai blonde milik Chenle. Menenangkan pria manis itu.

“Kau harus kembali. Ini bukan tempatmu. Belum waktunya kau disini, Chenle.” Ingat Guanlin pada Chenle.

Chenle menggeleng ribut. Ia terus menangis dan malah mengeratkan pelukannya pada Guanlin.

“Aku telah banyak menyakiti orang-orang. Aku tak ingin menyakiti mereka lagi. Aku ingin bersamamu.” Serunya dengan nada amat menyakitkan.

Chenle semakin terisak di pelukan Guanlin.

“Dengarkan aku Chenle.”

“Ini bukan salahmu. Kembalilah, banyak orang yang sangat menantimu untuk kembali. Kembalilah. Kau harus menemui mereka.”

“Kau harus menemuinya. Dia menunggu.” Ucap Guanlin dengan lembut.

“Aku tak ingin bertemu dia. Dia telah banyak terluka karenaku. Aku tak ingin menyakitinya lagi.” Balas Chenle menolak semua ucapan Guanlin.

Lin tolong aku. Bawa aku denganmu. Aku ingin tenang.” Ujar Chenle lagi.

Guanlin menjauhkan tubuh mereka. Menatap Chenle yang wajahnya sudah sembab oleh air mata.

Dengarkan aku Chenle. Ini bukan salahmu. Kamu harus kembali. Kamu harus menemukan kebahagiaanmu Chenle. Aku ingin melihatmu bahagia.”

“Aku mencintaimu.”

“Pergi dan berbahagialah. Kau harus kembali. Temui dia.”

Saat itu, tubuh Guanlin perlahan-lahan menghilang. Chenle menatap Guanlin dengan panik. Ia berusaha menggapai tangan Guanlin yang perlahan menghilang.

Love And Revenge [jichen] - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang