Hiraeth : 07. Lamia

928 106 53
                                    


Itu adalah taman berukuran kecil, Blaze hanya melihat kakaknya duduk diam di ayunan tersebut. Punggungnya bergetar, tapi tidak ada suara yang dikeluarkan kakaknya.

"Taufan?" Blaze mencoba memanggil namanya, sedang yang dipanggil hanya diam dengan air mata meleleh diwajahnya. Blaze sebagai saudara yang baik, berjongkok lalu mengusap air mata tersebut.

"Jangan menangis lagi. Ingin Blaze dorong ayunannya?" Blaze berceloteh, yang ia pikirkan agar kakaknya berhenti menangis yaitu mengajaknya bermain.

Taufan yang wajahnya terusap oleh tangan hangat adiknya hanya tersenyum, lalu mengangguk. Melupakan teriakan ayahnya atau Thorn yang terluka.

"Ayo! Taufan pegang dengan erat, Blaze akan mendorongnya dengan kuat." Taufan yang mendengar perkataan adiknya tertawa manis, berbanding terbalik dengan wajahnya yang masih kusut.

"Memang Blaze kuat mendorong Ufan?" Taufan bertanya sembari mengusap wajahnya yang lembab, lalu melihat adiknya yang masih berjongkok di depannya.

"Blaze kan anak yang kuat! Karena Blaze akan melindungi Ufan!" Taufan yang mendengarnya hanya mengangguk pelan, lalu menuruti perkataan Blaze untuk pegangan.

"Blaze berjanji? Untuk melindungi Taufan?" Manik birunya menatap sang adik yang terlihat berpikir.

"Blaze berjanji untuk melindungi Taufan!" Katanya percaya diri dan penuh keyakinan.

"Taufan akan menunggu janji itu, Blaze." Katanya, lalu kicauan gagak pergi meninggalkan kedua balita itu.

Pintu itu terbuka paksa, manik biru Taufan melebar dalam sekejap. Setidaknya, setidaknya Taufan mengingat janji saat mereka saat kecil.

"Apa yang kau lakukan, idiot?" Hantaman di wajahnya membuat Gempa terkejut.

"Blaze?" Taufan berucap pelan, seragam di tubuhnya entah kemana, wajahnya yang kusut dan tubuh bergetar membuat adiknya menoleh.

Blaze menyentak kerah pakaian Gempa, lalu berjalan ke arah ranjang dimana Taufan terikat. Mengangkat tubuh ringkih itu dalam pelukannya, Blaze membawanya keluar dari kamar neraka tersebut tanpa menoleh.

"Hei, jangan menangis Taufan. Karena Blaze sudah datang, dan juga Blaze berjanji untuk melindungi Taufan!" Blaze berucap penuh dirinya, lalu tangis si biru tumpah tanpa bisa berhenti, menyembunyikan wajah penuh seringaian besar dalam dada bidang suadaranya.

Hiraeth
All part of this stories is belongs to Nathan
Don't take out without permission!
Slow update, read at your own risk!
Happy reading fellas~

***

Terkadang Taufan akan terpaku sejenak, memikirkan betapa iri dirinya terhadap orang lain yang memiliki saudara yang saling mengisi. Berbeda saudaranya seperti matahari dan bulan, saling menjatuhkan. Tapi, ia juga tidak mengenal saudaranya, rasanya egois untuk meminta sesuatu, apalagi prinsip hidupnya yang sudah menempel di dalam batok kepalanya. Menghela nafas, ia hanya duduk diam dikelas temannya, dengan teman gadisnya melakukan entah apa pada dirinya.

"Ying, mengapa kau menguncir rambut ku dengan pita oranye? Aku laki-laki lah." Menggerutu, Taufan mengerucutkan bibirnya cemberut, masih tidak mengerti bagaimana ia mau menuruti permintaan aneh teman yang lebih muda darinya.

Ying namanya, gadis berkulit putih dan berbingkai kacamata yang keren, gadis yang lulus Sekolah Menengah Pertama dengan mengambil program akselerasi.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang