Happy reading and be happy
📍Malam kian larut dan Abi baru pulang kembali ke rumah. Perdebatan yang berakhir dengan perkelahian siang tadi, membuat Abi harus pergi dan menenangkan diri. Bisa saja, Abi kehilangan kendali jika Pak Tono tidak segera melerai keduanya. Entahlah dia sendiri bingung dengan dirinya yang tidak bisa mengontrol emosi. Sepertinya, dia harus menahan keinginan untuk pindah ke apartemen sampai kedua orang tuanya pulang nanti.
Pria itu hendak menaiki tangga menuju kamarnya, tetapi lampu dapur yang masih terlihat menyala, membuat langkahnya berderap ke sana. Di balik pintu, dia bisa melihat sosok Rica yang sedang memasak punggung kurus itu begitu lihai bermain spatula dan wajan.
"Apa yang kamu lakukan?" Menebus rasa penasaran, Abi mendekati Rica dan membuat wanita itu terkejut.
"Em ... aku sedang membuat nasi goreng," sahut Rica gugup. Dia menuangkan nasi goreng ke piring dan meletakkan ke meja.
"Buat siapa?"
"Buat aku, Kak. Em ... maaf jika aku memasak di tengah malam seperti ini. Tiba-tiba saja aku menginginkan nasi goreng."
Abi terdiam dengan kedua tangan di saku. Kemungkinan besar istrinya itu sedang berada pada fase mengidam.
"Kenapa belum dimakan?" tanya Abi bingung saat melihat Rica yang berdiri sambil menatap piring.
"Kak Abi udah makan?"
Abi mendengkus, mengambil air untuk diminum tanpa menjawab. Pria itu melirik sekilas Rica yang menunduk.
"Cepat makan! Aku enggak mau anak itu kelaparan nantinya! Jika kamu yang lapar, aku tidak peduli!" Setelah mengucapkan itu, Abi berlalu menuju kamar.
Dia membuka pintu dan langsung merebahkan tubuhnya ke ranjang. Matanya melirik sekilas ke arah koper yang tergeletak di sudut kamar. Menghela napas berat, Abi memejamkan mata. Namun, belum sempat dia terlelap, sesuatu yang dingin menjalar di sudut bibirnya.
Matanya terbuka sempurna, terkejut melihat keberadaan wajah putih pucat itu begitu jelas di depannya. Keduanya saling bertatapan, sebelum Abi menepis tangan Rica yabg bermaksud mengobatinya.
"Apa yang kamu lakukan, hah?!"
Rica gelagapan, dia berdiri dengan wajah takut. "Aku hanya ingin mengobati luka Kak Abi."
"Siapa yang nyuruh? Jangan sok peduli!" seru Abi kesal.
Rica menunduk. "Maaf, Kak. Aku hanya bermaksud mengobati saja."
Abi memejamkan mata sesaat, turun dari ranjang dan menuju kamar mandi dengan membanting pintu. Rica mengusap dadanya dengan menahan tangis. Harusnya dia tak perlu melakukan sesuatu sesuai keinginan hatinya jika tidak pernah dihargai dan diharapkan. Calon ibu itu menatap pintu kamar mandi sebelum memutuskan untuk tidur. Dia lelah sekali dan besok ada hal yang harus dilakukannya.
*****
Keluarga Alexander pagi ini dilingkupi suasana yang mencekam dan menegangkan. Kepulangan sang kepala keluarga dan istrinya yang mendadak, membuat kedua putra Alexander bersiap untuk menghadapi amarah dari Dani.
Setelah sarapan, semuanya dikumpulkan di ruang keluarga. Kebetulan hari ini libur nasional, semuanya tetap berada di rumah tanpa melakukan aktivitas seperti biasa.
"Papa enggak habis pikir dengan kalian berdua." Dani membuka suara, menatap tajam kepada Rio dan Abi bergantian. Amarahnya kian tak terbendung mendapat pengaduan dari putri bungsunya, Siska. Hal itu yang membuat dia langsung mengajak Rosa untuk kembali meski pekerjannya belum selesai.
"Apa benar kamu mau pindah, Abi?" Semua pasang mata mengarah kepada sosok yang ditanya. Abi terlihat tenang dan mengangguk sebagai jawaban.
"Kasih satu alasan yang membuat papa harus mengizinkan kamu pergi!"
Abi mendengkus. Matanya melirik Rica yang menunduk di samping Rosa. Sejak tadi, wanita hamil itu lebih banyak menunduk, dan terlihat gelisah entah karena apa.
