12. Kucing, kita senasib

7K 639 22
                                    

    Keyla menghentikan motornya di warung sebelum rumahnya. Ia duduk di sana sembari menunggu hari berubah malam, sekaligus sambil menunggu hujan reda.

Tempias air terus menerus mengenai sepatu hitamnya. Keyla menunduk menatapnya, membiarkan sepatunya basah.

Namun setelah keheningan sempat melanda, akhirnya sebuah panggilan dari Bara masuk ke handphonenya.

"Keyla," panggil Bara pelan.

Keyla memasang earphone nya dengan cepat. "Ya kak?"

"Lagi hujan nih Key," Bara menjeda. "Udah sampai rumah?" tanyanya.

"Hmm," Keyla tersenyum tipis. Kembali menepuk-nepuk sepatunya. "Barusan sampai."

"Baguslah. Tadi di sekolah aman?". Tanyanya, basa-basi hendak mengulur waktu.

Keyla mengangguk tanpa menghilangkan senyumnya. "Aman. Berkat kak Bara, mereka udah mulai jarang gangguin aku."

Bara tertawa tipis di seberang sana. Tak dapat di elak, Keyla ikut tertawa mendengarnya.

"Kak Bara," panggil Keyla.

"Hmm?"

"Pertandingannya gimana?"

Keyla bisa merasakan senyum Bara mengembang semakin cerah. "Kita menang Key,"

Keyla mengangguk. "Syukurlah. Pasti menang kalau yang main kak Bara," godanya, membuat Bara tertawa.

"Oh iya," Bara menatap sesuatu di nakas sebelahnya. "Gue punya sesuatu untuk lo."

"Apa?"

"Cari tau besok, Key," Bara menyandarkan punggungnya ke dinding kasur. Kembali teringat saat ia tak sengaja melihat memar di lengan Keyla. "Besok datang ya? Jangan hilang lagi," ucapnya pelan.

Keyla menunduk. Maksud menghilang itu, saat ia tidak ada selama seminggu ya? Keyla mengangguk. "Iya," jawabnya, tersenyum kecil.

"Makasih banyak ya kak," ia melanjutkan, menatap jalanan kosong di depannya. "Belakangan, kak Bara selalu nolongin aku. Aku gak tau alasannya apa, tapi makasih banyak."

Bara diam sejenak. Ia memainkan kotak hadiah di tangannya. "Sama-sama key," ujarnya. "Anything untuk orang yang gue sayang".

Keyla melotot. Melepas earphone nya. Bahkan handphonenya nyaris saja terjatuh kalau tak segera ia tangkap.

"Key?"

"Kak, udah dulu ya, papa manggil," ujarnya cepat, kemudian langsung menutup panggilan.

Masih dengan mata melotot, ia memukul dadanya beberapa kali. Hebat. Perkataannya mengena sekali. Keyla sampai tersedak mendengarnya.

Namun begitupun, Keyla tersenyum dengan wajah memerah setelahnya.

***

    Jam delapan malam lewat, Keyla akhirnya sampai di rumah. Ia berlari cepat melewati ruang tengah yang hanya ada Naomi disana.

Berbeda dengan malam sebelumnya, kali ini, Keyla masuk ke kamarnya dengan sedikit senyuman. Ia duduk di meja belajar dan mengambil satu kertas yang ia tempel di atas meja belajarnya.

List :
🔸kado Hoodie untuk kak Rei
🔸Beliin tumblr untuk kak Naomi
🔸Penuhin birthday wish kak Sean..?
🔸Kasih papa satu hadiah
🔸Kasih hadiah di hari ulang tahun kak Bara

Keyla tersenyum setelah menulis kalimat terakhir yang ia tambahkan di kertas list nya. Nanti ia akan cari tau kapan ulang tahun Bara.

Sekarang, Keyla ingin bersandar. Gadis itu keluar kamarnya, duduk bersila di depan pilar-pilar kecil atapnya, menyandarkan punggung dengan kepala menengadah.

"Cantik banget..." pujinya, melihat city light yang tidak pernah membosankan.

Namun seketika, lamunannya terhenti. Gadis itu tersadar akan sesuatu kemudian mulai berdiri, mendekatkan tubuhnya ke dinding balkon, kemudian melihat ke bawah.

Keyla menghela. Ternyata tidak terlalu tinggi.

