Hiraeth : 13. Samhain

714 97 2
                                    


"Tapi dia adikmu, saudara sedarahmu, demi tuhan!" Suara berat itu menguat, mesin jantung mengiringi suara tersebut.

"Tapi dia mental! Apa yang akan dikatakan oleh anak seusiaku? Aku tidak akan memiliki wajah didepan mereka!" Lalu mulut itu tertutup saat tangan kasar memukul mundur mulut tersebut.

"Hargai dia, dia yang mengorbankan usianya untuk kalian saat serangan tersebut terjadi. Sedikit hormat dan rasa terimakasih sudah seharusnya ia dapatkan." Tangannya ia tarik kembali, lalu matanya menatap kembali remaja yang berbaring diranjang tersebut, dengan mesin menopang hidupnya.

"Taufan, astaga! Aku mencarimu sedari tadi, apa benar data dan rekaman yang tersebar itu benar? Astaga, ini malam Samhain. Tunggu, apa kau memakai pakaian biarawati dan stocking?" Suara gadis tersebut melayang melewati pemikiran yang aneh.

Mimpinya utopia, dunianya distopia.

Hiraeth
All part of this stories is belongs to Nathan
Don't take out without permission!
Slow update, read at your own risk!
Dark plot, teen mature and a bit gore, this is a warning!
Happy reading fellas~

***

Jika ditanya apa saja yang diperlukan untuk pengorbanan saat memanggil iblis, maka jawabannya adalah penis. Abad ke-12 sampai ke-18 adalah abad di mana pemikiran kolot dan bar-bar merajalela, disaat hal supranatural lebih dipercaya dan sains adalah hal yang masih jauh dari pemikiran manusia tolol diabad tersebut. Konon katanya, penis dan gadis perawan ditumbalkan untuk hal-hal adat dan budaya pada malam-malam tertentu, salah satunya Samhain.

Abad ortodoks Jerman pernah mencatat malam dimana para kesatria-kesatria melakukan pengorbanan untuk membuat perjanjian dengan iblis, yang harus dibayar dengan jiwa, disinilah penyihir dibutuhkan untuk memimpin jalannya ritual tersebut. Manuskrip kuno yang ditulis oleh tinta encer diatas perkamen menyebutkan, ritual tersebut semakin lama semakin jarang dijalankan akibat perburuan penyihir pada waktunya.

Hari demi hari berganti menjadi tahun, manuskrip tersebut tidak diketahui hilang entah kemana, tidak ada yang tahu. Itu yang banyak orang pikirkan,

"Kau tahu Taufan? Membaca buku tua dengan baju biarawati membuatmu terlihat seperti mereka, dengan cara yang baik tentunya." Ying berceloteh pelan, matanya mengintip apa yang temannya baca, sedikit penasaran jujur saja.

"Ya, hanya ada satu masalah. Aku bukan wanita, that the problem." Ujarnya balik, matanya melirik malas jam tangannya, menghitung tiap detik saat api membakar. Buku tersebut ia taruh dilemari perpustakaan, lalu ia pergi berjalan ke arah koridor.

Matanya menatap langit malam, sedikit menggigil saat melihat asap membungbung tinggi dari kejauhan. Menggelengkan kepalanya pelan, ia berjalan ke arah aula yang ramai dengan para siswa. Mengedarkan matanya, ia temukan mereka berdansa, beberapa minum cola dan memakan kue disudut-sudut ruangan yang ia temukan.

Berjalan tanpa menentu arah, ia tidak sengaja menabrak sesuatu yang keras. "Tidak bisakah hari ini sedikit lebih baik? Urgh." Siswa lain?-Pikir Taufan, sedikit meringis karena menjadi ceroboh.

Kepalanya ia tegakkan agar dapat melihat siswa tersebut, yang ia temukan siswa tersebut tampan. Eh?

Menggelengkan kepalanya, siswa yang ia tatap menatap balik matanya, sedikit mengerikan sebenarnya ditatap dengan mata ungu gelap. Lebih-lebih dengan rambut sarang burungnya. Dilihat dari gerutuannya pula siswa ini terlihat selalu kesal, lihat saja mengapa dia menyeringai?

HiraethWhere stories live. Discover now