"Aku mau mandiri."
"Lo udah merasa bisa mandiri?" Rio menyahut sambil tersenyum mengejek.
"Gak usah ikut campur!" bantah Abi tajam.
"Diam! Rio, papa enggak minta kamu untuk bicara!" sanggah Dani yang mulai malas risih dengan perdebatan keduanya. Dia dan Rosa sendiri bingung kenapa sikap Rio dan Abi begitu berubah sehingga bisa bertengkar dan babak belur seperti ini.
"Apa kamu yakin sudah mandiri? Papa enggak mau kamu nyakitin Rica di sana, apalagi enggak ada papa dan Mama di sana," ujar Dani bijak. Ketakutannya itu ada apalagi melihat Abi belum bisa menerima Rica sepenuhnya. Sebenarnya dia menyayangkan insiden yang terjadi itu. Tak menyangka jika Rica kekasih dari Rio harus menikah dengan Abi. Cukup terkejut baginya melihat bukti Cctv hotel mengarah kepada Rica yang masuk ke kamar Abi. Saat itu memang semua menginap di hotel yang telah di-booking keluarga Alexander karena ada acara perusahaan. Gadis itu turut hadir karena Rio yang membawanya ke acara tersebut. Dia dan Rosa mengenal baik siapa itu Rica dan keluarganya, bahkan perusahaan papa Rica bekerja sama dengan perusahaan keluarganya.
"Aku bisa mandiri, Pa, dan aku akan menerima keputusan Papa untuk mengambil alih beberapa usaha bengkel milik Papa," sahut Abi tegas.
"Mama enggak mau pisah dari Rica," timpal Rosa sedih. Dia merangkul pundak Rica dan mengecup pelipis menantunya itu.
"Mama bisa ke sana kalau mau bertemu Rica atau aku yang ngantar dia ke rumah ini," tukas Abi.
"Aku merasa kehidupan keluarga kita benar-benar telah berubah karena kehadiran Rica." Siska bersuara, melempar aura permusuhan kepada kakak iparnya itu. Dari dulu dia memang tidak menyukai Rica dan alasannya hanya dia yang tahu.
"Siska! Kamu jangan berulah!" tegur Dani.
"Emang benar kan? Coba saja dia enggak pernah datang ke rumah ini, pasti keluarga kita enggak akan terpecah seperti ini! Dia itu udah mempermalukan keluarga kita!"
Rica semakin menunduk, matanya kembali berkaca-kaca. Harusnya dia bisa menahan diri dengan semua ini, tetapi tak bisa. Hormon kehamilan turut membuat perasannya berubah sensitif.
"Siska!" tegur Rio tak suka.
"Kenapa, Kak? Apa aku salah? Kenapa, sih, masih belain dia, padahal dia udah mengkhianati cinta Kakak!"
Rio terdiam, tak bisa melakukan pembelaan. Ucapan Siska ada benarnya juga dan itu adalah kenyataan yang sekarang sedang terjadi. Mencintai Rica, tetapi malah dikhianati gadis itu. Mirisnya Rica harus hamil dan menikah dengan adiknya sendiri lalu dia akan punya keponakan dari wanita yang selama ini diperjuangkannya.
"Harusnya kamu malu, Rica!" teriak Siska lalu pergi begitu saja ke kamarnya. Tidak peduli jika Rosa terus memanggilnya.
"Rica, apa kamu bersedia mengikuti Abi?" tanya Dani lembut.
"Siap, Pa," jawab Rica pelan meskipun sebenarnya enggan karena takut jika pria itu akan berlaku semena-mena terhadapnya.
Mendengar itu, Rio mengepalkan tangannya lalu pergi begitu saja. Berbeda dengan Abi yang tersenyum miring, apalagi melihat sosok Rio pergi dengan emosi. Pria itu sudah tak sabar untuk menetap di tempat yang berbeda dengan Rica. Sebuah suasana baru akan menjadi permulaan untuk semuanya. Abi mengambil ponsel dari saku celana, mengetikkan pesan dan mengirimkan untuk dua sahabatnya.
[Aku sudah tak sabar.]
Boleh minta satu pendapat kalean buat Abi?
🤣🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless Tamat
Literatura FemininaSYORY 6 Tentang dia yang harus berjuang setelah dijebak dalam sebuah insiden oleh seseorang. Kehidupannya jauh berubah dan dibenci semua orang termasuk keluarganya hingga sang kekasih yang berakibat pada putusnya hubungan keduanya. Dia harus berhent...