Itu ruang yang besar, dengan banyak barang dan sofa panjang tertata rapi. Dapat dilihat anak balita laki-laki terbangun dari tidurnya di sofa berwarna putih tersebut.Manik matanya terbuka layaknya orang tidak tidur, telinga bergerak menangkap suara teriakan lalu matanya ia tutup saat langkah kaki besar mengarah ke ruangan tersebut.
"Sshh, jangan menangis Thorn. Taufan tidak akan menyakitimu lagi." Mata kanannya ia buka, manik Aquamarine itu melirik nyalang suara ayahnya.
Lalu pintu berdebam tertutup, meninggalkan suara keras di rumah tersebut. Mata tersebut terbuka kembali, lalu dirinya berjalan pergi saat mendengar rintihan tangis.
Dirinya lihat si biru tua menatap burung gagak terbang, lalu ia bersembunyi saat kepalanya menoleh ke arahnya.
"Aku tidak tahu siapa yang ada disitu, dan Taufan tidak peduli. Tolong ingat ini, aku akan membalas kalian semua." Suaranya penuh getar, tapi tidak menutupi keyakinannya.
Ice menghela napas pelan lalu berlari ke kamarnya, tidak ingin tahu apa maksudnya. Yang ia inginkan hanyalah tidur. Lagipula, apa yang ingin Taufan balas? Kakaknya memang bodoh dan aneh seperti yang ayahnya katakan.
Andai saja ia tidak berpikir seperti itu....
Matanya terbuka layaknya tidak tidur, lalu melirik orang yang membuatnya bangun. Hidung bangir tersebut mendusal di dadanya pelan, membuatnya merasakan hal aneh di perutnya.
"Hei, Taufan. Ayo bangun, kita harus pergi ke sekolah." Suara berat Ice tidak membuahkan hasil, lalu dirinya menatap langit-langit atap kamar mereka. Mengingat mimpi yang aneh.
Hiraeth
All part of this stories is belongs to Nathan
Don't take out without permission!
Slow update, read at your own risk!
Happy reading fellas~***
Untuk dirinya yang pemalas dan selalu jatuh tertidur, kafein adalah hal yang wajib di minumnya semenjak Sekolah Menengah Pertama. Contohnya seperti sekarang, menikmati aroma kafein yang dibuat Taufan atas permintaannya. Taufan adalah seorang yang licik, ia akan mengatakannya dengan jujur.
"Dan apa yang akan ku dapatkan jika aku membuatkan kafein yang biasa ku minum untukmu?" Menyilangkan tangannya di dada berlapiskan seragam sekolah, Taufan berujar penuh perhitungan.
Baik, untuk pertama kalinya Ice ingin berteriak kesal karena kakaknya. Ia biasa di berikan apa yang ia mau, tidak peduli apapun itu. Maka, Ice menggunakan otaknya untuk memutar kesempatannya. Ia berjudi dengan masa depan.
"Apapun." Ice berkata pelan, sedang pikirannya tidak memikirkan apapun selain kafein.
Memiringkan kepalanya, Taufan berujar, "Penuhi perjanjian kita, Ice. Aku akan menagihmu, entah hari ini, esok atau di masa depan." Well, setidaknya Ice mudah ia manipulasi. Ah, 4 masuk, 2 tersisa.
"Kopi mu, Your Highness." Suara jahil itu menyadarkannya, Ice berkedip lalu tersenyum tipis. Menghirup aroma kuat itu, Ice menikmatinya.
"Kau seperti Halilintar. Tersenyum tipis, menyeringai, jarang berbicara. Yah, tapi kau lebih banyak diam dan tidur. Aneh." Ujar Taufan sembari mengunyah sarapannya, sedang Ice yang mendengarnya menurunkan cangkir berisi minuman hitam pekat tersebut. Matanya menajam dan rahangnya mengeras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth
Fanfiction(n.) a homesickness for a home to which you cannot return, a home which maybe never was; the nostalgia, the yearning, the grief for the lost places of your past. (nomina.) Sebuah kerinduan untuk sebuah rumah yang tidak bisa anda datangi, Sebuah ruma...