Happy reading and be happy
📍
Semoga suka
Rahang pria itu masih mengeras mengingat perdebatannya dengan Rio tadi. Abi bahkan langsung pulang tanpa berpamitan lagi kepada yang lainnya.
Pukul 23.00 dan dia baru sampai ke apartemen. Pria itu terduduk lemas di sofa dengan pikiran kacau. Bayang-bayang sebuah kejadian yang dilakukannya kembali hadir menyapa pikiran. Ketakutan serta kekalutan bak mimpi buruk yang membuatnya harus lebih berhati-hati.
"Kak Abi."
Suara itu mengejutkannya. Tampak Rica muncul dengan piyama tidurnya yang bercorak bunga. Wajah kantuk wanita hamil itu terlihat natural dan entah kenapa kecantikannya membuat Abi tak bisa berhenti menatap Rica. Bahkan pria itu mendekati dan menarik lengan Rica mengikutinya ke kamar.
Rica tersentak kaget saat Abi mengukung dirinya di tembok. Wajah keduanya begitu dekat bahkan bisa saling merasakan aroma napas masing-masing.
"Kak ...," kata Rica yang tiba-tiba terpotong karena Abi mengecup bibirnya cepat.
Matanya membulat sempurna, meneguk salivanya susah payah dengan apa yang baru saja terjadi.
"Kalau aku minta hakku, apa kamu akan memberikannya, Rica? Bukankah itu kewajiban istri untuk melayani suaminya?" Suara Abi terdengar berat dan serak. Mata pria itu menggelap, menahan sesuatu yang menyiksa dalam dirinya. Abi bingung di saat pikirannya sedang kalut, dia malah menginginkan Rica dalam arti lain.
Rica jelas paham maksud dari suaminya itu. Namun, banyak sekali pertanyaan yang melintas di otaknya, tentang Abi saat ini. Pria itu menginginkan dirinya padahal, Abi sangat membencinya.
"Kak Abi." Suara Rica tertahan, ketika Abi memberikan kecupan basah pada leher jenjangnya. Terdengar erangan dari Abi yabg malah makin meneruskan kegiatannya.
"Kak ... apa kita akan melakukannya?" Rica berhasil menahan dada Abi yang akan kembali mencium bibirnya.
"Kamu itu istriku dan sudah seharusnya melayaniku."
Rica memejamkan matanya, berusaha untuk berpikir jernih dengan keputusan yang akan diambilnya. Dia telah menikah meskipun pernikahan terjadi karena insiden waktu itu. Rica sadar dia telah menjadi milik Abi bahkan saat ini sedang mengandung keturunan keluarga Alexander. Tidak bisa wanita hamil itu menolak dan pada akhirnya sebuah anggukan diberikannya kepada Abi yang sudah tersenyum tipis.
"Aku akan pelan-pelan, Rica."
Rica hanya bisa pasrah saat Abi membawanya pada sumber kenikmatan yang dinamakan surga dunia. Abi benar-benar memanjakan dirinya dengan lembut dan membuat Rica terhanyut dalam permainan kenikmatan itu. Suara-suara keduanya saling bersahutan, memenuhi kamar bernuansa cokelat putih itu. Abi menikmati wajah sensual Rica yang begitu cantik, mengelus pipi putih itu dan beberapa kali mengecupnya.
Kegiatan itu menghabiskan waktu yang lumayan lama dan didominasi oleh Abi. Saat pelepasan terakhir, dia bisa melihat wajah kelelahan Rica di bawahnya sebelum mengakhiri kenikmatan keduanya. Abi menarik selimut, menutupi tubuh Rica yang sedang menetralkan napasnya. Tangannya memindahkan helaian rambut istrinya yang menghalangi wajah.
"Lelah?" tanya Abi.
Rica mengangguk pelan, matanya menatap manik-manik kamar dengan deru napas yang perlahan teratur. Abi tidur menyamping, menatap wajah putih yang masih dialiri peluh.
"Tidur, gih!"
"Em ... aku boleh minta tolong," ucap Rica berbalik memandang Abi hingga posisi keduanya saling berhadapan.
"Apa?"
"Em ... aku haus, Kak," lirih Rica pelan.
Abi menaikan alisnya lalu mengangguk. Dengan santai, pria itu beranjak berdiri tanpa tahu malu dengan kondisinya yang belum berpakaian dan langsung mengenakan boxer miliknya.
Rica yang melihat itu langsung memalingkan wajah. Tiba-tiba saja pipinya merona apalagi mengingat jika beberapa saat lalu keduanya sudah melewatkan malam panas yang menggelora.
*****
Ditemani Abi, Rica akhirnya melakukan pemeriksaan di dokter kandungan yang menjadi tempat pemeriksaannya saat itu. Keduanya berjalan beriringan dalam keheningan yang menyelimuti. Mendapat nomor awal membuat Rica menjadi pasien pertama yang diperiksa.
"Selamat siang, Dok," sapa Rica kepada seorang wanita berkacamata yang sibuk dengan berkas pasien di tangannya.
"Abi?" Bukannya membalas sapaan Rica, dokter obgyn itu berdiri dan fokus menatap Abi di samping Rica yang mematung. Rica mengamati sang dokter dan suaminya bergantian dengan penuh tanya.
"Halo, Dok," balas Abi kikuk.
"Sejak kapan kamu seformal ini dengan saya, Abi? Biasanya juga kamu memanggil saya mbak." Dokter muda bernama tag Yanti itu mempersilahkan keduanya untuk duduk.
"Rica, dia ini siapa kamu?"
"Em ... dia ...."
"Dia sepupu jauh saya, Dok," sela Abi cepat membuat Rica segera menatapnya terkejut.
Yanti mengangguk ragu. "Kita periksa kandungan kamu dulu."
Rica mengangguk kaku, memilih berbaring dan membiarkan Yanti melakukan pemeriksaan seperti biasanya. Pikiran wanita hamil itu mendadak kosong dengan jawaban Abi yabg tidak mengakui keberadaannya di depan dokter Yanti. Apalagi melihat interaksi sang suami dan Yanti membuatnya berspekulasi jika keduanya sudah saling mengenal.
"Memasuki Minggu ke delapan, janin kamu baik-baik saja. Ingat kamu harus banyak istirahat dan jangan sampai kelelahan."
Rica mengangguk saja, mengikuti langkah Yanti untuk kembali ke meja dokter muda itu.
"Ini vitaminnya." Yanti memberikan beberapa bungkus vitamin kepada Rica.
"Dok, saya sekarang mualnya semakin sering. Apa itu enggak apa-apa?" tanya Rica.
Yanti tersenyum. "Hal biasa bagi wanita hamil. Oh, iya, suami kamu mana?"
Rica mendadak diam. Sudut matanya melirik ke Abi yang juga bergeming tanpa berniat menjawabnya.
"Suami saya sedang ke luar kota," jawab Rica.
"Lain kali dia harus temani kamu pemeriksaan, ya. Saya baru sadar jika usia kamu baru tujuh belas tahun." Yanti tertawa, entah kenapa Rica merasa jika itu terdengar seperti sebuah ejekan untuknya.
"Abi, bisa kita bicara sebentar?"
Saat Rica dan Abi hendak berpamitan pulang, Yanti mengajukan pertanyaan untuk pria itu. Rica kira Abi akan menolak, tetapi suaminya malah mengangguk dan menyuruhnya untuk kembali ke mobil.
"Bagaimana kabar kamu?" tanya Yanti saat Rica telah keluar dari ruangan.
"Seperti yang Mbak lihat."
"Aku kira dia istri kamu, Abi. Enggak bisa kebayang kalau kamu udah nikah padahal Felly ...."
"Aku udah enggak peduli sama orang yang ninggalin aku tanpa alasan!" sela Abi datar.
Yanti menghela napas. Felly Anastasya adalah adik kandungnya yang merupakan pacar Abi karena belum ada kata putus dari pasangan kekasih itu. Hubungan keduanya renggang dan terpisah karena Felly yang tiba-tiba meninggalkan Abi saat keduanya masih duduk di bangku SMA. Sebagai seorang kakak, Yanti hanya mendukung keinginan sang adik untuk tidak membuka kebenaran kepada Abi.
"Abi, Felly punya alasan!" ungkap Yanti menyakinkan.
Abi menggeleng, tersenyum remeh. "Basi!"
"Kalau suatu saat Felly kembali gimana, Abi?"
Abi tak menjawab, memilih keluar dari ruangan Yanti dengan tangan terkepal. Pandangannya lurus ke depan, dengan hati dan pikiran kacau. Rahangnya kembali mengeras melihat sosok Rica sedang berdebat dengan kakaknya di parkiran rumah sakit.
"Sial!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless Tamat
ChickLitSYORY 6 Tentang dia yang harus berjuang setelah dijebak dalam sebuah insiden oleh seseorang. Kehidupannya jauh berubah dan dibenci semua orang termasuk keluarganya hingga sang kekasih yang berakibat pada putusnya hubungan keduanya. Dia harus berhent...