hal pertama yang manik obsidian itu lihat saat kelopaknya terbuka adalah atap ruangan dengan warna putih dan lampu yang menyalamaniknya mengerjap sebelum akhirnya menengokkan kepala kearah samping kanan dan kirinya seiring dengan senyum miringnya yang terlihat
"kenapa belum mati?" gumaman itu terdengar pelan, seakan terlalu tak percaya dengan kondisinya yang masih baik baik saja
suara ceklek pelan yang terdengar tak membuat maniknya menatap kearah pintu yang terbuka
"mbak udah sadar?"
"siapa yang bawa saya kesini" kenapa gak biarin gue mati disana
"mbak tenang dulu ya? sebelum mbak di perkosa sama orang orang itu warga setempat denger teriakan mbak dan mergokin mereka, beruntungnya mereka belum ngelakuin sesuatu sama mbak"
ingin rasanya Eliza terkekeh miris, belum melakukan sesuatu katanya? lalu bagaimana bisa ingatannya merekam dengan jelas saat mereka mulai mencumbui badannya?
"keadaan mbak baik baik aja kok gak ada yang perlu di khawatirkan, sebelumnya boleh saya minta nomor talphone keluarga mbak biar saya bisa kasih tau kondisi mbak sekarang"
Eliza terdiam, keluarga ya?
"keluarga saya udah gak ada semua, semuanya udah mati" suster itu terpekik kaget, berbeda dengan Eliza yang malah tersenyum sinis, membuat suster itu langsung berdehum takut takut jika gadis yang di rawatnya itu tersindir
"berapa biaya rumah sakitnya" tanya Eliza datar, ia menengok dan menemukan tatapan kasihan dari suster itu untuknya
memangnya apa lagi, dia memang perempuan termenyedihkan yang patut dikasihani bukan?
"soal itu, biar mbak istirahat dulu sampai sembuh, mungkin mbak punya kartu BPJS--"
"berapa?" suster itu menelan ludah susah, namun tak urung menyebutkan nominal angka yang harus di bayarnya
Eliza melihat tas miliknya yang sempat para bajingan itu gunakan untuk mengikat tangannya berada di lemari kecil di samping brankar
ia mengambil ponselnya, satu satunya benda yang ada disana, entah dimana dompet dan barang barang lainnya
"saya cuman ada handphone, kalau dijual saya yakin harganya bisa 2 juta keatas" suster itu terlihat terkejut namun apa yang gadis itu lakukan selanjutnya semakin membuat suster itu memekik
"mbak.. mbak jangan, mbak mau kemana? kalau mau ke toilet biar saya anter jangan lepas infus"
Eliza tak memperdulikan gerakan tangannya dengan cepat melepas infus, dan beranjak dari tempat tidur
ia menatap datar suster yang menghadang jalannya dengan mencoba menarik pelan badannya kembali kearah brankar
"selain suster yang bekerja disini, saya kira kita gak ada hubungan apapun yang membuat suster ikut campur dengan urusan saya, lagi pula seperti yang suster bilang kalau saya gak papa kan? saya permisi"
"ta--tapi mbak" Eliza tak menanggapi, selain karna kakinya yang memang tak susah sedikitpun dibuat berjalan, rumah sakit juga termasuk tempat yang dibencinya
tempat yang setaunya menjadi tempat kelahiran nya dan kematian sang mama
tempat yang mengantarkannya pada kehidupannya yang sekarang
ia terus berjalan keluar tak memperdulikan puluhan orang yang menatapnya aneh, entah.. mungkin karna baju rumah sakit yang masih melekat dibadannya, atau juga karna kakinya yang berjalan tanpa alas apapun

KAMU SEDANG MEMBACA
Lizy's Diary
Fantasy# HARGAI KARYA AUTHOR DENGAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA # Lizy's Dairy terkadang apa yang kita yakini tak ada adalah sesuatu yang bisa terjadi di dunia ini kehendak tuhan memang lebih berkemungkinan terjadi dari pada apa yang manusia fikirkan seperti re...