Kalau saja hari itu Keyla langsung loncat, apa Sean akan kaget? Kalau saja ia benar-benar loncat, apa rasa penasarannya tentang reaksi mereka akan terbayarkan?

Keyla mendengus. Tertawa geli.

Mungkin ia harus coba melompat di depan mata mereka. Kalau bisa mereka jantungan saja. Keyla senang kalau tau mereka sekaget itu.

Ia menghela panjang. Kembali duduk dengan sedikit menghempaskan tubuh.

Seperti malam-malam sebelumnya, ia lapar. Tapi sayangnya, ia tetap tidak punya keinginan untuk mencuri sedikit dari ruang makan.

Biarlah ia kelaparan.

BRUK!

Keyla melotot. Ia terperanjat, kembali berdiri dan menatap ke belakang. Baru saja ada suara terjatuh di dekatnya.

Keyla segera mendekat, hendak memastikan. Kemudian matanya membelalak semakin lebar begitu melihat kucing kurus nan ringkih tergeletak kaku dengan mulut terbuka.

Keyla membekap mulutnya panik. Gadis itu berjongkok, menyenggol tubuh kucing itu dengan telunjuknya. "Mati...?" gumamnya panik.

Segera Keyla mengangkat tubuh kucing itu dengan penuh kehati-hatian, memindahkannya ke dalam kamarnya yang lebih hangat.

Gadis itu gelagapan mengambil beberapa baju-bajunya, melemparnya sembarang ke lantai, kemudian menaruh kucing itu diatasnya.

Keyla menaruh tangannya tepat di atas hidung kucing itu, memastikan dirinya bisa merasakan hembusan napas secuil apapun.

Merasa tidak cukup, ia mendekatkan wajahnya ke mulut kucing itu. "Anjrit, bau sampah," spontannya, nyaris muntah.

Masa bodoh, Keyla menambah bajunya lagi untuk menimpa tubuh kucing yang ia anggap sangat-sangat kedinginan itu.

Beberapa menit, kucing itu mulai bergerak. Keyla tidak tau harus apa. Ia tidak begitu menyukai kucing dan juga takut padanya. Tapi ia juga tidak bisa membiarkan kucing itu mati begitu saja.

"Meng... Buka matanya," gumam Keyla, mengambil dua Cutton Bud dan berusaha membuka kedua mata kucing yang dipenuhi kerak itu.

Suara pertama. Kucing itu akhirnya bersuara parau. Matanya mengerjap sayu nan lemas menatap Keyla.

Keyla paham. Secepat kilat gadis itu berlari ke bawah, tak peduli nantinya akan bertemu siapa.

Ia menatap apapun yang ada di meja makan. Namun yang ia temukan hanya sisa-sisa nasi yang masih tertinggal di rice cooker.

Ia kembali ke kamarnya dengan langkah tergesa. Tangannya gemetar memegang rice cooker yang masih panas.

Setelah menaruh gumpalan nasi di depan kucing itu, ia berjongkok agak jauh memandangi kucing itu menikmati makan malamnya.

Keyla tidak tau apakah ia boleh makan nasi atau tidak, mungkin bisa. Mungkin juga tidak. Entahlah. Yang penting ia makan.

Kucing itu kembali bersuara setelah menghabiskan makanannya. Mendapat ide, Keyla menuang beberapa tetes air dari botol minumnya ke lantai, yang kemudian langsung di minum oleh kucing itu.

Keyla menghela panjang. Dengan langkah hati-hati kembali ke kasurnya, takut di cakar atau kucing itu menganggapnya jahat.

Karena hari sudah larut, dan Keyla yakin nantinya kucing itu juga akan pergi, ia berbaring di kasurnya sembari mengamati punggung kurus kucing itu menikmati sisa-sisa air di lantai.

Entah kenapa, sedih saja melihatnya. Keyla merasa dirinya senasib dengan kucing itu.

Kurus kerontang. Sendirian. Buluk. Terluka. Kotor. Dan kelaparan.

Pasti berat...

Gadis itu mendengus. Tertawa geli dan mulai memejamkan mata. Tanpa ia sadari, Keyla rela berlari ke bawah demi menolong kucing yang kelaparan.

Setelah sebelumnya mengabaikan perutnya yang juga meminta makanan.

[]
.

For The Sweetest, Keyla [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang