Ten

245 55 18
                                    

"Derita hidup yang amat memilukan dada, setiap hari berperang dalam masalah yang ada, seolah semua masalah tak berhenti menyapa, dan terus ikut melangkah membuat sesak seluruh semesta."
-Anggara.
•••
Dermaga derita, si lelaki yang bercerita.

•••Dermaga derita, si lelaki yang bercerita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••••

Senyum cerah terbit dimata Anggara saat melihat Mamahnya tiba. Namun, senyum itu luntur seketika, saat melihat bahwa Mamahnya berbeda, Mamahnya biasanya tersenyum padanya namun kali ini hanya wajah datar yang ada.

"Mamah gapapa?" tanya Anggara disebuah buku, namun Melly hanya berekspresi datar tanpa menjawab.

Sesak, itulah yang dirasakan Anggara. Tiba-tiba saja Papahnya datang, menarik paksa infus yang ada dipergelangan tangannya. Sakit, namun ia tak bisa apa-apa, ingat bahwa ia tak bisa berbicara sekalipun ia ingin sekali.

"Cih! gak usah kesakitan kek gitu!" sinis Papahnya membuat Anggara mati-matian menahan rasa sesak.

"Ayo cepet pulang," ujar papahnya membuatnya hanya mengangguk.

Ia memapah dirinya sendiri, ia menatap mata Mamahnya, dia terluka, itu membuat Melly merasakan sebuah sesak yang amat luar biasa, namun ia tak bisa apa-apa.

Sesampainya mereka dirumah, Anggara lantas naik ke atas, tak sengaja ia melihat Lara, kakaknya bersama teman-temannya. Ia menghampiri kakaknya dan menyerahkan sebuah buku tulis untuk kakanya, namun respon yang sangat membuatnya terdiam ketika kakaknya menghempas buku itu.

"Dia siapa Ra?" tanya temanya.

"Pembantu gua," jawab Lara membuat Anggara hanya mampu menelan kenyataan pahit bahwa saat ini ia benar-benar sendiri.

Ia hanya tersenyum dan membungkuk lalu permisi.

Ia duduk ditepi kamar.

"Tuhan, kau sudah ambil kasih sayang semua orang, bahkan termasuk Mamah, Tuhan apa yang akan ku lakukan sekarang?" batinnya menahan rasa sesak yang amat tak bisa ia keluarkan.

Ia ingin menangis, ia ingin berteriak, tapi ia tak bisa. Mengapa ia tak bisa berbicara? Rasanya menyakitkan.

"Anggara!" teriak kakaknya, Lara.

Membuat Anggara yang sedang mencoba meredakan rasa sakitnya harus bangkit, ia membuka pintu kamarnya namun tiba-tiba kakaknya mendorongnya.

"Lu tuh malu-maluin gua tau gak?!"

"Gua gak sudi punya adek kek lu!"

"Berhenti buat deket-deket sama gua! Gua jijik!"

Lara mengucapkan kalimat itu seolah tanpa beban, namun tidak untuk Anggara. Ia hanya mampu membungkuk dan tersenyum tipis sebagai permintaan maaf.

Lara pergi meninggalkan kamar itu, Anggara lelah.

Ia menuruni anak tangga, ia lalu melangkah menuju dapur. Ia ingin meminum minuman itu, namun tiba-tiba gelas itu terjatuh hingga menimbulkan bunyi yang nyaring.

King of sadness (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang