Hiraeth : 06. Workaholic

1K 119 30
                                    


Manik emasnya tidak dapat terpejam semenjak dirinya mendengar suara decitan pintu.

Turun dari ranjang besar itu, Gempa membuka pintu paralel yang menghubungkan kamarnya dengan kedua kakaknya. Lalu, telinga menangkap suara percakapan.

"Apakah yang lain ikut, ayah?" Gempa tahu itu suara siapa, itu kakaknya, Taufan. Menguping dengan hati-hati, Gempa berdiam diri dengan tenang.

"Tidak, hanya Taufan saja. Karena yang lain tidak bisa." Gempa mendengar suara ayahnya pelan, terdengar kaku.

"Mengapa?" Kali ini Taufan bertanya kembali, suara lembut kakaknya selalu membuat dirinya terhanyut dalam ketenangan.

Kini keheningan mulai merajainya, Gempa berusaha bersabar menunggu jawabannya sembari berpikir apa maksud dari isi percakapannya.

"Saat nanti kamu dewasa, kamu akan mengerti, Taufan. Jadilah anak yang mandiri." Suara serak ayahnya membuat Gempa berpikir lebih keras.

Suara mobil menyadarkannya dari pikirannya, ia melihat manik biru kakaknya langsung menatap matanya, sedang Gempa hanya berdiri kaku mempertahankan ketenangannya.

Lalu, bibir Taufan bergerak bicara tanpa suara. "Suatu saat nanti, kalian akan mendapatkannya. Aku berjanji." Mata Taufan sendu, lalu berkilat karena cahaya temaram.

Gempa sampai dewasa tidak mengerti apa maksudnya.

"Gempa? Ingin mencoba kue keringnya? Ini resep Ibu yang dititipkan ke kakek. Taufan mencoba membuat dan sedikit mengubahnya." Suara seringan embun itu menyadarkan, matanya yang tadi terlihat melayang kembali ke warna aslinya.

Hiraeth
All part of this stories is belongs to Nathan
Don't take out without permission!
Slow update, read at your own risk!
Happy reading fellas~

***

Bagi Gempa yang menyukai pelajaran Fisika, Taufan layaknya hasil dari teori yang tidak dapat dipecahkan. Entah metode ataupun cara yang harus dipakai untuk diterapkan dalam situasi yang rumit untuk tesis, makalah ataupun disertasi. Atau, Taufan yang biasa ia masukkan dalam logika jika kakaknya adalah kertas kosong. Tidak ada isinya, tidak dapat dikenali, dan putih.

Menggigit kue kering berwarna cokelat itu pelan, menikmati hangatnya cita rasa yang meleleh ditemani cokelat hangat, serta cuaca yang tidak mendukung dengan derasnya hujan diluar membuat para kembar itu hanya dapat menikmati hangatnya selimut.

"Bagaimana? Apa ada yang kurang, Gempa?" Suara ringan yang mulai terdengar mengalami pubertas itu bertanya pada dirinya, menyusun kata-kata yang tepat untuk pujian dan kritik, Gempa tersenyum ringan.

"Ini enak, hanya kurang garam agar rasanya seimbang dengan cokelatnya." Kembali menggigit setelah berkata, Gempa melihat tubuh Taufan berbalik ke arahnya dengan loyang beruap panas ditangannya yang terlindungi sarung tangan.

"Benarkah? Kue yang baru sudah ku tambahkan sedikit garam. Sedikit saran, celupkan kue ke dalam cokelat hangat, itu akan terasa enak lelehan biskuitnya." Taufan menata kuenya dalam stoples bening, menikmati aromanya dan sesekali akan memasukkan kue hangat tersebut dalam mulutnya. Desahan tanda dirinya menikmatinya mengudara dengan lembut.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang